Bab 24

1066 Kata
Hal pertama yang Zeline lakukan begitu ia sampai di rumah adalah menemui ibunya yang sedang duduk di dekat taman belakang. Wanita itu tampak bersantai sambil menikmati secangkir teh dengan beberapa potong kue kering yang disajikan di atas piring cantik. Sejak semalam Zeline sudah memikirkan mengenai apa yang ingin ia bicarakan dengan ibunya. Salah satunya adalah bagaimana perasaan wanita itu. Karena jujur saja, sebagai seorang wanita, Zeline sangat memahami bagaimana perasaan ibunya. “Hei, sayang. Kamu sudah pulang? Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” Seperti yang sudah Zeline perkirakan, ibunya pasti akan menanyakan tentang pekerjaannya. “Aku tidak bekerja.” Jawab Zeline sambil ikut duduk di samping ibunya. “Oh ya? Kenapa? Apakah tidak ada pemotretan hari ini?” Zeline menatap ibunya sejenak, merasa cukup miris karena lagi-lagi mereka harus membahas tentang pekerjaan. Sama sekali tidak ada pembahasan layaknya seorang ibu dan anak yang sedang merasa sedih karena harus menghadapi perpisahan orang tuanya. “Aku memiliki jadwal yang sangat sibuk. Sepanjang hari aku akan terus berada di depan kamera. Tapi hari ini aku sama sekali tidak bisa bekerja. Rasanya akan semakin sulit untuk berkonsentrasi karena...” Zeline tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.   “Karena perceraian kami?” Pertanyaan itu membuat Zeline semakin menundukkan kepalanya. Rasanya Zeline masih belum siap jika harus membicarakan tentang perceraian orang tuanya. Apalagi mereka masih tinggal bersama layaknya pasangan yang baik-baik saja. “Mungkin..” Ibunya tersenyum lalu mengusap kepala Zeline dengan pelan. Sekalipun usia Zeline sudah beranjak dewasa, dia masih sering merindukan perhatian ibunya. Bahkan Zeline masih sering memikirkan kejadian saat ia masih kecil, ketika orang tuanya masih belum sesibuk sekarang. “kami bercerai bukan karena kami saling membenci. Justru sebaliknya, kami tidak ingin saling menyakiti satu sama lain. Rasanya sangat sulit ketika kami harus tinggal berjauhan dalam waktu yang cukup lama. Tapi kami juga tidak bisa memaksakan kehendak masing-masing. Mama sangat mendukung karir Papa, begitu juga dengan Papa yang sangat mendukung perkembangan karir Mama. Kami tidak bisa mengorbankan mimpi masing-masing, kami juga tidak ingin semakin larut di dalam hubungan yang kacau. Satu-satunya jalan yang dapat kami tempuh adalah perceraian.” Zeline tidak pernah tahu bagaimana kisah cinta antara orang dewasa. Zeline tidak tahu seberapa keras orang tuanya berjuang untuk satu sama lain, namun Zeline mengagumi pemikiran mereka yang tidak ingin mengorbankan mimpi masing-masing. Mereka ingin tetap memiliki hubungan baik saling menyakiti. “Mama mengenal Papa sejak dia masih muda. Ada banyak hal yang kami lalui bersama. Tidak mudah untuk mengambil keputusan bercerai. Tapi inilah satu-satunya keputusan terbaik yang dapat kami ambil.” Zeline menganggukkan kepalanya dengan pelan. Mungkin saat ini Zeline masih belum bisa menerima keputusan orang tuanya, tapi Zeline yakin dia pasti akan bisa memahami apa yang diinginkan oleh kedua orang tuanya. Kadang, pemikiran seseorang akan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Yang saling mencintai akan mulai memahami jika cinta bukan komponen utama dalam sebuah hubungan. Dan yang hidup bersama belum tentu mendapatkan kebahagiaan. Lantas pilihan apa yang harusnya diambil oleh Zeline? Tetap berada dalam hubungan dimana dia harus mengorbankan karirnya? Atau meninggalkan segalanya untuk mengejar sesuatu yang masih belum tentu membuatnya bahagia? “Kamu mungkin akan sulit menerima keputusan kami. Tapi, Zeline.. Kami juga tidak pernah menginginkan sebuah perpisahan. Semuanya terjadi begitu saja.” “Aku mengerti, Mama. Aku