Anta kembali muak dan berbalik badan lalu berjalan ke arah parkiran keretanya lagi. Tiba-tiba lengan kirinya tercekal.
”Tunggu.” Ucap pria itu dengan suara dingin, mencekal tangan kiri Anta dengan tangan kanannya.
Suaranya sangat tegas. Menunjukkan pria yang sangat bertanggung jawab dan tidak menyukai berbasi-basi.
Seperti pria yang menghemat kalimat. Sungguh pelit sekali. Anta mengingat sesuatu. Dan kembali menghadap pria itu. Anta pikir, perlu baginya mengetahui sedikit saja tentang diri pria ini.
Dia lihat bola mata hazelnya. Anta membaca semua yang bisa dia baca dari matanya.
Yah! Anta yang mampu membaca pikiran seseorang hanya dengan pandangan matanya saja. Dan Anta terkejut setengah mati.
’Oh My God.’ Bathin Anta seakan tak percaya.
Pria yang ada di hadapannya saat ini mampu membaca isi hati seseorang. Anta terkejut dan mulutnya menganga tak percaya. Berarti pria tadi mengerti bahwa Anta sudah menatap bibirnya seakan mau menyerangnya dan menciumnya.
’Apa yang dia lakukan. Kenapa dia jadi aneh.’ Pria itu kembali membathin dalam diamnya.
”Ada apa Nona ? Apa aku membuatmu terkejut ?” Pria itu berbicara sambil mendekati Anta secara perlahan dan memicingkan mata, seakan ingin membaca apa isi hati Anta.
Tapi Anta tetap memilih diam. Dan tidak ingin lagi menyuarakan isi hatinya di depan pria itu.
Kakinya mundur ke belakang secara perlahan.
”Stop, please.” Anta berkata dengan tangan kanannya membentang di depannya seakan menyuruh pria itu untuk berhenti.
Anta memberanikan diri menatap mata hazelnya yang indah itu. Dengan keyakinan Anta bahwa pria ini pasti pemilik tas itu.
’Apa yang ada di otak mu itu Nona.’ Pria itu membathin masih dalam diamnya.
Anta melihat 4 orang berbadan tegap memakai kaus hitam dan celana jeans panjang hitam, seperti layaknya bodyguard tepat di belakang pria itu. Dan satu pria lagi memakai jas hitam dan kemeja putih serta celana panjang berdiri di belakangnya tepat di depan para bodyguardnya itu.
Anta melihat, mungkin pria itu asisten pribadi atau sekretaris pribadinya. Pria itu tersenyum kepada Anta. Tapi Anta mengabaikannya.
Anta tatap kembali mata hazel itu dengan wajah datar. Sedatar wajah pria yang juga menatap Anta dalam diamnya. Anta yakin dia mencoba membaca dan mengetahui isi hati Anta lagi.
Anta tertawa mengejeknya. Mengangkat sudut bibir kirinya ke atas, sama seperti dia yang tadi memperlakukan Anta begitu.
”Salam kenal juga, Tuan Yang Terhormat.” Ucap Anta penuh penekanan, melihat pria itu lagi dari atas sampai bawah.
”Sudah puas membuatku menunggu sampai berjam-jam ?” Tanya Anta memicingkan matanya sambil menatap pria itu lekat.
’Hah, aku benar-benar tidak percaya.’ Pria itu membathin dengan keheranan.
Dan ya, benar saja. Pria itu seperti terlihat kebingungan dengan ucapan Anta tadi. Seakan Anta tahu bahwa pria itu menguji Anta dengan tas nya itu.
Karena dia hanya terdiam. Bahkan sekretarisnya pun diam dan memandang Anta penuh was-was seakan takut jika Tuan Besar nya ini akan marah besar kepada mereka semua.
”Bingung ? Kenapa aku bisa tahu, hmm ?” Anta mengangkat tangan kanannya berada di pinggang kanannya sambil menatap tajam mata pria itu. Anta tersenyum mengejek lagi ke arahnya.
’Kau perlu diajari sopan santun Nona.’ Bathin pria itu tetap dengan wajah datarnya.
Mereka semua diam. Bahkan dapat dilihat bodyguardnya pun saling berpandangan seakan tak percaya, bahwa seorang wanita berani melawan bosnya.
Anta tahu. Mereka pikir pasti Anta akan jatuh hati pada Tuan mereka ini. Tapi sayangnya Anta tidak semudah itu.
Memang Anta mengakui, pria ini nyaris memiliki tubuh yang sempurna. Tampan. Maskulin. Bahkan orang-orang disekitar mereka melihat mereka penuh keheranan.
Dan para wanita pun sampai melihat mereka seakan seperti seorang istri yang sedang bertengkar dengan suaminya. Orang-orang terus melihat pria ini sambil senyum-senyum sendiri.
’Kau benar-benar...’ Pria itu kembali membathin.
”Aku hanya membongkar dokumen mu saja, hanya untuk memastikan apakah ada alamat lengkap yang bisa aku gunakan untuk mengembalikan tas sialan mu itu. Aku tidak mengambil uang mu bahkan selembar pun. Aku hanya merogoh tas mu untuk mendapatkan sesuatu yang bisa kujadikan sebagai petunjuk. Dan aku menemukan pelacak mu itu. Aku yakin, kau pasti menemukan tas mu disini kalau aku aktifkan pelacak itu disini.” Panjang lebar Anta menjelaskan padanya dengan nada penuh amarah yang tertahan.
Pria itu tetap menatapnya dalam diam. Dengan tangan kirinya tetap berada di saku kiri celana panjangnya yang harganya pasti sangat mahal. Dan satu tangannya lagi masih mencekal lengan tangan kiri Anta.
’Kau...’ Bathin pria itu. Rahangnya mulai mengeras. Tangan kiri di saku celananya mulai mengepal dengan sekuat tenaga.
Sekretaris dan para bodyguardnya yang tahu kondisi saat ini, lebih memilih untuk diam. Mereka mundur tiga langkah ke belakang. Seakan tidak mau lebih dekat dengan Bosnya yang sedang manahan amarah karena melawan seorang wanita cerewet seperti Anta.
”Kau pasti sudah dapatkan tas mu bukan ? Seharusnya kau mengucapkan terima kasih pada ku karena aku sudah mengembalikan barang berharga mu itu. Tetapi sekarang, aku akan balikan lagi. Aku akan sangat berterima kasih kepada mu, kalau kau melepas cekalan tangan mu di lengan kiri ku ini. Ini sangat menyakitkan. Kau tahu!” Desis Anta dengan ketus tapi tetap tenang.
Pria itu tersadar, lalu melepas cekalan tangannya pada Anta. Dan memasukkan tangan kanannya ke dalam saku kanan celana panjangnya itu. Tanpa ada permintaan maaf atau kata terima kasih dari mulutnya.
Anta tersenyum mengejek lagi.
”Permisi.” Anta berbalik badan dan hendak pergi. Namun dia kembali berbicara singkat dengan suara dinginnya.
”Kau akan menyesal.” Anta kembali berbalik menghadap pria itu.
Pria itu tersenyum miring kepada Anta, seakan dia telah merencanakan sesuatu yang buruk pada Anta. Dan Anta merasakan hawa menusuk itu dipikirannya saat ini.
”Bahkan aku sudah menyesal saat pertama kali melihat tas sialan mu itu.” Anta tertawa miring ke arah pria itu. Dan segera pergi dari halaman Masjid besar itu. Meninggalkan mereka yang tengah diam dan sudah pasti mereka melihat gerak gerik Anta sampai Anta menghilang dari pandangan mereka.
...
Beberapa menit kemudian.,
”Ikuti dia. Cari tahu segalanya tentang dia. Aku mau informasi lengkapnya malam ini juga.” Kata terakhir yang dia ucapkan, lalu berjalan menuju mobil mewah berwarna hitam berlogo bintang tiga itu yang pintunya sudah dibuka oleh para pengawalnya.
Diikuti oleh sekretaris pribadinya yang juga masuk ke dalam mobil dan duduk di bagian depan, di samping supir pribadinya.
Para bodyguardnya mengikuti dari belakang dan masuk ke dalam mobil lain. Mobil pribadi mereka yang juga berwarna hitam berlogo BMW, termasuk sangat mewah untuk ukuran para bodyguard.
***
Rumah, Medan, Indonesia.,
Kamar Anta dan Dila.,
Malam hari.,
’Ish! Aku kenapa kepikiran kayak ginih ya! Ah gak mungkin lah dia macam-macam sama aku. Lagian kan aku da baik hati balikin tasnya itu.’ Bathin Anta sambil menatap langit kamar. Melirik putrinya Zizil yang tengah tertidur pulas di sampingnya dan di samping Dila.
’Apapun yang terjadi sayang, sebelum kau kembali kepada keluarga asli mu, Mommy janji. Mommy akan jaga kamu dengan baik. Itu janji mommy. Mommy bahagia karena ada kamu di hidup Mommy sayang.’ Bathin Anta seraya berbicara sendiri, mengecup puncak kepala Zizil. Memiringkan badan ke kanan dan memeluk Zizil lalu Anta memejamkan matanya. Berharap besok pagi, dunia akan baik-baik saja.
---**---
Rumah, Medan, Indonesia.,
Pagi hari.,
”Eh kau! Ngelamun aja kau kak. Kesambet baru tau. Masik pagi ini. Tuh tengok Zizil aja uda sarapan dia. Ya Kan Sayang.” Ucap Dila berjalan ke arah Zizil. Sambil mencium pipi Zizil yang sedang makan pisang goreng di depan TV dengan channel Spongebobnya.
Anta masih tetap diam dengan segala pikirannya yang bercabang.
’Ishhh udalah Adyanta.’ Dia mengela kasar nafasnya, beranjak dari pinggiran ranjang menuju Zizil dan Dila.
”Mommy kerja dulu ya sayang. Zizil jangan nakal ya ama Eyang Uti.” Anta mencium kening Zizil. Dan memegang tangan kanan Zizil untuk salim di tangan kanan Anta.
”Mommmyy... Mommyy dzaaa.. dzaaaa.. dzaaa...” Sambil tersenyum lebar menampakkan dua gigi atasnya yang mulai tumbuh.
”Sini sama Eyang Kakung sayang. Kita main sama abang Siddiq di depan ya.” Ucap Papa mereka, Arsyad menggendong Zizil sambil mencium pipinya dan membawanya keluar karena sepupu-sepupunya sudah menunggu nya di luar untuk bermain seperti biasa setiap pagi.
***
Rumah Sakit Elisabeth, Medan.,
Selasa siang.,
Telepon berbunyi...
”Halo dengan saya Adyanta bagian Administrasi, ada yang bisa saya bantu ?”.
”....”
”Oh, tanda tangani aja kak, nanti saya ke bawah, saya ambil paketannya.”
”....”
”Kok gitu ? Yaudah kasihkan teleponnya sama petugasnya kak.”
”..--..”
”Oh gitu ya pak. Oke. Bisa tolong kasihkan kembali teleponnya sama resepsionisnya pak.”
”..--..”
”Kak, bisa arahkan bapak itu ke ruangan kami ?”
”....”
”Makasih ya kak.”
Tutt.. Tutt.. Tutt..
***
Ruangan Administrasi.,
”Siang bu, maaf saya mau menjumpai Ibu Adyanta Nawwar Rizky.” Sapa seorang pria berbadan tegap, seperti seorang bodyguard itu.
‘Dia ? Apa dia suruhan pria itu ?’ Bathin Anta. Terkejut karena pria itu tahu nama lengkapnya bahkan tempatnya bekerja. Anta langsung sigap memutar kursi kerjanya lalu berdiri dan mendekati pria itu.
“For you Ms. Adyanta.” Pria itu tersenyum lalu membungkukkan badan padanya sambil menyodorkan sebuah kotak berwarna silver ke arah Anta.
’Apa-apaan ini. Berasa kayak di film-film akunya. Ah sialan.’ Bathin Anta mengernyitkan keningnya.
”Saya permisi Ms. Adyanta.” Pria itu membalikkan badannya untuk keluar ruangan.
”Ya. Thankyou.” Jawab Anta singkat tanpa berbasa-basi.
Pria itu lalu keluar dari ruangan kami.
Semua rekan kerjaku menatap ku bingung dan penuh dengan kecurigaan.
”Apaa sihh ish. Paketan ini. Gak usah lebay gitu lah nengoknya.” Ketus Anta memutar matanya malas dan duduk kembali di kursi kerjanya.
Mereka mulai menggoda Anta. Dan sesekali menyikut badan Anta dengan siku mereka.
Mereka berghibah lagi, kalau Anta punya gebetan orang kaya raya. Sehingga bisa di datangi sama bodyguard ganteng dan kekar seperti pria tadi. Mereka menerka-nerka dan penasaran dengan kotak silver tadi.
”Ini cuman hadiah. Gak lebih.” Anta meyakinkan mereka semua yang satu ruangan dengannya.
’Hhhssssss... Malasnya membahas ini lagi.’ Bathin Anta malas menghadapi sikap satu ruangan nya setelah kepergian bodyguard tadi.
