Apa daya ketika yang dicinta telah meminta? Maka, Yujin mengangguk. Mengiyakan apa yang Baek Hoon inginkan.
Sebelum menemui Yerin, pria itu menuntun Yujin lebih dulu ke kamarnya dan mengecup kening sang kekasih sebelum berucap, “Setelah aku bicara dengannya, kita makan.”
Karena Baek Hoon lah yang akan menyuapi Yujin saat menyantap makanannya, meskipun sebenarnya Yujin mampu. Baek Hoon suka memanjakan kekasihnya.
Kemudian tanpa banyak kata Baek Hoon melenggang, menutup rapat pintu kamar Yujin dan berjalan menuju tempat persemayaman Yerin.
***
Saat baru saja Yerin selesai dengan aktivitas menjelang tidurnya. Seseorang datang mengetuk pintu kamarnya. Yerin terdiam, jika itu Yujin pasti akan ada suara ‘boleh aku masuk?’ dan yang sekarang tidak. Pasti bukan Yujin.
“Aku Baek Hoon,” vokal dari luar terdengar nyata, "We need to talk.” Begitu katanya.
Yerin mendengkus. Haruskah dia menerima tamu untuk memasuki kamarnya?
“Tunggu di luar, aku yang akan ke tempatmu.” Tentu saja tidak Yerin izinkan seorang lelaki, terlebih calon adik iparnya sendiri, menginjak lantai di ruang pribadinya.
Tak ada pilihan lain selain menuruti apa kata Yerin. Karena saat ini, setelah Yerin memakai baju hangatnya dan melangkah menuju ruang tamu, Yerin melihat Baek Hoon tengah duduk di sana.
“Ada apa?”
Rumah ini kecil, apalagi kamar Yujin tepat di depan kursi tamu. Dan Baek Hoon punya tingkat kehati-hatian yang tinggi soal itu.
“Kau sudah makan?”
Apa hal Baek Hoon bertanya demikian? Yerin mengernyit tak paham.
“Apa tidak ada sesuatu yang kau inginkan?" Baek Hoon bertanya. Yerin masih berdiri dan menatap heran kepada sosoknya. "Biasanya seseorang yang sedang berada di kondisimu pasti memiliki hal yang diidam-idamkan.”
Karena tak mungkin Baek Hoon bilang secara terang-terangan tentang kehamilan. Yujin bisa mendengar.
Sebab Yerin masih merasa ambigu dengan sikap Baek Hoon kali ini. Maka Baek Hoon menegaskan, “Aku hanya ingin menyenangkan Kakak Ipar, karena sebentar lagi aku akan meminang adiknya.”
Hei, itu menyakitkan! Yerin terdiam. Entahlah, status itu seakan menamparnya luar dalam. Kenyataan bahwa dia tengah mengandung anak dari calon suami kembarannya sendiri, seseorang yang tak mungkin bisa Yerin tuntut tanggung jawabnya.
Mungkin Yerin hanya perlu mengikuti alur bermain yang ada. Untuk itu Yerin berkata, “Sepertinya makanan khas Italia sangat menggugah selera, atau es kelapa muda dan sate ayam betina. Bagaimana, haruskah kita cari tempat itu?”
Damn s**t! Baek Hoon merutuk, apa harus selangka itu? Namun, bagaimanapun Baek Hoon tidak bisa menolak. Berhubung jarum jam masih menunjuk di angka delapan.
“Kau tunggulah di mobil!" Baek Hoon bangkit dari duduknya seraya menyerahkan kunci mobilnya kepada Yerin yang menerima. "Aku akan pamit kepada Yujin terlebih dahulu.”
Karena memang seperti itu. Yerin tidak berhak atas Baek Hoon, dan Yerin tak berhak untuk cemburu. Tapi nyatanya, sejak janin itu tumbuh, Yerin merasa dia butuh kasih sayang dari pemilik s****a yang telah membuahi sel telurnya.