hanya ingin bicara dengan Mama karena kupikir semua ini pasti membuat Mama merasa terguncang..” Zeline memeluk ibunya dari samping. Merasakan simpati yang ia tujukan kepada ibunya sendiri. “Semua ini memang membuat mama bersedih, Zeline. Tapi hidup harus terus berjalan. Kita tidak bisa berada di tempat yang sama. Salah satu dari kami harus mulai membuat perubahan.. dan sepertinya Papamu akan mengambil langkah pertama.” Zeline mengernyitkan dahinya, merasa sedikit kebingungan ketika mendengarkan penjelasan tersebut. “Ada apa? Apakah Mama menyembunyikan sesuatu dariku?” Tanya Zeline. “Kamu tidak perlu tahu. Satu-satunya hal yang harus kamu lakukan adalah memberikan dukungan terbaik untuk kami berdua.” Zeline menggelengkan kepalanya dengan pelan. Merasa tidak bisa menerima ketika ibunya menyembunyikan sesuatu secara gamblang. Alasan di balik perceraian mereka masih belum sepenuhnya diketahui oleh Zeline. “Ada apa?” Tanya Zeline. Lalu tiba-tiba ibunya mulai menangis. Wanita itu terisak dengan pelan, beberapa kali ia kesulitan bernapas karena tidak dapat mengendalikan tangisannya. “Mama... apakah terjadi sesuatu yang tidak aku ketahui?” Zeline kembali mengajukan pertanyaannya. “Berjanjilah untuk tidak membenci Papamu..” Zeline menatap ibunya dengan pandangan tidak percaya. Ternyata benar, ada sesuatu yang sengaja tidak diceritakan kepada Zeline. Orang tuanya masih merahasiakan alasan perpisahan mereka, padahal mereka sendiri yang mengatakan jika Zeline berhak untuk mengatakan pendapatnya mengenai rencana perceraian tersebut. “Apa yang terjadi, Mama?” Tanya Zeline dengan mata yang mulai terasa pedih. “Dia sudah memiliki anak dengan wanita lain. Seorang wanita yang ia temui di luar negeri. Mereka mungkin jatuh cinta lalu saling berhubungan untuk waktu yang lama..” Zeline menutup mulutnya dengan air mata yang terus mengalir. Merasa tidak sanggup untuk menerima kenyataan jika ia adalah seorang anak dari pria yang b******k. Ayahnya.. dia telah menghancurkan kepercayaan Zeline. Membuat Zeline semakin membenci keluarganya sendiri. “Zeline! Kamu akan pergi kemana?” Ibunya langsung berusaha menghentikan Zeline ketika ia bangkit berdiri dan bersiap untuk meninggalkan taman belakang. “Biarkan aku sendirian... ini terlalu sulit untuk aku percaya..” Zeline berbicara dengan suara bergetar, benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut yang masih ia rasakan. “Semuanya sudah terjadi, Zeline. Kita tidak akan bisa melakukan apapun!” Ibunya kembali berbicara. Zeline mengusap air matanya dengan kasar. Untuk saat ini, tidak ada satupun hal yang dapat Zeline lakukan selain menghindari kedua orang tuanya. Dimulai dari kabar perceraian yang sangat mengejutkan, lalu dilanjutkan dengan alasan-alasan tidak masuk akal yang benar-benar sulit untuk diterima. Setelah ini, penjelasan apa lagi yang harus ia dengarkan? “Aku ingin sendirian, Mama. Tolong jangan menggangguku..” “Mama bisa memberikan penjelasan kepadamu kapanpun kamu siap mendengarkan. Sejujurnya, masih ada banyak masalah yang kami simpan darimu..” Zeline tersenyum singkat. Merasa miris dengan dirinya sendiri karena selama ini dia tidak pernah mengetahui bagaimana keadaan rumah tangga kedua orang tuanya. Zeline berpikir jika mereka tetap baik-baik saja sekalipun harus terpisah oleh jarak dan waktu. Tapi ternyata, segala sesuatu yang selama ini Zeline anggap baik-baik saja justru meledak layaknya bom waktu yang memberikan efek hancur pada segala hal yang berada di sekitarnya. “Untuk saat ini, akan lebih baik jika Mama menyimpan semuanya. Kurasa aku tidak perlu tahu terlalu banyak. Aku tidak siap untuk memaafkan, jadi aku tidak ingin menciptakan kepahitan di dalam hatiku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN