Bab 19

1806 Kata
Zeline menatap Dareen dan Kinara yang tampak menikmati seafood dengan lahap. Sesekali mereka saling bergurau dan berebut masakan lain yang yang juga berbahan dasar seafood. Zeline merasa sedikit ngeri ketika melihat mereka berdua makan. Sejujurnya Zeline juga ingin melakukan hal yang sama dengan Dareen dan Kinara, makan bebas tanpa perlu memikirkan berapa kenaikan berat badannya, tapi Zeline harus puas dengan sepikirng kentang goreng yang hanya ia habiskan sebagian. Tidak ada makanan yang bisa Zeline makan dengan puas, dia harus memikirkan banyak hal, seperti jumlah kalori di tubuhnya, bentuk badannya, dan kenaikan berat badannya. Entah sampai kapan Zeline terus menghawatirkan hal-hal tersebut. Namun Zeline percaya, dia harus membayar mahal untuk karir dan kesuksesan yang ia dapatkan. “Zeline..” Panggil Kinara dengan suara ragu. Zeline mengangkat pandangannya dari layar ponsel yang menampilkan notifikasi pesan yang dikirim oleh Alina. Mengabaikan pesan berisi kemarahan dan kemurkaan yang ditulis dalam kalimat panjang dengan huruf besar di setiap kalimatnya, Zeline memilih untuk mengunci layar ponselnya dan menaruh perhatian pada Kinara yang tampak sedikit gelisah. Dareen baru saja pamit untuk ke kamar kecil, sehingga sekarang hanya tersisa Zeline dan Kinara saja. “Ya, Kinara?” Zeline tersenyum sambil berbicara. Kinara menatap ke sekelilingnya sebelum kembali fokus pada Zeline. “Mengenai biaya pemeriksaanku...” Kinara tampak ragu ketika akan berbicara. Zeline mengulurkan tangannya untuk mengusap lengan Kinara dengan lembut. Sejujurnya, tanpa ada rasa merendahkan, Zeline mengetahui jika Kinara pasti akan keberatan untuk membayar tagihan tersebut. Zeline sengaja memilih pemeriksaan terbaik agar Kinara bisa segera pulih, tanpa Zeline sangka, Kinara justru ingin membayar tagihan tersebut. “Jangan khawatir.. Tagihan itu sudah seharusnya ditanggung oleh Dareen dan aku. Kami yang memaksamu untuk datang ke rumah sakit.” Zeline tersenyum dengan maklum. “Bisakah.. bisakah aku membayarnya dengan cara mencicil?” Tanya Kinara. Zeline menarik tangannya dengan perlahan. Merasa sedikit kagum pada tekad Kinara yang tidak goyah sama sekali. Kinara adalah perempuan muda yang memiliki pendirian teguh. Sekalipun ia hidup di keluarga yang sederhana, ia tidak mudah menerima bantuan dari orang lain selagi ia masih mampu untuk menanggungnya. Kekaguman Zeline pada Kinara semakin bertambah. “Tentu.. kamu bisa membayarnya dengan cara mencicil kapanpun kamu mau. Aku juga akan merahasiakan ini dari Dareen, jadi anggap saja pembicaraan kita selesai sampai di sini.” Zeline melirik ke sudut ruangan dimana ada Dareen yang sedang berjalan ke arah mereka setelah kembali dari toilet. Kinara juga tampak lega setelah mendengarkan penjelasan dari Zeline. Bagi Zeline, tidak masalah jika Kinara ingin membayarnya atau tidak, namun jika perempuan itu lebih nyaman apabila membayar tagihan tersebut, maka Zeline membebaskan Kinara untuk membayar dengan cara apapun. Yang paling penting adalah hubungan pertemanan mereka tetap baik-baik saja. Rasanya cukup menyenangkan ketika memiliki teman yang sama dengan Dareen. Selama ini Dareen dan Zeline hidup di lingkungan pertemanan mereka masing-masing. Teman Dareen tidak jauh dari rekan bisnisnya yang hanya akan melakukan pertemuan jika mereka memiliki kerja sama penting, lalu teman Zeline adalah beberapa model yang berada di agensi yang sama dengannya, juga ada beberapa model yang pernah melakukan pemotretan bersamanya. Namun, pertemanan mereka hanya sebatas say helo ketika sedang bertemu. “Apakah semuanya sudah selesai?” Tanya Dareen begitu ia kembali duduk di samping Zeline. “Aku sudah selesai sejak tadi.” Jawab Zeline sambil memperhatikan sisa kentang goreng yang ada di piringnya. Dareen menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dia mengambil beberapa kentang goreng dan mulai memakannya dengan tenang. Zeline tersenyum ketika melihat Dareen menghabiskan sisa kentang gorengnya. Dalam setiap acara makan bersama, Dareen pasti akan menghabiskan makanan Zeline yang sudah tida sanggup ia makan. Dareen seakan memahami betapa sulitnya Zeline menjaga berat tubuhnya, asalkan Zeline mau makan sebagian, maka pria itu tidak akan pernah protes. “Bagaimana jika kita pulang sekarang?” Tanya Dareen. “Baiklah.” Jawab Kinara dan Zeline di waktu yang hampir bersamaan. *** Setelah pulang dari rumah Kinara, Zeline dan Dareen langsung melanjutkan perjalanan pulang karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Kinara. Setelah melakukan pemeriksaan, Kinara membutuhkan waktu untuk tidur agar dia bisa merasa sedikit lebih tenang. “Ke apartemenmu?” Tanya Zeline ketika menyadari jika Dareen mengambil arah yang berbeda dari arah rumahnya. Dareen memang memiliki apartemen di salah satu gedung pencakar langit yang terletak di tengah kota. Beberapa kali Zeline datang ke apartemen tersebut karena mereka merasa jauh lebih nyaman menghabiskan waktu di tempat yang privat dibandingkan berada tempat umum yang ramai. “Kamu tidak ada pekerjaan penting, bukan? Bagaimana jika mampir ke apartemenku?” Tanya Dareen. Zeline menganggukkan kepalanya dengan cepat. Tidak ada salahnya jika Zeline menghabiskan lebih banyak waktu dengan kekasihnya. Mereka selalu memiliki masalah dengan waktu pertemuan, jadi karena hari ini mereka sepakat untuk libur dari pekerjaan, sepertinya akan lebih menyenangkan jika Zeline menghabiskan waktu hingga malam hari. “Ingin menonton film atau memasak bersama? Kita sudah sangat lama tidak melakukan hal-hal receh yang menyenangkan.” Dareen menolehkan kepalanya, pria itu juga menggenggam tangan Zeline yang ada di atas pangkuannya. “Aku lebih suka menonton film.” Jawab Zeline sambil memutar bola matanya. Mereka baru saja makan di restoran seafood, jika Zeline memilih untuk memasak bersama, maka Zeline juga harus makan untuk yang kedua kalinya. Dareen tertawa pelan. “Bolehkan aku yang memilih filmnya?” Tanya Dareen. Zeline menyipitkan matanya sebelum memberikan jawaban. “Asalkan bukan film dewasa, aku akan mengikuti pilihanmu.” Dareen menolehkan kepalanya dengan gerakan dramatis sehingga membuat Zeline tidak bisa menahan tawanya. “Tentu saja bukan film dewasa!” Dareen mengacak rambut Zeline dengan cepat. “Tapi jika kamu memaksa, aku bisa merekomendasikan beberapa film dewasa yang tentu saja—” “Dareen!” Zeline memukul bahu Dareen dengan kesal. Wajahnya mulai memanas karena merasa malu. Entah kenapa Dareen sangat suka menggodanya dengan hal-hal yang memalukan. Zeline juga menyadari jika di usianya yang sudah cukup dewasa, percakapan tersebut seharusnya tidak menjadi hal tabu baginya. “Baiklah.. bagaimana jika kita menonton film horor?” Tanya Dareen. Sisa tawa masih terdengar jelas di suara pria itu, tapi ia berusaha untuk mengendalikan perasaan gelinya. “Aku yang akan memilih judul film. Kamu tidak bisa menolak atau melawan keputusanku..” Kata Zeline sambil melipat tangannya di depan d**a. Membuat gerakan seakan ia sedang marah kepada Dareen. “Tentu.. siapa yang bisa menolak perintah darimu, Nona?” Dareen menggoda Zeline dengan cara menarik ujung hidungnya. Untuk sesaat, mobil mereka diisi dengan suara tawa yang timbul akibat gurauan antara Zeline dan Dareen. Mereka sibuk menggoda satu sama lain hingga akhirnya lelah tertawa. Tiba-tiba suara ponsel Zeline berdering dengan nyaring. Sebuah nama yang sangat jarang tampil di layar ponselnya, kini menjadi pusat perhatian Zeline. Sedikit terkejut ketika membaca nama ibunya tertulis sebagai penelepon. “Kenapa hanya diam saja?” Melihat Zeline yang tampak linglung, Dareen segera menyadarkannya. Membuat Zeline kembali fokus pada layar ponselnya. “Aku sangat terkejut..” Zeline menjawab sambil mengusap layar ponselnya dan segera mengangkat panggilan tersebut. “Ya, Mommy? Ada apa?” Tanya Zeline. “Kamu sedang ada dimana, Zeline?” Zeline melirik Dareen sesaat, memperhatikan Dareen yang juga sedang menatapnya seakan pria itu penasaran dengan pembicaraan Zeline dengan ibunya yang super sibuk. “Aku.. sedang bersama dengan Dareen. Ada apa?” “Bisakah kamu pulang? Mommy dan Daddy sedang ada di rumah.” Kali ini, rasa terkejut Zeline terasa semakin lengkap. Mendapati ibunya menghubunginya adalah suatu hal yang cukup langka. Apalagi wanita itu mengatakan jika ia sedang ada di rumah, sedang ada di Indonesia. “Zeline? Bisakah kamu pulang?” Karena Zeline tidak kunjung memberikan jawaban, akhirnya ibunya kembali mengulangi pertanyaan yang sama. “Ya, tentu saja aku akan segera pulang. Sampai jumpa di rumah..” Kata Zeline sambil menutup panggilan teleponnya. Hembusan napasnya terdengar cukup berat sehingga menarik perhatian Dareen yang duduk di sisinya. Pria itu kembali mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Zeline dengan lembut. Mengirimkan rasa nyaman yang begitu menenangkan sehingga membuat Zeline merasa sedikit lebih baik. “Apakah aku terlihat gemuk?” Tanya Zeline dengan pelan. Ia menatap pantulan dirinya di kamera ponsel, memperhatikan bentuk wajahnya dan juga lehernya. Rasanya cukup mengejutkan ketika ibunya pulang secara tiba-tiba. Apalagi ayahnya juga datang bersama dengan ibunya. Zeline tidak ingin membuat ibunya merasa kecewa dengan perubahan penampilannya. Jika bentuk tubuhnya semakin buruk, maka Zeline pasti akan mendapatkan kritik dari ibunya. Sebagai seseorang yang sudah senior di bidang fashion, ibunya tentu selalu menuntut Zeline untuk memiliki tubuh yang sempurna. Bagi ibunya, tidak ada desainer yang mau menggunakan jasa seorang model dengan bentuk tubuh yang jelek. Oleh sebab itu, ibunya tidak akan segan memberikan kritik pedas setiap kali ia melihat tubuh Zeline lebih gemuk dari berat badan idealnya. Sejujurnya, berat badan Zeline selalu berada 5 kilogram di bawah berat idealnya. “Kamu sangat cantik..” Jawab Dareen sambil tersenyum tulus. Zeline menutup matanya sejenak. Bukan hanya menjadi cantik, tapi ibunya ingin Zeline menjadi perempuan yang sempurna. Penampilan yang menarik, tubuh yang sempurna, dan wajah yang menawan. Zeline harus memiliki semua itu agar pertemuan keluarganya berjalan dengan lancar. “Bukankah menggelikan ketika melihatku gugup saat akan bertemu dengan orangtuaku sendiri?” Tanya Zeline sambil menatap Dareen. Dareen menolehkan kepalanya lalu memberikan senyuman kecil yang menunjukkan pengertian pria itu terhadap keadaan Zeline saat ini. “Tidak ada yang salah dengan itu. Kita semua hidup dalam standar keluarga yang berbeda. Kamu dituntut untuk memiliki tubuh yang sempurna, aku dituntut menjalankan bisnis dengan baik, dan mungkin orang lain juga memiliki tuntutan-tuntutan lainnya..” Jelas Dareen. Zeline menganggukkan kepalanya. Salah satu alasan hubungan Zeline dan Dareen berjalan dengan lancar adalah persamaan nasib mereka dalam lingkungan keluarga yang selalu menekankan standar kesempurnaan kepada mereka berdua. Zeline mengerti bagaimana perasaan Dareen seperti Dareen memahami apa yang Zeline rasakan. “Bisakah kamu menemani aku? Mereka pasti juga ingin bertemu denganmu.” Kata Zeline. “Tentu, aku juga ingin bertemu dengan orangtuamu. Sudah lama kami tidak berbicara bersama.” Dareen sangat mengerti bagaimana keinginan orangtua Zeline. Apalagi ayahnya juga memiliki perusahaan properti seperti usaha yang Dareen jalankan. Setiap kali bertemu, mereka selalu memiliki topik pembicaraan menarik yang akan membuat setiap percakapan jadi mengalir dengan lancar. Berbeda dengan Dareen, Zeline justru merasa kikuk setiap kali ia berhadapan dengan orangtuanya sendiri. Pada dasarnya, Zeline bukan tipe orang yang pandai mencari topik pembicaraan, oleh sebab itu dia akan lebih banyak diam ketika berada di situasi yang membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi setiap kali mereka bertemu, maka hal pertama yang akan menarik perhatian ibunya adalah bentuk tubuh dan penampilan Zeline. “Jangan khawatir, penampilanmu sangat sempurna. Jika ada yang memberikan kritik, anggap saja sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap perkembangan karirmu.” Dareen kembali mengusap kepala Zeline. “Dari pada terlalu pusing memikirkan pendapat orang lain, bukan akan lebih baik jika kamu fokus pada kebahagiaanmu sendiri? Biarpun kamu memiliki karir yang bagus, jika kamu tidak bahagia... bukankah semua itu akan terasa sia-sia?” Pertanyaan yang diajukan oleh Dareen membuat Zeline tidak bisa berhenti menanyakan hal yang sama pada hatinya. Berulang kali Zeline memikirkan hal tersebut. Karirnya cukup bagus belakangan ini, penghasilannya juga semakin meningkat, tapi.. apakah dia bahagia?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN