Apa kabar hati Yujin?
Duduk sendiri di sisi ranjangnya, menanti Baek Hoon yang katanya hanya sebentar, tapi Yujin merasa sudah menunggu terlalu lama. Malam ini Baek Hoon pergi bersama sang Kakak.
Walaupun Yujin percaya jika Yerin tidak mencintai Baek Hoon dan tak akan merebut Baek Hoon darinya. Namun, hati ini tak mampu berdusta bahwasanya Yujin cemas, ada secuil rasa tak rela ketika memberi izin Baek Hoon untuk bicara dengan Yerin berdua.
Yujin cemburu. Yujin merasa tak tenang. Sebab dia buta, sementara Yerin tidak. Hal utama yang membuat Yujin ragu akan perasaan Baek Hoon padanya, siapa pun mudah jatuh cinta kepada Yerin. Dan haruskah Yujin jabarkan kemungkinan terburuknya?
Alasan mengapa Yujin jatuhkan air matanya, dia merasa pahit. Hidupnya sudah gelap, maka bisakah Baek Hoon tetap menerangi hati dan perasaannya?
Sesuatu yang berbeda dengan Yerin. Malam ini, di restauran, Yerin membeku. Tutur kata Baek Hoon yang menyakitkan bersamaan dengan bersiroboknya tatapan mata Sehan. Ya, dia Oh Sehan, sosok yang tak akan mampu Yerin lupakan.
“A-aku ...” Yerin tercekat. Lensa pekat Sehan membekukan otaknya, ucapan Baek Hoon pun seolah mencekiknya.
“Yerin, aku mohon. Sekali ini saja, terimalah permohonanku.” Baek Hoon ulurkan tangannya, menggenggam telapak Yerin yang dingin. Sekilas Baek Hoon mengernyit.
Bibir Yerin bergetar, itulah alasan kenapa Yerin menggigitnya kuat-kuat.
Ingin sekali Baek Hoon tanyakan ‘apakah kau baik-baik saja?’, tapi jajaran kata itu lenyap diganti dengan, “Kita bisa melakukan simbiosis mutualisme. Jika kau menerima permohonanku, selama itu aku bisa bertanggung jawab atas anak itu.” Dalam alasan yang semu, Baek Hoon tercekat. Dia rampungkan, "Setidaknya, kau bisa mengeluh atas kehamilanmu padaku.”
Otomatis hati Yerin terluka. Adakah kalimat lain yang lebih kejam dari yang barusan Baek Hoon katakan? Oh, Yerin lupa! Sejak awal tutur kata Baek Hoon memang berbisa, dan Yerin harus terbiasa. Wanita Kim itu mengerjap, Yerin merasakan perutnya bergejolak. Lalu Yerin alihkan pandangannya dari Sehan dan menatap Baek Hoon dengan sendu.
“Aku penasaran.” Yerin bergumam. Keryitan di dahi Baek Hoon pun kian terlihat. Berikutnya Yerin lanjutkan, "Apa aku semudah itu?” Vokalnya melemah.
Baek Hoon terbungkam. Wanita hamil itu menarik tangannya hingga genggaman yang Baek Hoon ciptakan terlepas.
“Aku masih punya hati, aku juga punya perasaan.” Itu yang Yerin tekankan. "Dan aku bisa jatuh cinta, sesuatu yang aku tahu akan berakhir luka.”
Demi apa pun, Yerin tak habis pikir dengan Baek Hoon. Maka Yerin tanyakan, “Dan sekarang, serius dengan apa yang kau katakan? Memohon padaku yang jelas-jelas mengandung anakmu untuk menjadi adikku yang merupakan gadismu?” Yerin menggeleng, matanya berkaca tanpa diminta. Lisannya berucap tanpa sengaja, "Apa kau masih waras, Baek?”
Susah payah Baek Hoon menelan saliva, giliran dia yang mengerjap. Sesuatu yang tajam menghujam relungnya.
“Yerin--”
“Aku tahu! Aku sadar betul jika anak ini hadir karena celaka, anak ini ada karena aku yang tak bisa lari dari keberengsekanmu malam itu!” Hormon ibu hamil menguasai diri Yerin. Dengan sekali tarikan napas Yerin memangkas ucapan Baek Hoon, "Aku sangat tahu diri untuk tidak memohon tanggung jawab ayahnya, aku sangat mengerti jika ini adalah risikoku yang tak mau aborsi. Baek, aku tahu diri untuk tidak merampas bahagia Yujin, aku juga tahu diri untuk tidak mengemis pengakuan janin ini darimu, tidak!”
