Kinara berdiri dengan canggung antara Dareen dan kakak perempuannya. Untuk sesaat Kinara merasa tercengang karena melihat kecantikan saudara perempuan Dareen.
Sebelum sampai di bandara, Dareen mengatakan jika kakaknya baru saja pulih dari infeksi pasca operasi. Namun melihat bagaimana penampilannya saat ini, Kinara tidak yakin jika perempuan itu baru saja keluar dari rumah sakit. Ia terlalu bersemangat untuk ukuran seseorang yang baru sembuh.
“Jadi kak, kakak ingin makan siang dimana?” Tanya Dareen.
Kinara menolehkan kepalanya, ikut berjalan di sisi Dareen dengan langkah cepat.
“Dimana saja. Bagaimana denganmu, Zeline? Dibandingkan mengikuti kemauanku, akan lebih baik jika Zeline yang menentukan tempat makan kita. Dia memiliki selera yang paling baik di antara kita bertiga.” Dania, kakak perempuan Dareen menolehkan kepalanya dan menatap Kinara yang sedang gugup.
Entah perempuan itu sedang menyindir pola makan Zeline yang sangat aneh atau dia memang ingin mendengarkan rekomendasi makanan darinya.
Masalahnya, tentu saja Kinara tidak tahu tempat makan mana yang sesuai dengan selera mereka.
“Ak—aku akan lebih senang jika kakak yang memilih.” Jawab Kinara dengan suara ragu.
“Ah, kudengar kamu juga baru saja pulang dari rumah sakit. Apakah itu benar?” Tanya Dania sambil berjalan ke sisi Kinara, perempuan merangkul bahunya dan berbicara dengan akrab.
Apakah selama ini Zeline sudah mengenal seluruh anggota keluarga Dareen? Jika dilihat dari sambutan yang diberikan, sepertinya Zeline memang sudah dekat dengan Dania.
“Sudah hampir satu pekan yang lalu. Aku hanya dirawat selama satu hari.” Kinara menjawab dengan suara setenang mungkin.
Kali ini ia bukan hanya berhadapan dengan Dareen, tapi juga kakak perempuan pria itu. Kinara harus memberikan akting terbaiknya agar tidak terlihat terlalu aneh.
Biasanya Zeline selalu berbicara dengan tenang, sesekali ia akan tersenyum manis kepada lain bicaranya untuk menunjukkan jika ia menghargai setiap pembicaraan yang dilakukan.
“Itu sangat buruk. Bagaimana bisa kamu tiba-tiba pingsan di lokasi pemotretan? Selama ini aku mengenalmu sebagai perempuan yang sangat kuat. Kamu jarang sakit, apalagi sampai pingsan.”
Kinara mengerjapkan matanya. Apa yang harus ia jelaskan? Lagipula saat itu Kinara juga tidak terlalu sadar dengan apa yang terjadi. Ia masih sangat terkejut dengan kenyataan jika ia berada di dalam tubuh Zeline, lalu saat ia belum sempat sadar dari rasa terkejutnya, Alina menghubunginya dan marah kepadanya. Hari itu benar-benar sangat kacau. Apalagi Kinara tidak diizinkan makan atau minum padahal tubuhnya mulai menggigil karena kedinginan.
“Kak, jangan membuat Zeline merasa tidak nyaman. Wajar jika dia sakit ataupun pingsan.” Dareen memperingatkan kakaknya.
Kinara bersyukur karena Dareen sangat mudah membaca situasi. Pria itu cepat memahami jika Kinara merasa kbeingungan.
“Memang wajar. Aku hanya merasa penasaran dengan keadaannya. Sudah sangat lama kita tidak bertemu. Benar, bukan?”
Kinara menganggukkan kepalanya dengan ragu. Ia tidak tahu kapan terakhir kali Zeline bertemu dengan kakaknya Dareen.
Sejujurnya Kinara cukup senang dengan sifat ramah kakak perempuan Dareen, dia selalu memiliki topik pembicaraan sehingga mereka tidak canggung satu sama lain. Kinara bukan tipe orang yang bisa langsung akrab dengan orang asing, jadi sifat Dania yang periang sangat membantu keadaan mereka. Namun entah kenapa, saat ini Kinara akan merasa jauh lebih senang jika Dania diam tanpa mencoba berbicara kepadanya.
“Apakah kalian baik-baik saja?” Dania bertanya sambil menghentikan langkahnya, wanita itu menatap Dareen dan Kinara secara bergantian.
“Ada apa?” Tanya Dareen. Tampaknya bukan hanya Kinara saja yang kebingungan dengan pertanyaan Dania.
“Kalian.. maksudku, apakah kalian sedang bertengkar?” Tanya Dania.
Kinara menolehkan kepalanya dan menatap Dareen yang juga sedang menatapnya.
“Tentu saja tidak. Kami baik-baik saja, ada apa kak?” Tanya Dareen.
“Kalian terlihat aneh. Sejak tadi hanya diam saja padahal biasanya aku selalu merasa jika kalian larut di dalam dunia kalian sendiri ketika sedang bersama. Jadi, apakah kalian baik-baik saja?”
Untuk yang kedua kalinya Kinara menatap ke arah Dareen. Ada sebuah pertanyaan besar di dalam pikirannya ketika mendengarkan pertanyaan yang diajukan oleh Dania.
Apakah benar jika hubungan mereka terlihat aneh?
Kinara sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap seperti Zeline, tapi ternyata Dareen tetap menyadari perubahannya?
Kinara tidak tahu bagaimana cara Zeline dan Dareen menjalani hubungan asmara mereka, tapi selama satu pekan belakangan ini Kinara merasa jika mereka baik-baik saja. Dareen selalu berbicara dengan manis kepadanya, pria itu memperhatikannya dan sering menanyakan keadaanya. Ya, benar-benar seperti pasangan kekasih pada umumnya.
Tapi masalahnya, apakah selama ini Dareen dan Zeline tidak berlaku seperti itu?
“Kami baik-baik saja, Kak. Jangan khawatir.” Dareen menjawab sambil tersenyum simpul.
“Biasanya kamu akan berjalan di samping Zeline, kamu akan merangkul bahunya atau menggenggam tangannya. Tapi sekarang tidak?”
Kinara menundukkan tatapannya untuk beberapa detik, lalu secara perlahan ia kembali menatap Dareen yang masih berdiri di sisi kanan kakaknya.
“Sudahlah, jangan membahas hal yang tidak penting. Kami baik-baik saja, itu yang haru kakak ketahui.”
***
Kinara duduk di depan meja rias yang ada di dalam kamarnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Melihat apakah pipinya bertambah besar atau kulit wajahnya berubah menjadi kusam.
Tapi setelah sekian lama ia mengamati, Kinara tidak menemukan perubahan apapun di dalam penampilannya. Bukan, penampilan Zeline.
Tubuh Zeline tetap langsing dan cantik. Kulitnya halus dan wajahnya juga tidak kalah menarik. Tidak ada yang berubah dari penampilan Zeline.
Lalu.. kenapa Dareen menjauh?
Kinara tidak benar-benar tahu apakah Dareen menjauh darinya atau tidak. Sejak pertama kali Kinara terbangun di tubuh Zeline, Kinara merasa jika tidak ada perubahan dalam perlakuan Dareen, tapi penilaian Dania jelas tidak bisa diabaikan begitu saja. Jika perempuan itu mengatakan Dareen dan dirinya tampak saling menjauh, maka Kinara patut untuk merasa khawatir.
Kinara menolehkan kepalanya, menatap Dareen yang masih duduk di dalam kamarnya. Hampir sepuluh menit berlalu, namun Dareen tetap sibuk dengan ponselnya.
Sejauh yang Kinara tahu, selama ini Dareen tidak pernah sempat untuk bermain ponsel ketika sedang bersama dengan Zeline. Pria itu akan selalu memperhatikan apapun yang Zeline lakukan dengan tatapan kagum yang syarat akan pujian. Lalu sekarang.. dia mulai mengabaikan kekasihnya.
Sekalipun Kinara berpenampilan sama seperti Zeline, apakah Dareen menyadari perubahannya dan mulai merasa tidak nyaman dengannya?
Selama ini Kinara mengira jika Dareen menyukai Zeline karena ia berpenampilan cantik dan menarik, tapi tampaknya Kinara salah. Jika Dareen menyukai penampilan fisik Zeline, bukankah seharusnya tidak ada yang berubah dari perhatiannya?
“Dareen?” Panggil Kinara dengan ragu.
Sungguh, Kinara mulai kehilangan akal sejak ia melihat Dareen memeluk Zeline tadi pagi.
Mungkin Dareen tidak sadar jika ia tengah memeluk kekasihnya yang asli, tapi Zeline tentu saja sadar dengan apa yang ia lakukan. Perempuan itu memeluk Dareen secara terang-terangan di hadapan Kinara yang saat itu sedang menjadi Zeline.
“Ya? Ada apa?” Dareen mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel yang menatap Kinara yang sedang duduk di sudut ruangan.
Kamar Zeline dilengkapi dengan kamar mandi mewah di sisi kanan dan juga ruang wardrobe yang cukup luas di sisi kiri. Lalu di bagian tengah terdapat ranjang tidur super besar yang lengkap dengan puluhan boneka berukuran raksasa, dan di ruangan tengah tersebut terdapat meja rias yang diletakkan di bagian sudut.
“Apakah.. apakah kamu merasa ada yang aneh diantara kita?” Tanya Kinara.
Kinara tahu jika mungkin saja ia terjebak di dalam pertanyaannya sendiri, tapi Kinara tetap merasa penasaran dengan tanggapan Dareen.
“Apa yang sedang kamu bicarakan?” Tanya Dareen. Pria itu bangkit dari posisi duduk dan mulai berjalan mendekati Kinara.
Detak jantungnya berubah menjadi lebih cepat ketika melihat langkah Dareen yang bergerak dengan sangat perlahan.
“Entahlah, aku sedang meminta pendapatmu. Apakah kamu merasa jika ada yang berbeda di antara kita?” Tanya Kinara. Ia tetap bersikeras untuk mendengarkan jawaban Dareen sekalipun mungkin saja ia akan merasa kebingungan apabila Dareen membalik pertanyaannya.
“Kamu sedang memikirkan pertanyaan kak Dania?” Tangan Dareen menyentuh pundaknya, pria itu berdiri tepat di belakang tubuh Kinara yang masih duduk dengan tenang di balik meja rias. Dari cermin yang terpasang di meja tersebut, Kinara bisa melihat Dareen dengan sangat jelas.
“Mungkin?” Kinara mengendikkan bahunya.
“Bagaimana menurutmu? Apakah ada sesuatu yang berbeda dengan kita?” Dareen menundukkan kepalanya, membuat seolah kepala mereka sejajar di tinggi yang sama.
“Sudah kukatakan jika aku menanyakan pendapatmu.” Jawab Kinara dengan suara bergetar.
“Bisakah aku menjawab dengan jujur?”
“Aku akan menghargai kejujuranmu.”
Dareen tersenyum san mengecup lehernya dengan cepat.
Kinara berjengkit karena merasa terkejut. Ciuman yang diberikan oleh Dareen memang berlangsung sangat cepat, tapi Kinara masih bisa merasakan bekas dari ciuman tersebut.
Wajahnya memanas dengan perlahan. Bahkan Kinara bisa melihat warna merah yang menjalar dari pipi dan lehernya.
“Kenapa kita tidak membicarakan perubahanmu terlebih dahulu? Ada banyak sekali hal yang membuatku bingung dengan sikapmu. Mungkin itulah yang menjadi penyebab renggangnya hubungan kita.”
Selama satu pekan terakhir Kinara merasa jika ia dan Dareen baik-baik saja, tapi baru saat ini ia benar-benar menyadari ada yang berbeda dengan cara Dareen memperlakukan kekasihnya.
Ya, bagi Dareen, perempuan yang sedang dalam dekapannya adalah Zeline, pria itu tidak tahu jika ia bukan Zeline, melainkan Kinara.
Dareen mungkin menyadari perubahan sikap dan sifatnya, tapi pria itu tidak mendapati perubahan apapun di dalam penampilannya. Rasanya sangat wajar jika Dareen bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi dengan kekasihnya. Bahkan mungkin rasa penasaran itu yang mempengaruhi hubungan mereka berdua.
“Apakah aku melakukan kesalahan?” Kinara sendikit mendongakkan kepalanya, kini ia benar-benar bisa menatap dagu Dareen dari bawah. Membuat ia harus menahan napas berulang kali karena merasa tidak sanggup untuk mengendalikan perasaan di dalam hatinya.
Dari segala sisi, Dareen memiliki penampilan yang sangat menarik. Pria itu sempurna.. sama seperti Zeline.
“Tidak. Tentu saja kamu tidak melakukan kesalahan.” Dareen tersenyum dengan tenang lalu mengecup puncak kepalanya.
