Bab 18

1696 Kata
Setelah sampai di rumah sakit, Dareen segera mengangkat Kinara untuk keluar dari mobil. Sementara itu Zeline berjalan masuk ke dalam rumah sakit untuk mengambil kursi roda. Kinara menahan napas ketika ia berada dalam posisi yang sangat dekat dengan Dareen. Harum tubuhnya kembali tercium dengan sangat jelas, wajahnya yang terpahat sempurna berada tepat di atas mata Kinara yang terbuka lebar untuk merekam setiap pemandangan indah dari tubuh pria itu. Sempurna.. sangat sempurna. Bagaimana mungkin Zeline menikmati pemandangan ini setiap hari? “Aku akan mendorongnya..” Kata Dareen ketika Kinara sudah berhasil duduk di kursi roda. Zeline yang awalnya berdiri di belakang, kini mulai berjalan di samping Kinara. “Aku akan melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Bisakah aku meminjam KTP milikmu, Kinara?” Tanya Zeline. Kinara menganggukkan kepalanya dan segera mengeluarkan KTP yang tersimpan di dompetnya. “Tunggu di sini saja, aku tidak akan lama.” Kata Zeline ketika Dareen mendorong kursi roda Kinara untuk mengikuti perempuan itu. “Baiklah.” Jawab Dareen dengan santai. Setelah itu Zeline berjalan ke arah loket pendaftaran yang ada di sudut kiri ruangan. Entah pemeriksaan apa yang akan dijalani oleh Kinara, tapi yang pasti Kinara berharap uang yang ia bawa cukup untuk membayar semua biaya pemeriksaannya. “Kamu terlihat sangat tegang. Jangan khawatir, kamu akan melakukan pemeriksaan menyeluruh agar bisa segera mengetahui bagaimana keadaan kakimu. Jika bisa, mungkin kita juga harus melakukan fisioterapi agar kamu bisa kembali berjalan dengan normal.” Kata Dareen sambil duduk di samping kursi roda Kinara. Pemeriksaan menyeluruh? Ya ampun, berapa biaya yang harus ia keluarkan untuk membayar tagihan rumah sakit? “Tidak perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh. Hanya kakiku yang terluka..” Kinara berbicara dengan sedikit gugup. “Kakimu terlihat bengkak. Apakah kamu mengompresnya dengan air panas?” Tanya Dareen sambil menundukkan pandangannya. Tangan pria itu terulur untuk menyentuh pergelangan kaki Kinara yang sedikit bengkak. Semalam Kinara tidak bisa tidur karena pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Oleh sebab itu Kinara mengoleskan minyak aromaterapi setiap 5 menit sekali agar ada sensasi panas untuk menyamarkan nyeri di kakinya. “Aku tidak memberikan kompresan apapun.” Jawab Kinara dengan pelan. “Seharusnya kamu mengompres menggunakan air es agar tidak terjadi pembengkakan. Kakimu akan semakin terasa nyeri jika tidak dikompres.” Dareen mengusap kakinya dengan perlahan. Napas Kinara berhenti seketika. Ia merasa sangat terkejut dengan perbuatan Dareen. Jika Dareen memperlakukan perempuan yang baru ia kenal dengan sangat baik, lalu kira-kira sebaik apa Dareen memperlakukan Zeline? “Kamu.. Jangan menyentuh kakiku. Itu membuatku merasa tidak nyaman.” Kinara berusaha memundurkan kakinya, tapi saat digerakkan kakinya akan semakin terasa sakit. Oleh sebab itu Kinara memberikan peringatan kepada Dareen agar pria itu berhenti menyentuh kakinya. “Tidak perlu sungkan denganku. Kita berteman, bukan?” Dareen menatap Kinara dengan serius. Lagi-lagi Kinara merasa jika dunianya berhenti. Tatapan Dareen membuatnya kehilangan kata-kata, pikirannya kosong, dan satu-satunya hal yang menjadi perhatian Kinara adalah tatapan Dareen yang begitu menenangkan. “Aku sudah mendaftarkan Kinara. Kita hanya perlu menunggu giliran untuk rontgen dan MRI.” Zeline tiba-tiba datang sambil membawa bukti pendaftaran pasien yang ia dapatkan. Zeline juga mengembalikan KTP milik Kinara yang sempat ia bawa. “Berapa lama kita harus menunggu?” Tanya Dareen. “Mungkin sekitar 5 atau 10 menit lagi. Aku tidak tahu. Ada beberapa orang yang datang lebih pagi, jadi kita harus mengantri di sini.” Jelas Zeline. Kinara menatap jam dinding yang ada di sudut kanan ruangannya. Sekarang sudah hampir pukul 9. Seharusnya masih belum terlalu siang, tapi ternyata ada banyak orang