Setelah jam istirahat selesai. Anta melihat semua orang sudah melanjutkan pekerjaannya dalam diam.
Anta, diam-diam dia mulai membuka kotak silver itu dengan rasa penasaran.
’Ipad ? Merk apple ?’ Mata Anta memandang tak percaya. Lalu dia segera menekan tombol power.
’Adyanta Nawwar Rizky ? Bagaimana dia bisa tahu nama lengkap ku ?’ Bathin Anta menggelengkan pelan kepalanya.
Dugaan Anta benar. Tadi adalah bodyguard pria itu.
Seolah seperti tersengat listrik, ternyata ipad mahal itu sedang memutar sebuah video yang bertuliskan pesan singkat menohok untuk Anta. Anta kembali tak percaya dengan kalimat terakhirnya. Yang membuat dadanya semakin sesak.
’Adyanta Nawwar Rizky.’
’Bekerja sebagai salah satu administrator di Rumah Sakit Elisabeth.’
’Sudah bekerja selama 1 tahun.’
’Baru saja mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.’
’Anak pertama dari dua bersaudara.’
’Adila Nawwar Rizky.’
‘Mahasiswa jurusan Akuntansi di salah satu Universitas Negeri ternama di Kota Medan.’
‘Papa Arsyad Nawwar Rizky.’
‘Bekerja sebagai Mandor Bangunan di Village.’
‘Mama Ghania Hafizhah.’
‘Seorang Ibu Rumah Tangga yang wajahnya masih sangat cantik dan awet muda di usia 44 tahun.’
‘Adyanta Nawwar Rizky.’
‘Mereka menunggu mu. Mobil sudah ku siapkan untuk mu. Ikuti arahan bodyguardku. Membantah adalah amarah dari ku.’
‘See you Honey.’
Anta kembali tak percaya dengan video tadi. Harus berurusan dengan pria gila dan menambah kesulitan dalam hidupnya lagi.
Dia memutar video itu sampai dua kali. Anta bersyukur karena sampai sekarang, foto dan video Zizil tidak tersebar dimana pun. Itu sebabnya dia tidak mencantumkan nama Zizil disana, mungkin karena dia tidak tahu terkait Zizil, putri Anta.
Keringat sudah bercucuran di dahi Anta. Jilbabnya serta baju kerjanya sudah basah dengan keringat peluhnya. Anta mencoba bersikap biasa saja, agar tidak terlihat aneh di depan seluruh rekan kerjanya.
***
Jam kerja telah usai. Anta segera mengemasi barangnya. Anta berlari ke bawah dengan cepat tanpa memakai lift.
Anta menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Sampai rekan kerjanya melihat aneh ke arahnya. Ada pula yang memanggilnya namun tidak Anta gubris.
Fokusnya hanyalah apa keinginan pria itu. Belum 24 jam mereka berjumpa, dia sudah menghantui Anta seperti ini. Seakan Anta mencuri selembar uangnya. Atau menghilangkan satu dokumen pentingnya itu.
Anta melihat di parkiran depan Rumah Sakit. Mobil hitam mewah berlogo bintang tiga sudah menunggu Anta, dengan pintu mobil yang sudah dibuka oleh sekretaris pribadi pria itu yang wajahnya jelas masih ada diingatan Anta.
“Nona Anta. Boleh saya minta kunci sepeda motor anda ?” Bodyguardnya berjalan ke arah Anta lalu seraya menundukkan kepala kepada Anta.
‘Mereka tau nama panggilan ku. Sialan.’ Bathin Anta dengan wajah tidak sukanya.
Anta menyodorkan kuncinya pada bodyguard itu tanpa mengatakan dimana posisi kereta Vario Anta.
Anta menghampiri sekretarisnya itu. Dia meyodorkan tangannya ke arah Anta. Anta menyambut tangannya.
“Saya Han Lee. Saya sekretaris pribadi Mr. Zu. Panggil saja saya Han.” Dia tersenyum ke arah Anta.
’Ternyata pria itu dipanggil Mr. Zu atau Tuan Zu ya.’ Bathin Anta seraya berbicara sendiri. Dia diam dengan wajah datar dan tak suka padanya.
Anta merasa, dia mengerti dengan sikap Anta ini. Anta langsung masuk ke dalam mobil. Diikuti dia yang juga masuk ke dalam mobil dan duduk di depan tepat di samping supir.
Anta melihat satpam Rumah Sakit memandang dirinya dengan pandangan bingung. Anta membuka kaca mobil dan tersenyum kepada mereka semua.