Bab 25

1357 Kata
Zeline termenung sendirian di dalam kamarnya. Mulai merasa jengah dengan kehidupan keluarnya yang terasa tidak masuk akal. Keluarga yang selalu Zeline kira baik-baik saja, nyatanya tidak sebaik yang ia pikirkan. kehancuran keluarga mereka semakin nyata, membuat Zeline merasa ketakutan untuk menatap masa depannya. Suatu saat nanti, akankah Zeline merasakan apa yang dirasakan oleh orang tuanya? Mulai merasa jengah satu sama lain, mulai terbiasa untuk tidak bertegur sapa, lalu perlahan mereka mulai melangkah ke arah yang berbeda. Apakah semua kisah cinta akan berakhir demikian? “Apa yang terjadi? Kenapa kamu duduk sendirian di dalam kamar?” Zeline menolehkan kepalanya, benar-benar sangat terkejut ketika mendengar suara Dareen. Lebih terkejut lagi ketika melihat Dareen berdiri di ambang pintu kamarnya. “Kamu? Apa yang kamu lakukan di sini?” Zeline langsung bangkit berdiri lalu berjalan ke arah Dareen dengan tenang. Sesekali Zeline memalingkan wajahnya untuk menghapus sisa air mata. Begitu sampai di hadapan Dareen, Zeline segera melingkarkan tangannya di pinggang pria itu. Memeluk Dareen dengan erat, mulai merasa lebih baik ketika berhasil menemukan sandaran setelah menahan dirinya selama beberapa hari terakhir. “Zeline? Ada apa?” Dareen membalas pelukan Zeline. Sesekali pria itu mengusap punggung Zeline dengan lembut. Tampaknya Dareen berusaha untuk memberikan pelukan terbaik demi bisa menenangkan Zeline meskipun ia sendiri masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Bagimana kamu bisa datang ke sini?” Zeline bertanya masih dengan tangan yang melingkar di tubuh Dareen. “Apa ada yang salah jika aku datang untuk menemui kekasihku yang berhenti bekerja seharian ini?” Zeline mengernyitkan dahinya. “Bagaimana kamu bisa tahu jika aku tidak bekerja?” Tanya Zeline. “Tentu saja aku tahu.” Dareen mengecup puncak kepala Zeline dengan lembut. “Jadi, apakah kamu mau menceritakan masalahmu padaku?” Tanyanya. Zeline menggelengkan kepalanya. Merasa ragu jika dia harus menceritakan keadaan keluarganya yang berada di ambang kehancuran. Hanya dalam hitungan hari, kabar perceraian orang tuanya pasti akan menjadi topik pembicaraan di kalangan pebisnis. Dareen pasti juga akan mendengarkan berita tersebut tanpa perlu Zeline ceritakan. Masalahnya, Zeline terlalu malu dengan kekacauan keluarganya. Dia tidak tahu bagaimana cara untuk menjelaskan kepada Dareen mengenai keadaan keluarganya. Jika benar ayahnya memiliki isti dan anak lain, maka sebentar lagi berita itu juga pasti akan diketahui oleh banyak orang. “Aku.. aku mengunjungi Kinara. Aku datang ke rumahnya dan menghabiskan sepanjang jam makan siang untuk berbicara dengannya..” Kata Zeline sambil tersenyum singkat. Satu hal yang tidak bisa ia lakukan ketika sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dari Dareen, yaitu menatap matanya. “Menemui Kinara?” Dareen bertanya dengan raut keheranan. “Ya.. ya, aku menemuinya. Aku masih merasa khawatir dengan keadaannya. Tapi ternyata dia sudah baik-baik saja, dia juga sudah bisa berjalan sekalipun masih membutuhkan bantuan orang lain untuk menuntunnya.” Zeline menceritakan perkembangan keadaan Kinara dengan antusias. “Oh ya? Itu berita yang baik. Tapi kenapa tiba-tiba kamu datang ke sana, Zeline? Bukankah seharusnya hari ini kamu bekerja?” Tanya Dareen. Sama seperi Dareen, Zeline juga memiliki semangat kerja yang sangat tinggi. Mereka  tidak akan pernah mengorbankan waktu bekerja untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. Bagi Zeline dan Dareen, jika mereka tidak bertanggung jawab mengenai waktu bekerja, maka mereka juga tidak akan bisa bertanggung jawab untuk hal kecil lainnya. “Aku.. aku merasa sedikit bosan. Jadi aku menemui Kinara untuk berbicara mengenai beberapa hal perempuan. Kamu tidak perlu tahu!” Zeline tersenyum singkat “Hal perempuan? Kira-kira apa yang dibicarakan kekasihku dengan Kinara? Kurasa aku harus menghubungi Kinara agar dia bisa menceritakan apa yang kalian bicarakan.” Zeline membelakkan matanya lalu memukul bahu Dareen dengan gerakan dramatis. “Berhentilah ingin tahu tentang kehidupanku!” Zeline menatapnya dengan pandangan geli. “Bagaimana bisa aku tidak ingin tahu tentang kehidupan kekasihku sendiri?” Dareen kembali menampilkan tatapan dramatis. Pria itu melangkahkan kakinya mendekat lalu mengurung Zeline di antara dinding dan lengannya. Aroma tubuh Dareen tercium sangat jelas. Perpaduan antara pengharum pakaian rumahan dengan parfum maskulin yang ia kenakan menghasilkan aroma khas yang hanya Zeline temukan setiap kali ia berada di dekat Dareen. Pria itu menjadi salah satu orang dengan aroma khas yang sangat Zeline sukai. “Aku kadang bertanya-tanya bagiamana kita bisa menjalani hari tanpa