yang datang lebih pagi dari pada mereka. “Berapa biaya pendaftaran? Aku harus segera mengganti uangmu.” Kinara berbicara sambil mengeluarkan uang dari dompetnya yang tampak lusuh dan warnanya mulai memudar. “Hei, tidak perlu membayar di sini..” Zeline segera menghentikan gerakan tangan Kinara. Zeline tampak melirik ke arah Dareen sebelum kembali berbicara. “Mungkin kita bisa diskusikan tentang uang pembayaran setelah semua pemeriksaan selesai dilakukan. Apalagi di sini ada banyak orang.. Sebaiknya simpan dulu uangmu. Kita bisa bicarakan lagi mengenai pembayaran saat sudah kembali ke mobil.” Katanya sambil tersenyum. Kinara menatap ke sekelilingnya, tampak ada banyak orang yang mulai mengarahkan perhatian mereka kepada Zeline. Penampilan Zeline memang terlihat sederhana, tapi pesona perempuan itu tidak bisa dilewatkan begitu saja. Semua orang pasti akan memusatkan pandangan mereka kepada Zeline sekalipun wanita itu sedang tampil dengan pakaian sederhana. Kinara harus mengakui jika pakaian sederhana versi Zeline sangat berbeda dengan standar sederhana versi orang biasa. Tatapan mata penasaran orang-orang yang sedang duduk di ruang tunggu tentu membuat Zeline merasa sedikit terganggu. Oleh sebab itu Zeline berusaha keras untuk tidak melakukan sesuatu yang mencolok perhatian. Ya, sebaiknya Kinara memang menyimpan kembali uangnya. *** Kinara mulai keluar dari ruangan dingin tempat ia melakukan konsultasi dengan seorang dokter ahli. Tidak main-main, Zeline memilih seorang dokter senior yang melayani konsultasi dengan kelas terbaik di rumah sakit. Melakukan konsultasi dengan dokter ahli memang terasa sangat menyenangkan. Pria itu memberikan banyak penjelasan yang sangat mudah untuk dimengerti, caranya menenangkan Kinara karena ia merasa panik saat kakinya masih belum bisa digerakkan secara bebas juga membuat Kinara merasa lebih tenang. Satu hal yang Kinara pelajari dari perlakuan yang ia dapatkan hari ini; uang mengubah segalanya. Lalu sekarang, Kinara tiba pada topik pembicaraan serius yang membuatnya merasa sedikit cemas. “Berapa biaya pemeriksaanku hari ini?” Tanya Kinara sambil menatap Zeline yang duduk di hadapannya. Mereka memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran mewah karena sekarang sudah hampir jam makan siang. Zeline hanya memesan makanan ringan, sementara Dareen memesankan beberapa olahan seafood untu mereka berdua. Sembari menunggu pesanan itu datang, Kinara membuka percakapan dengan menanyakan besar biaya pemeriksaannya. “Begini, Kinara.. aku dan Zeline merasa bersalah atas insiden yang menimpamu, jadi.. bagaimana jika kamu membiarkan kami membayar tagihan pemeriksaan ini?” Tanya Dareen setelah ia saling menatap dengan Zeline selama beberapa saat. Kinara mengerjapkan matanya. Dia tidak menyangka jika Dareen dan Zeline akan berbuat sejauh ini untuk bertanggung jawab atas kecelakaan yang bukan salah mereka. “Aku bisa membayar tagihanku sendiri. Jadi.. tolong jangan membuatku semakin merasa tidak nyaman.” “Tidak, tentu saja kami tidak bermaksud demikian. Namun.. kita berteman, bukan? Jadi bisakah kamu menerima maksud baik kami? Kami benar-benar merasa bersalah—” “Itu bukan salah kalian.” Potong Kinara dengan telak. Zeline tampak menarik napasnya sebelum tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Biarkan aku membayar biaya pemeriksaanku. Teman tidak membayar tagihan biaya temannya. Kalian seakan ingin memberikan santunan kepada anak kurang mampu jika masih memaksa untuk membayar tagihanku.” Kinara kembali berbicara. “Kamu tahu jika kami tidak bermaksud demikian.” Kata Dareen. Kinara menganggukkan kepalanya. “Baiklah, jika kamu memang merasa tidak nyaman dengan apa yang kami lakukan. Ini adalah daftar biaya pemeriksaanmu.” Zeline mengeluarkan kertas bukti pembayaran yang ia lakukan di rumah sakit. Kinara mengulurkan tangannya untuk memeriksa daftar tersebut. Lalu.. matanya melotot ketika menatap nominal biaya total yang ada di ujung kiri