Melihat punggung Baek Hoon memasuki kamar Yujin, Yerin mendesah. Ini memang bukan cinta, tapi Yerin juga merasa ingin diperlakukan sedikitnya sama dengan Yujin.
Benar-benar sensitif, akan ada saat di mana Yerin ingin memusnahkan Baek Hoon. Ada pula saat-saat di mana Yerin tak ingin melihat pria Byun itu. Tapi, jangan salah! Setiap saat Yerin selalu dihantui oleh perasaan yang memberatkannya, sesuatu yang selalu Yerin tahan-tahan. Rindu belaian? Hell, konyol! Yerin hanya merasa serba salah.
Dan di sinilah Yerin sekarang, duduk manis di dalam jok penumpang mobil Baek Hoon. Ada sesuatu yang membuat Yerin terpaku, yaitu potret Yujin dengan Baek Hoon dibingkai cantik dan menggantung indah di depannya.
Sesuatu yang tak bisa Yerin ganggu gugat, adalah sesuatu yang dalam hati Yerin bersumpah, tak lama lagi dia pasti akan mencari semestanya sendiri bersama sang buah hati.
“Lama, ya?”
Yerin terkesiap.
“Yujin belum makan, jadi aku menyuapinya, dan itu butuh waktu. Maaf.” Baek Hoon datang sambil berucap demikian.
“Santai saja, itu sudah seharusnya.” Yerin hanya balas dengan nada datarnya.
Sampai akhirnya mobil melaju, terlampau sunyi, tak ada yang mau berkata lagi. Baek Hoon fokus dengan kemudinya beserta rangkaian kata dalam benaknya. Sedangkan Yerin, wanita hamil itu tengah membayangkan sebuah kisah happy ending yang mungkin saja harus dilalui dulu dengan gencatan sakit hati.
Setidaknya perlu ditegaskan lagi, Yerin tidak mencintai Baek Hoon.
***
“Kau selalu tahu seleraku.”
Yaitu lelaki berkacamata dengan senyum menawan, sosok yang digandrungi banyak orang. Oh Sehan duduk di dalam sebuah restauran.
“Kita bukan orang asing. Mana mungkin aku lupa segala hal tentangmu hanya karena kau menetap lama di Amerika," cetus Chan Yul.
“Well, aku tersanjung.”
Maka Chan Yul tertawa, lesung pipinya terlihat indah mempertampan keelokan wajahnya. "Sudah seharusnya begitu, Hany.”
Oh Sehan tersenyum menanggapinya. Kacamata itu bertengger manis di hidungnya, Sehan terlihat sangat tampan meski hanya dengan kaos polos dan celana bahannya.
“Moca latte atau hot green tea?” tawar Chan Yul.
Posisi duduk mereka berhadapan, persis bagai pasangan kencan yang telah lama baru dipertemukan. Chan Yul begitu perhatian, bahkan ketika Sehan hendak duduk pun, Chan Yul lah yang mempersilakannya dengan cara menarik bangku dan mau repot jika itu untuk Sehan.
“Kali ini aku sudah legal minum sampanye.”
“Mulai nakal, ya?” balas Chan Yul jenaka. Pasalnya dulu, dulu sekali Sehan tidak diperbolehkan menyesap minuman sejenis wine karena usia mentalnya masih dini.
Sehan terkekeh. "Orang-orang akan mengira aku ini kekasihmu.”
Chan Yul mendengkus. “Biarkan saja netizen berkata apa, lagi pula banyak yang mengira aku gay,” bisik Chan Yul di satu kata terakhir.
Lagi, Sehan terkekeh. “Makanya, cepatlah mengencani wanita.”
“Sedang proses. Well, aku berniat menikahinya.” Sambil memanggil pelayan dengan satu tangan terangkat.
“Hebat! Apa aku mengenalnya?”
Pelayan datang dan mencatat pesanan Chan Yul, di restauran Italia ini mereka dapat memesan minuman jenis anggur merah dan jajarannya. Tak lupa, lidah Sehan terlampau berkelas hingga sekalinya diajak makan mengharuskan Chan Yul menguras secuil harta kekayaannya.
“Jangan lupa lasagna." Chan Yul mengangguk dan menyampaikannya kepada sang pelayan. Kemudian dia menjawab ucapan Sehan sebelumnya, “Dia cinta pertamamu, jika aku tidak salah.”
“Rahee?”
Chan Yul menaikkan satu alis matanya. "Oh ... bukan, ya?”
Sehan mendengkus. “Seseorang yang mirip dengan mendiang cinta pertamaku, seseorang yang dulu aku anggap Rahee, apakah itu orangnya?”
***
“Ya, benar sekali," ucap Yerin membenarkan ungkapan Baek Hoon tentang menu makanan, "Aku juga mau classic tiramisu untuk hidangan penutupnya, Baek.”
Setelah memesan pasta carbonara, risotto dan lasagna, Yerin meminta menu tambahan. Sepertinya wanita itu tengah kelaparan.
“Apa kau belum makan dari pagi?” selidik Baek Hoon setelah pelayan pergi.
Yerin mengedikan kedua bahunya tak acuh. "Aku tidak mungkin melakukannya sementara di dalam perutku ada yang hidup. Baek, tentu saja aku makan, tapi aku muntahkan setelahnya.”
“Kenapa begitu?”
Yerin mendengkus. "Nikmat dari orang hamil.”
“Kau tak merasa menderita karena mengandung anakku?" Baek Hoon merasa lebih santai daripada saat di mobil.
Ngomong-ngomong, mereka memilih tempat yang dekat dengan pintu keluar. Katanya, Yerin ingin duduk di sana dengan alasan janinnya yang meminta.
“Entahlah ...” Yerin menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Selagi itu tidak menghancurkan apa yang telah direncanakan, selagi aku mampu, kupikir tidak ada alasan untuk menyebut kehadirannya sebagai derita.”
“Kau menyayanginya," tukas Baek Hoon. Lalu pesanan datang. Mereka menghentikan obrolan.
Hanya menyaksikan mata Yerin yang berbinar ketika melihat semua jenis makanan yang dipesan ada di meja, Baek Hoon tersenyum. Hatinya berdebar, tidak tahu mengapa, rasanya Baek Hoon ingin selalu memberikan apa yang Yerin inginkan.
“Kau tahu, Baek?” Yerin mencomot lasagna dan mengunyahnya cepat, lalu berucap, “makanan ini mengandung banyak kenangan.”
Tanpa diminta Yerin cerita, sedikit tentang kisah lasagna dan seorang pria berkacamata. Awal yang menggebu hingga akhirnya meredup, Yerin terkekeh.
“Jadi, kau tidak boleh menyakiti Yujin.” Karena dulu, Yerin pernah disakiti hingga tak berani jatuh cinta. Aku merestui hubungan kalian, cepatlah menikah dan lupakan jika kita pernah ada sesuatu terlarang, begitu katanya.
Baek Hoon hentikan kunyahannya. Ada sedikit rasa sakit yang datang menyapa. “Apa kau akan membawa anak itu dan melahirkan tanpa sepengetahuanku?”
Yerin mengangguk. “Itu lebih baik.”
Hati Baek Hoon tercubit. “Tapi kau tidak berniat untuk meninggalkan Yujin dan ibumu, kan?”
“Setelah melahirkan, aku pasti pulang.” Enteng sekali Yerin berkata, hal itu sukses membuat Baek Hoon tak suka entah mengapa.
“Lantas, apa kau akan mengenalkannya padaku?”
Yerin memasukkan potongan besar tiramisunya. Dia mengangguk dan berucap, “Tentu saja, kau Pamannya.”
***
“Dan dia sedang mengandung." Chan Yul menyesap red wine-nya. Menyambung obrolan mereka yang sempat tertunda karena hadirnya hidangan.
Sehan tercengang. “Harusnya dia mengundangku, agar aku bisa menghancurkan acara pernikahannya.”
Suara kekehan Chan Yul terdengar sangat merdu. “Itu kecelakaan, dan ayah dari janin itu tidak mau bertanggung jawab," katanya.
Sehan mengangguk paham. “Gadis bodoh, aku jadi ingin membullynya.”
“Kupikir kau sudah waras," timpal Chan Yul. Maka Sehan menikmati lasagna-nya sambil mengenang, “Dulu, aku melemparkan ini ke wajahnya.”
“Karena dia miskin?"
Sehan mengangguk, dia memang berkelainan, memiliki kesenangan tersendiri ketika melihat orang lain menangis dan merasa takut padanya. Zaman old yang sudah tak lagi pantas Sehan banggakan.
“Aku penasaran bagaimana wajahnya, dewasa kini, mungkin dia semakin cantik dan tambah miskin.”
Chan Yul terkekeh, begitulah seorang Oh Sehan. “Hany, cepatlah sembuh dan temukan jodohmu.” Satu tangan Chan Yul terulur mengusap sayang kepala Sehan, mirip seperti majikan kepada anak anjing kesayangannya.
Sehan mencibir, “Haruskah aku menyusul Rahee dan menikah di surga dengannya?”
Yang ada Chan Yul tergelak, dia mencubit pipi Sehan yang memang lebih berisi daripada saat terakhir kali mereka bertemu. Ketika Chan Yul hendak berucap, detik itu juga Sehan memangkasnya. Sesuatu yang Sehan temukan. Katanya, “Aku tidak mungkin salah, apakah dia yang menatapku adalah orang yang kita bicarakan saat ini?”
***
Kim Yerin pucat pasi. Saat Baek Hoon menawarkan sebuah permainan, atau mungkin permohonan yang tidak manusiawi? Yang katanya, “Baik, anggap saja begitu. Karena aku Pamannya, demi adikmu, apakah kau mau membantu kami agar pernikahan kami direstui?”
Sesungguhnya Yerin tidak mengerti. Maka Baek Hoon katakan lagi, “Jadilah Yujin di bebarapa kondisi, sementara Yujin-ku melakukan operasi. Aku sudah menemukan pendonor mata yang tepat untuknya, kupikir karena kalian benar-benar sulit dibedakan, selama operasi itu berlangsung, jadilah Yujin. Temani aku dan temui orang tuaku, tolong, jadilah Yujin untuk sementara waktu.”
Yaitu kabar hati Yerin yang tertusuk oleh ribuan duri. Kenapa Baek Hoon tega sekali? Apakah dengan cara memposisikan Yerin di tempat seperti itu tidak akan membuat hatinya nyeri? Makanan Itali yang telah masuk seluruhnya ke dalam lambung pun dirasa ingin Yerin keluarkan lagi.
Baek Hoon menarik tangan Yerin dan menggenggamnya erat seraya berucap, “Kumohon, jadilah Yujin.”
Alasan mengapa kini Yerin memalingkan wajahnya hingga mengharuskan dia bertemu pandang dengan sosok yang sepertinya dulu pernah mengukir jejak kenangan. Tubuh Yerin menegang, wajah yang semula pucat semakin pucat lagi, dan perut Yerin bergejolak.
Kenapa daun kelor sesempit ini dan kenapa dunia mengikuti ukurannya? Apa yang akan terjadi di kemudian hari, tekanan yang harus Yerin lewati begitu sesak dan berduri.
“Jadilah Yujin dan aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan. Aku memohon padamu, Yerin. Tolong pikirkan”
Percayalah, menjadi diri sendiri lebih menyenangkan meskipun tak dicintai. Ketika Baek Hoon memintanya untuk menjadi sosok Yujin, jujur saja, Yerin terluka. Karena menjadi orang lain sekalipun perannya dicintai, itu bukan hal yang patut dibanggakan. Bukan sesuatu yang menyenangkan, dan bukan sesuatu yang Yerin inginkan.
Tapi dengan tega Baek Hoon ulangi, “Kumohon, jadilah gadisku untuk sementara”
***