Ungkapan Yerin mengundang tatapan dari sekitar. Wajah Yerin merah padam karena amarah, dan napas Yerin berembus terburu karena emosi. Sementara Baek Hoon, pria Byun itu bungkam kehabisan kata-kata. Yerin memejamkan matanya demi menghalau genangan air kepedihan, sesuatu yang mendesak Yerin untuk menangis.
“Sekarang,” Yerin mengeraskan rahangnya, dia katakan bertepatan dengan mata terbuka, “semua tahu bahwa aku tengah mengandung anakmu. Haruskah aku jadi jahat agar kau mengerti bagaimana perasaanku ketika kau memohon untuk aku menjadi orang lain?”
Benar-benar kehabisan kata, Baek Hoon tak kunjung bicara. Apa yang Yerin katakan selanjutnya, Baek Hoon merasa hatinya tidak baik-baik saja. Yaitu, “Kumohon, jadilah seseorang yang mencintaiku … Baek, bagaimana rasanya? Apa kau bisa?”
Dan air mata itu tak kuasa Yerin cegah eksistensinya. Baek Hoon tertegun, Yerin ungkapkan, “Jika kau bisa, baik. Aku bersedia menjadi gadismu.”
Tetesan kedua, liquid bening itu meluruh begitu saja. Yerin menangis tanpa suara, Yerin bicara seakan hatinya baik-baik saja. Yang katanya, “Aku bukan dirinya. Tapi mulai saat ini, perlakukanlah aku dengan baik, karena aku adalah gadismu untuk sementara.”
Entah senang atau bukan, tapi Baek Hoon merasa dia mulai mencium keberengsekannya sebagai seorang pria. Hati Baek Hoon menggeram tak suka, tapi lisannya justru berkata, “Aku tidak tahu kata apa yang pantas kuberikan untukmu, selain ‘terima kasih’.”
Yerin berusaha untuk tersenyum. Dia mengangguk, ada alasan untuk itu. Ada alasan mengapa Yerin terima. Dan tangan Baek Hoon terulur mengusap pipinya demi menghapus jejak air mata, tapi yang Baek Hoon lakukan tak dapat menghapus jejak lukanya.
Mari berpura-pura, mari berperan ganda, dan mari terluka untuk akhir bahagia. Itu prinsip Yerin malam ini. Setidaknya, pelangi muncul setelah hujan, kan?
***
Masih di tempat yang sama, setelah hatinya mulai tenang, Yerin meminta pada Baek Hoon. "Baek, bisakah aku pinjam ponselmu sebentar?”
Baek Hoon mengangguk, dia menyerahkan benda canggihnya yang Yerin terima. Sementara Yerin sibuk bersama ponsel, Baek Hoon menyantap hidangannya yang telah dingin dan rasanya hambar, Baek Hoon tak selera. Otaknya penuh dengan rencananya sendiri: Menempatkan Yerin sebagai Yujin, apakah itu baik-baik saja?
“Baek Hoon." Refleks pria itu mendongak. Yerin berucap, “Aku ke toilet dulu, ya?”
Tidak ada respons lain dari Baek Hoon selain mengangguk. Yerin pergi setelah memberikan ponsel itu kepada pemiliknya.
Lagi, di tempat yang sama Sehan mendengkus. "Jadi, pria itu yang menghamili calon istrimu, Chan?”
Sejak tadi memerhatikan, Chan Yul menarik atensi agar fokus sepenuhnya kepada Sehan.
“Dia sahabatku, Hany," jawabnya. Sehan melegut minumannya, dia mengangguk. “Kau baik-baik saja dengan itu?”
Chan Yul mengedikkan kedua bahunya tak acuh. "Aku hanya ingin melindunginya, seseorang tidak tahu betapa sulitnya aku mencari wanita seperti Yerin.”
“Dan aku menyia-nyiakannya dulu," timpal Sehan. Chan Yul terkekeh, “Kau masih bocah saat itu--”
“Dan aku masih gila," tambahnya memangkas kalimat Chan Yul. Sehan terampil dalam menyembunyikan ekspresinya. “Well, aku hanya mencintai Rahee.”
Chan Yul mendengkus. “Lupakan yang sudah mati,” karena Chan Yul benar-benar prihatin kepada pria di hadapannya ini, "masih banyak gadis lain yang pantas kau cintai.”
“Seperti Yerin?”
“Sialan, itu punyaku.”
Dan di toilet, Yerin memasuki salah satu bilik di dalamnya. Dia meronggoh sesuatu dari tas kecilnya dan mengeluarkan ponsel dari dalamnya. Sebelum mengawali niatannya, Yerin memejamkan mata, dia membuang napas berat dan memulai aksinya. Seseorang yang baru saja Yerin dapatkan nomor ponselnya, orang itu Yerin hubungi. Berharap seseorang itu mengangkatnya.
Dan, ya, diangkat. Yerin katakan, “Ini aku, Yerin. Kim Yerin.”
***
“Ya, Sayang? Ada apa?" Baek Hoon berdiri, dia berjalan bersama ponsel dalam genggaman yang kentara tengah mendapat panggilan.
“Aku masih dengan Yerin, kau baik-baik saja?" Sebab nama Yujin yang terteta dalam layar ponselnya, alasan mengapa Baek Hoon menyusul Yerin ke toilet, di seberang sana Yujin memintanya untuk pulang.
Sampai di mana Chan Yul kembali memerhatikan tindak-tanduk Byun Baek Hoon yang lenyap di tikungan lorong resto menuju toilet wanita. Kemudian ponselnya berdering, ada nomor asing yang datang menghubunginya. Chan Yul mengernyit.
“Siapa?” tanya Sehan.
Chan Yul berkata lewat gerak-gerik tangannya yang memerintah Sehan untuk diam, lalu Chan Yul mengangkat panggilan itu. Vokal merdu mengalun syahdu dari si pemanggil, maka senyuman terukir dan Chan Yul berucap kepada Sehan, "Sebentar, Hany. Bidadari menghubungiku, aku pergi dulu.”
Sehan benci ditinggalkan, dia merasa hampa ketika Chan Yul hengkang. Sehan butuh kesenangan, haruskan Sehan merusak tatanan hidup seseorang?
***
“Kau di mana?” masih dalam panggilan, Chan Yul bertanya demikian. Dia butuh privasi untuk bicara dengan Yerin.
“Jangan ke sini, nanti Baek Hoon curiga. Chan, aku butuh bantuanmu.”
Benar. Yang meneleponnya adalah gadis itu, Kim Yerin yang entah dapat dari mana nomor ponselnya.
“Toilet wanita?”
“Please, jangan ke sini.”
“Baek Hoon menyusulmu," jawab Chan Yul tak mengindahkan tiap kata dari Yerin.
Tidak tahu apa yang tengah Yerin lakukan, Chan Yul mengintip Baek Hoon yang sedang kebingungan memilih masuk atau menunggu di luar kamar mandi perempuan. Chan Yul menjaga jarak agar suaranya tidak didengar oleh pria Byun itu.
“Katakan ada apa?”
“Besok, temui aku besok. Aku akan katakan semuanya.”
Rahang Chan Yul mengeras, dia tahu ada sesuatu yang menimpa Yerin hingga terdengar nada lain dari vokal Yerin.
“Baiklah, cepat keluar! Sepertinya Baek Hoon tak bisa berlama-lama menunggumu.”
Dan begitu saja panggilan terputus, tidak mungkin jika Chan Yul yang lakukan. Tentu saja, itu Yerin yang mengerti dengan keadaan, sambungan telepon pun telah berakhir. Chan Yul kembali ke tempat, dan sungguh ajaib sekali Chan Yul melihat Sehan dan wanita di depan pintu masuk restoran tengah berciuman.
“Ah, dia selalu bertingkah memalukan.”
Chan Yul meringis, terpaksa dia katakan sambil menarik tangan Sehan, membungkuk dan berucap, “Maafkan Hany-ku, Nona. Anggap saja ini hari sialmu karena dicium oleh pria ini.” Lalu Chan Yul mendelik kepada Sehan, "Pulang! Tunggu aku di mobil.”
Sehan tersenyum. Semua yang ada di sana bergidik, menduga bahwa pasangan gay masih eksis di muka bumi.
***
Ini rumit. Keadaan yang tak bisa dijelaskan dengan gamblang.
“Jangan cemburu padaku, Yujin.” Tepat ketika Yerin tiba di rumah. Dia mengikuti Baek Hoon hingga duduk di sebelah kanan Yujin dan berkata, "Kami hanya membicarakan sesuatu yang baik tentangmu.”
Yujin terdiam. Dan Yerin melihat Baek Hoon mengecup pelipis kembarannya dengan usapan sayang di kepala, tentu saja Yujin adalah makhluk yang Baek Hoon cinta. Yerin mengerti.
Posisi Yujin diapit oleh dua orang, Yerin di kanan dan Baek Hoon di kiri.
“Aku ke kamar dulu kalau begitu.” Karena secara tiba-tiba Yerin mendapat serangan menyakitkan di relung dan perutnya. Ini aneh. Apakah janinnya tidak terima?
Baek Hoon tersenyum. "Jangan tidur terlalu larut,” matanya turun ke perut Yerin sambil berucap, “selamat malam.”
Well, Yujin tidak suka. Tapi terpaksa harus baik-baik saja, bukan karena apa-apa, tapi Yujin takut jika kelak Baek Hoon akan jatuh cinta kepada kembarannya.
Namun, percayalah, hati Yerin jauh lebih berduka. Bukan karena cinta, Yerin belum menemukan benih itu untuk Baek Hoon, tapi Yerin paham betul jika anaknya menginginkan sesuatu yang normal antara interaksi janin dan ayahnya ketika seorang wanita hamil muda.
“Ya, selamat malam. Yujin, mimpi indah.” Hanya itu yang dapat Yerin sampaikan. Malam pun berakhir menyedihkan.
***
Chan Yul punya segudang berlian, anggaplah seperti itu. Kekayaan Chan Yul lebih dari gaji Presiden, katakan saja itu sungguhan. Chan Yul sangat tahu bahwa hartanya tak akan dibawa mati, Chan Yul bingung bagaimana cara menghabiskannya sementara dia merupakan lelaki yang tak bisa diam atau menjadi pengangguran. Hal lain yang Chan Yul pahami, uangnya tak dapat membeli cinta dari seseorang. Meskipun Chan Yul pernah membeli wanita untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, sekedar memberi jejak dan bermain-bain sedikit, tapi itu tak ada sensasinya.
Satu hal yang tak Chan Yul pahami, kenapa harta tak bisa membahagiakannya sementara orang-orang berkata: jika aku punya banyak uang, aku pasti akan bahagia. Mana buktinya? Chan Yul jadi juragan duit saja tak pernah merasa sejahtera hidupnya. Dan ketika Chan Yul melihat Yerin, seseorang yang dia pikir bukan bagian dari masa lalunya, gadis itu punya sesuatu yang membuat Chan Yul tertarik ingin melindungi. Alasan mengapa kini Chan Yul berdiri di depan pintu rumah Yerin pagi-pagi sekali.
“Hai, kau datang!" sambut Yerin dengan senyuman.
Chan Yul balas dengan kekehan, “Apa itu? Meminta orang sibuk sepertiku untuk bertemu hari ini.”
“Masuk dulu, kita bicara di dalam. Ah tidak, ini rahasia. Bagaimana jika kau membawaku pergi jalan-jalan?” Yerin mendekat, berbisik, “di rumah ada Yujin, Baek Hoon juga menginap.”
Dan Chan Yul tahu, itu hal menyakitkan untuk dikatakan. Melihat mata sembab Yerin yang pasti menangis semalaman. Oh, apakah Yerin mencintai Baek Hoon?
“Anakku selalu protes jika melihat kedekatan mereka," Yerin mengadu, “aku jadi sensitif, jika kau bertanya-tanya dari mana aku mendapatkan mata sembab ini? Ya, aku menangis.”
“Baiklah, ke mana kita akan pergi?”
“Bagaimana jika ke hatimu saja?" Chan Yul terkekeh untuk kali kedua, dia menarik pipi Yerin, mencubitnya sambil berkata, “Kau membual. Jika tak mau tanggung jawab, jangan lakukan itu.”
“Terima kasih, kau membuatku tertawa.” Eye smile Yerin menunjukan betapa renyahnya dia tertawa. Pagi ini Yerin merasa lega, seakan beban di pundaknya terangkat dan hilang begitu saja. Sebelum menutup pintu dan melangkah keluar, Yerin berucap, “Aku benci Baek Hoon." Yerin melirik Chan Yul di sampingnya sambil lanjutkan, “kau tidak keberatan untuk membantuku membuat sahabatmu menderita, kan?”
Yerin tidak sebodoh itu saat menerima permohonan dari seseorang yang melukainya, karena Yerin bukan sosok yang mudah goyah sekalipun nanti dia jatuh ke dalam perangkap senjata makan tuan.
Chan Yul tersenyum. "Jika dengan begitu kau bisa tertawa, aku siap melakukannya.”
***