bawah. Tujuh juta delapan ratus ribu rupiah? Astaga, apakah mereka sudah gila? Pemeriksaan apa yang menghabiskan uang hingga jutaan rupiah? Wajah Kinara pucat seketika. Ia merasa menyesal karena telah memaksa Zeline mengeluarkan bill pembayaran. Menjadi sombong di hadapan orang kaya memang hal yang sangat memalukan. Kinara tidak tahu apa yang harus ia katakan kepada Zeline dan Dareen. Uang yang ada di dompetnya kurang dari lima ratus ribu rupiah, dari mana dia bisa mendapatkan tujuh juta tiga ratus ribu rupiah dalam waktu yang singkat? Omset toko bajunya tidak sampai sebesar itu dalam satu bulan. Lalu apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia katakan? “Pesanan kita sudah sampai, bagaimana jika kita membahas hal itu setelah makan?” Tanya Dareen sambil mengambil kembali bill pembayaran yang masih ada di tangan Kinara. Pria itu tersenyum dengan tulus lalu mengulurkan piring berisi masakan laut seperti kepiting, udang, dan cumi-cumi. Seketika, pikiran Kinara terpusat pada makanan yang ada di hadapannya. Rasanya cukup mengejutkan ketika mendapatkan berbagai makanan laut dalam satu menu yang sama. Biasanya Kinara hanya bisa makan kepiting dihari ulangtahunnya, itupun hanya ada satu kepiting yang dimasak oleh ibunya khusus untuk Kinara, sementara kedua orang tuanya hanya akan mencicipi kuah dari masakan tersebut. Lalu.. sekarang Kinara mendapatkan kepiting yang ukurannya dua kali lipat dari kepiting yang dimasak setahun sekali oleh ibunya. Bukan hanya kepiting, tapi juga berbagai hewan laut lainnya yang harganya cukup mahal. “Kamu suka masakan laut, bukan? Tidak ada alergi seperti Zeline?” Tanya Dareen. Kinara mengangkat pandangannya dan menatap Zeline yang memesan kripik kentang dan es krim coklat. Perempuan itu juga menjauhkan tempat duduknya ketika pesanan makanan Kinara dan Dareen datang. Tampaknya Zeline menjauh karena tidak ingin mencium aroma masakan laut. “Aku suka masakan laut..” Tanpa sadar Kinara menjawab dengan antusias. Sangat bertolak belakang dengan sikapnya saat sedang membahas masalah bill pembayaran rumah sakit. “Bagus! Kita bisa sering berkunjung ke sini dan menyiksa Zeline yang hanya bisa memesan makanan ringan!” Dareen tertawa pelan sambil mengusap kepala Zeline yang tampak dongkol dengan leluconnya. Lagi-lagi, Kinara melakukan hal di luar kesadarannya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan ekspresi bahagia. Begitu menyadari tingkahnya yang memalukan, Kinara berusaha menguasai diri dan kembali menampilkan ekspresi datar seperti sebelumnya. “Dareen selalu ingin makan masakan laut setiap saat, tapi aku alergi dan merasa mual jika mencium aroma seafood. Rasanya menyenangkan ketika tahu dia mendapatkan rekan untuk menghabiskan makanan laut kesukaannya.” Kata Zeline. Zeline merasa mual jika dia mencium aroma masakan laut, tapi dia masih tetap bisa berbicara sambil tersenyum seakan tidak ada hal yang membuatnya merasa terganggu. Kinara cukup takjub dengan cara Zeline mempertahankan ekspresinya di segala situasi. “Kita harus sering mengunjungi tempat ini, Kinara. Bukankah lebih menyenangkan jika kita bisa makan bersama-sama?” Tanya Dareen. Kinara menganggukkan kepalanya dengan pelan. Oh astaga, jika Dareen menyukai makanan laut, kenapa dia tidak berpacaran dengan seorang wanita yang juga menyukai makanan laut? Kenapa... Kenapa dia malah memilih untuk mengikuti kekasihnya yang tidak suka seafood. Sungguh tidak adil karena Dareen lebih suka mengorbankan selera makanannya demi bisa mengikuti apa yang disukai oleh kekasihnya. Untuk sesaat, rasa iri kembali menguasai hatinya. Membuat Kinara ingin mendapatkan hal-hal yang tidak seharusnya ia harapkan. Ayolah, siapa yang tidak menginginkan posisi Zeline? Duduk di samping pria dengan penampilan dan sifat yang sempurna. Dareen memiliki segalanya.. tapi Zeline juga demikian. Mereka seperti dua orang sempurna yang memang ditakdirkan bersama. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN