PROLOG
Aku pernah menyaksikan mereka yang saling mencintai, tapi tak saling memiliki. Aku juga pernah menyaksikan dia yang mencintai, namun tak dicintai oleh cintanya. Bahkan aku pernah menyaksikan, ketika sebuah hubungan ada tanpa realisasi rasa cinta di dalamnya. Semua itu pernah kusaksikan.
Karena dirinya adalah Kim Yerin yang juga pernah merasakan, salah satu yang ada di sana Yerin genggam dalam bungkam.
***
Aku pernah jatuh cinta. Ketika orang jenius menjadi bodoh hanya karena satu kata, ketika orang gila menjadi waras hanya karena 5 huruf saja, dan ketika orang sehat menjadi gila hanya karena satu makna. This is love story.
Don't tell me why, and stop to say what is love?’
Karena Byun Baek Hoon hanya pernah jatuh cinta. Kepada siapa, jelas semua tahu bahwa tunangannya adalah seorang gadis tuna netra.
***
Soal jarak bukan masalah bagiku, tapi nampaknya jadi masalah untuk dirimu. Baru diuji dengan jarak saja kau memberi peluang untuk orang baru, menggantikan aku, semudah itu.
Dalam kasus asmara, aku tahan dengan jarak sejauh apa pun, mungkin karena takdirku yang membuat aku amat sangat terkesan berjarak dengan orang lain ... termasuk dirimu.
Bagaimanapun ...
Serius, aku tahan. Tapi sepertinya, kau yang tidak. Menurutku, rasanya terlalu dangkal cinta seseorang kalau dalam hubungan saja masih suka rusak karena perkara jarak. Kenyataannya sebagian besar pasangan tidak berhasil mengatasi jarak, tetapi sebagian besar lainnya sukses; perkara jarak tidak merusak kesetiaan mereka.
Jarak itu bisa jadi merekatkan karena mudah menghasilkan rindu, seolah sungguh cinta dimiliki secara utuh. Namun, bisa juga merenggangkan karena jarang bertemu. Selain itu, sebenarnya jarak penting dalam segala hubungan. Iya, kan?
Aku berasumsi demikian sebab diriku ... pemilik jarak yang paten dengan dirinya. Aku yang tuna netra, sementara dia normal hingga kupikir dia layak dikata nyaris sempurna. Ah, dia itu ... kau.
Byun Baek Hoon.
Andai logikaku dapat diterima oleh orang - orang yang menyaksikan kisah kita. Bahwa perlu jarak untuk berteman, pacaran, dan lain sebagainya. Istilahnya … jaga jarak aman. Benar-benar penting supaya tidak lupa daratan. Kalau sudah tidak ada jarak, seseorang akan melunjak.
Mentang-mentang dekat sampai nampak seperti tidak berjarak, orang - orang suka asal bertindak.
Iya, sepenting itu jarak.
Orang khilaf juga boleh jadi karena minim jarak, kan?
Dan kau ...
Kalian.
Mengacaukan tatanan asa berikut impian dari seorang Kim Yujin.
It's sweet, but it's hurt.
***
"Baek Hoon."
Lelaki itu berbalik, hingga sepucuk surat dia temukan di sebuah meja kecil. Namun, tidak ada pemilik suara yang baru saja tertangkap rungunya.
Dari siapa?
Dan untuk siapa?
Surat yang pada akhirnya Baek Hoon baca, bahwa:
Percayalah...
Takdirmu akan selalu jadi milikmu. Milikmu akan selalu kembali padamu, sejauh apa pun dia berlari. Bukan dia yang melukai hatimu. Bukan dia yang menanamkan kehancuran pada hatimu, tapi egomu sendiri yang melukai hatimu. Ego ingin memiliki dia yang tak bersedia dimiliki.
Seberapa dalam kau akan menancapkan jarum pada jantungmu sendiri?
Jatuh cinta itu tidak bisa dihindari, memang. Jatuh cinta itu tidak bisa memilih kepada siapa dia akan berlabuh, memang. Tapi ... kau dapat menentukan, memilih terluka karena cinta atau tetap bahagia meski empati hilang dan berujung pada kebahagiaan yang kebas.
Oh! Namun, ini keinginan hati.
Iya, aku pun paham. Hati mana yang tak ingin dihampiri dia yang begitu dicinta? Hatiku, hatimu, hati mereka, bahkan hatinya pun ingin. Ingin didambakan oleh dia yang juga kita dambakan.
Tidak mudah … menepis keinginan hati. Kau hanya perlu … tidak membiasakan hati selalu terkabul keinginannya. Karena ada sebagian keinginan hati yang hanya akan berbuah luka. Berhenti mengejar dia yang tak ingin dikejar. Usaha yang demikian hanya akan menambah luka hatimu saja.
"Hidup hanya sekali, maka jangan penuhi hidupmu dengan
duka yang kamu cipta sendiri."
Surat itu diletakkannya pada tempat semula selepas bibir Baek Hoon rampung menumpas bait puitis suratnya.
Oh, hari itu ...
Baek Hoon tersentak saat tahu dia lancang memasuki kamar siapa.
***
Seseorang pernah berkata padaku, semua rindu tak harus berujung temu. Seseorang yang sekejap memberi tawa, namun abadi menancap duka. Seseorang yang kukenal dengan singkat, tapi diingatan melekat kuat.
Aku percaya setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Aku percaya ada beberapa luka yang akan membawakan pelajaran. Sejak aku memutuskan untuk menjatuhkan hati padamu, sejak itu pula aku harus siap berteman dengan duka. Ironi memang, kita menjadi masa lalu bahkan sebelum memulai masa ini.
Merindu tapi tidak tahu apa yang harus dirindu, pasalnya memang kita tidak pernah membuat momen berdua yang menakjubkan, atau mungkin ... normal?
Sejak kau memilih singgah meski hanya sesaat, pernahkah terbesit di benakmu untuk menetap? Jika tidak, egoiskah aku mengatakan … kau yang salah telah memberi harapan?
Sejumput rindu yang tidak pernah terjamu, olehmu yang memilih tak bersedia menamu. Seonggok cinta yang tidak pernah tersampaikan, namun akan selalu terkenang diingatan. Sebutir hujan dari sudut mata, aku berdoa semoga kau selalu tejaga. Karena sedalam apa kau menancap duka, kau terlalu
indah untuk menjadi kenangan.
Dari seorang Kim Yujin untuk kasihnya.
***
Ada satu masa di mana aku begitu percaya diri: Jika kau pun memiliki rasa yang sama. Pada waktu di mana kau dengan asyiknya menceritakan impian-impianmu sambil tertawa. Menertawakan impian yang menurutmu terlalu tinggi, dan aku berkata: "Yang pantas untuk kau tertawakan itu mereka yang tidak punya mimpi."
Lalu kamu tersenyum dengan begitu manisnya, begitu cantik di mataku.
Ada masa di mana aku begitu percaya diri, saat kau menceritakan masalah dengan orang tuamu, kepercayaan dirimu yang kau keluhkan sebab kau berbeda, lalu memintaku untuk sejenak saja memeluk tubuh mungilmu.
Dari seorang Byun Baek Hoon untuk kasihnya.
***
Waktu cepat berlalu, hal-hal manis begitu cepat singgahnya. Ia enggan berlama-lama menghiasi dinding hati. Luka yang saat ini mendekap dadaku sangat erat hingga ingin mati aku dibuatnya.
Melihat bagaimana kau bersikap. Merasakan seperti apa kau berlaku. Hingga menyaksikan setajam apa kau menatap. Dan satu, yang paling meluka:
"Tolong, hiduplah sebagai Yujin untuk sementara waktu."
Hanya sementara.
Tapi luka yang tercipta cantik membara.
Dari seorang Kim Yerin untuk dirinya sendiri.
Hidup harus terus berlanjut, walau keinginan untuk mati begitu besar. Sebelum ada kau aku hidup. Setelah kau singgah pun aku masih hidup, memang, tapi rasanya hatiku sudah wafat. Yang perlu aku lakukan adalah menata puing-puing harapan, menyusun dan merapikan semuanya kembali.
Kembali tertata, meski tak utuh.
Kembali berdiri, meski yang sebelahnya masih lumpuh.
Iya, kau yang hanya singgah bukan sungguh. Perkenalan kita singkat, tapi kenapa kau membuat kita terikat?
Karena sungguh!
"Aku bukan dia!"
"Kumohon ... sekali ini saja."
Yerin menelan ludahnya sakit.
Sayang, it's sad but it's true.
***