Kinara memejamkan matanya, sepertinya ia tahu kemana semua ini akan mengarah.
Hanya ada dua pilihan yang harus ia putuskan saat ini juga. Mengikuti semua alur yang Dareen tawarkan atau menolak sebelum ia terlambat.
Kinara tidak pernah tahu bagaimana hubungan asmara Dareen dan Zeline terjalin. Apakah mereka tipe pasangan yang memiliki hubungan dewasa seperti orang-orang seusia mereka atau Dareen dan Zeline memiliki hubungan yang diikat di dalam komitmen tanpa adanya campur tangan nafsu dan hasrat sebagai dua orang dewasa.
Masalahnya, selama ini Kinara tidak pernah menjalin hubungan asmara dengan siapapun.
“Lalu apa yang membuat kita berubah?” Tanya Kinara.
“Aku juga tidak tahu, Zeline.” Dareen terlihat frustasi dengan perasaannya sendiri.
Kinara kembali memejamkan mata, berusaha untuk membulatkan tekat yang telah ia kumpulkan.
Lalu dengan perlahan Kinara bangkit berdiri, ia memutar tubuhnya untuk bisa sepenuhnya berhadapan dengan Dareen.
Sebuah keputusan besar akan ia ambil saat ini juga..
Dengan sedikit keraguan, Kinara mendekatkan tubuhnya ke arah Dareen, lalu hanya dalam hitungan detik ia sepenuhnya menghapus jarak antara dirinya dengan Dareen.
Tanpa menunggu terlalu lama, Kinara mengarahkan bibirnya tepat ke arah bibir Dareen. Mengecupnya dengan perlahan karena ia tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh dua orang yang sedang berciuman.
Lalu tiba-tiba Dareen menahan kepalanya. Pria itu melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan, membuat tubuh Kinara lemas seketika. Tangannya menahan kemeja Dareen dengan erat, berusaha untuk tetap bertahan di dalam posisi berdiri.
Bukan hanya melumat bibirnya, Dareen juga mulai mengusapkan tangannya ke arah tengkuk dan punggung Kinara. Membuat kaki Kinara semakin terasa lemas.
Secara alamiah, Kinara juga berusaha untuk membalas ciuman Dareen dengan gerakan kecil yang ia pelajari lewat nalurinya. Tangan Kinara yang awalnya mencengkram erat kemeja Dareen kini mulai membuat gerakan lembut untuk mengusap d**a pria itu.
Entah inisiatif dari mana, namun tiba-tiba tangan Kinara bergerak semakin kebawah. Ia menelusuri bagian tubuh Dareen hingga—
“Zeline! Ini tidak benar..” Dareen melepaskan ciumannya dan menatapnya dengan pandangan menyesal.
Kinara menarik tangannya dan membalas tatapan Dareen dengan kebingungan. Apakah.. apakah ia melakukan kesalahan?
“Maafkan aku, tapi aku tidak akan berhenti jika kamu menyentuhku terlalu jauh.”
Kinara mengernyitkan dahinya. Lalu untuk apa ia berhenti?
“Jadi apa masalahnya?” Tanya Kinara.
“Apa?” Dareen menyipitkan matanya. “Bukankah kamu sendiri yang mengatakan jika kita tidak akan melakukan apapun sebelum kita menikah?”
Seketika itu juga pandangan Kinara terasa gelap. Darahnya seakan berhenti berdesir dan wajahnya mulai memucat ketika menyadari kesalahannya.
Oh tidak, kali ini Kinara benar-benar melakukan kesalahan yang sangat fatal.
“Ada apa denganmu? Kamu melupakan permintaanmu sendiri?”
Kinara memilin kedua jarinya, benar-benar merasa sangat gugup dengan pertanyaan yang diajukan oleh Dareen.
“Ak—aku. Aku benar-benar tidak sadar dengan apa yang aku lakukan.” Kinara menjawab sambil menundukkan kepalanya.
“Aku juga bersalah dalam kejadian ini. Maafkan aku..” Dareen memundurkan langkahnya dan meninggalkan Kinara begitu saja.
Setelah kepergian pria itu, lutut Kinara kembali melemas. Ia tidak sanggup menahan dirinya sendiri, dan akhirnya luruh ke lantai dengan kedua tangan yang masih berusaha meraih tumpuan untuk kembali bangkit berdiri.
Oh tidak, kesalahan apa yang baru saja Kinara lakukan?