saling berbicara satu sama lain. Kira-kira sampai kapan kita akan seperti ini?” Tanya Dareen sambil membela rahang Zeline. Gerakan tangan pria itu terasa sangat lembut. Membuat Zeline merasa bergetar ketika Dareen berhasil menyentuh titik-titik sensitifnya. “Dareen..” Zeline menggenggam jari Dareen, menghentikan gerakan yang sengaja dibuat oleh pria itu. “Maafkan aku.” Dareen memundurkan langkahnya lalu menatap Zeline dengan pandangan menyesal. “Aku selalu terbawa suasana..” Pria itu menggelengkan kepalanya dengan pelan. Zeline tersenyum dengan tenang. Selama ini Dareen tidak pernah melewati batas-batas yang telah mereka sepakati sejak awal. Dareen berusaha keras untuk menghormati keputusan Zeline, bahkan pria itu akan selalu meminta maaf setiap kali ia hampir melakukan hal-hal di luar batas. “Ada apa?” Tanya Zeline sambil menarik tangan Dareen untuk duduk di ranjang miliknya. Tidak biasanya Dareen datang mengunjungi Zeline di hari kerja yang sibuk, jika pria itu datang, maka kemungkinan terjadi sesuatu yang buruk. Bagi seorang pria seperti Dareen, menjaga ekspresi dan emosi sepanjang hari adalah hal yang biasa untuk dilakukan. Namun ketika ia mulai merasa tidak sanggup menahan diri, maka dia akan pergi mencari ketenangan dengan cara menemui Zeline. Selama ini Zeline selalu merasa terhormat karena selalu menjadi tempat tujuan Dareen ketika pria itu mulai lelah menghadapi dunia pekerjaan yang sering kali memiliki banyak masalah dalam waktu yang bersamaan. “Kakakku akan menikah setelah dia kembali dari Singapura, tapi Papa dan Mama masih belum memberikan izin kepada mereka. Saat ini Mama sedang menjalani perawatan di rumah sakit karena bertengkar dengan kakakku.. Sementara itu, keadaan kakakku di Singapura juga semakin memburuk. Luka jahitan operasinya mengalami infeksi.” Zeline menutup mulutnya dengan prihatin. Cukup terkejut ketika mengetahui bagaimana keadaan keluarga Dareen. Zeline mengenal Dania, kakak kandung Dareen dengan sangat baik. Mereka sering bertemu untuk membahas beberapa projek pemotretan karena Dania selalu meminta Zeline untuk menjadi model bagi produk kecantikan yang didirikan secara mandiri oleh wanita itu. sekalipun dibesarkan di dalam keluarga yang menguasai bisnis properti, Dania lebih tertarik dengan bisnis kecantikan seperti skin care dan make up. Sementara itu, Zeline juga cukup sering bertemu dengan orang tua Dareen. Sesekali mereka mengadakan acara makan malam bisnis dimana Zeline akan selalu diundang sebagai perwakilan perusahaan ayahnya sekaligus sebagai kekasih Dareen. Selama ini mereka selalu menerima Zeline dengan baik sehingga Zeline mengira jika orang tua Dareen tidak terlalu peduli deng kriteria pasangan untuk anak-anak mereka, tapi ternyata ada sebuah permasalahan yang berhubung dengan pasangan Dania. “Aku turut prihatin. Aku akan mengunjungi ibumu besok pagi..” Zeline mengusap punggung Dareen dengan pelan. Untuk sejenak Zeline mulai melupakan masalahnya sendiri. Dia fokus mendengarkan cerita Dareen mengenai keadaan keluarganya yang sedang mengalami masalah selama beberapa bulan belakangan ini. Mulai dari keputusan Dania untuk tidak ikut campur dengan bisnis keluarga, hingga pilihannya untuk menikahi pria dari keluarga biasa. “Aku tidak tahu kenapa Papa dan Mama sangat menentang hubungan kakakku. Mereka sudah menjalin hubungan selama lebih dari 4 tahun. Mereka saling mengenal dengan baik, jadi.. apa yang harus dikhawatirkan? Usia Kak Dania juga sudah lebih dari cukup untuk ukuran seorang wanita yang ingin menikah.” Zeline menganggukkan kepalanya, dia hanya ingin mendengarkan cerita Dareen tanpa memberikan interupsi ataupun nasehat. Menurut Zeline, Dareen sudah tahu bagaimana cara untuk menyikapi keadaan ini, pria itu sama sekali tidak membutuhkan saran ataupun nasehat. Dia hanya membutuhkan tanpa untuk mengekspresikan perasaannya. “Lalu apa yang akan kamu lakukan?” Ketika Dareen berhenti bercerita, Zeline mulai mengajukan pertanyaan untuk pria itu. “Menurutmu, aku harus memihak siapa?” Tanya Dareen. “Keduanya.” Jawab Zeline. “Bagaimana caranya?” “Dukung Kak Dania untuk membuktikan kepada keluargamu jika kekasihnya layak untuk mendapatkan wanita hebat seperti dirinya, dan kamu juga harus mendukung orang tuamu yang ingin mendapatkan pria baik untuk dijadikan suami Kak Dania.” Setelah selesai mengatakan kalimat tersebut Zeline menundukkan kepalanya dengan perlahan. Dareen berhasil membagi masalahnya dengan Zeline, pria itu mempercayai Zeline sebagai tempat sandaran ketika ia mulai merasa bimbang, namun Zeline masih belum bisa melakukan hal yang sama. Kira-kira.. apakah Dareen akan marah ketika ia mendengar kabar perceraian orang tua Zeline dari orang lain?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN