Hari-hari berlalu dengan sangat cepat, tau-tau Ujian Akhir telah tiba didepan mata. Dan disinilah aku sekarang, menatap kertas yang baru saja dibagikan oleh Kelvin. Mama memintaku untuk bergabung dengan Nana jadi anak didik Kelvin saat menjelang ujian. Nana yang biasanya aku lihat slengean dan tidak terlalu peduli dengan hal-hal semacam ini, malam ini terlihat begitu serius mengerjakan.
Soalnya, dari yang aku dengar om Natan mengancam tidak akan memberikan izin kepada Nana kalau sampai hasil Ujian kali ini mengecewakan. Nana itu dibebaskan, tapi hidupnya tidak sebebas aku. Kalau aku sih mau nilaiku jelek atau bagus, Mama sama Papa tidak akan banyak berkomentar.
Kelvin sendiri tengah membaca buku tebalnya, sesekali cowok itu mencatat di buku tulis, buku yang rumornya adalah buku keramat.
Karena setiap soal ujian yang keluar, jawabannya pasti ada di buku Kelvin.
“Lo pada pelajari tuh halaman 30, 45, 46, 50, 55, sama 61. Kemungkinan besar soal-soal pilihan ganda bakalan muncul dari sana.”
Nana meraih stabilo berwarna kuning, siap memberikan tanda setelah diberi arahan oleh Kelvin.
“Yang mana aja sih, Na?” tanyaku.
Nana menatap buku LKS ku, dia menunjuk bagian-bagian yang dimaksudkan oleh Kelvin. “Kayaknya sih itu, Rik. Lo baca aja dulu, mana tau ada yang kelewat” setelah itu dia kembali membaca buku LKS nya. Demi mendapatkan izin untuk berlibur ke London, Nana terlihat serius mengerjakan.
Tuh anak kalau mau serius sebenernya pinter, toh masih satu gen sama Kelvin yang otaknya udah kayak wikipedia berjalan.
Lembaran yang Kelvin beri adalah contoh soal-soal yang dia buat sendiri khusus untukku dan Nana. Aku mulai membaca LKS dan mengisi lembar soal yang telah diberikan satu persatu.
Sesekali Kelvin mengecek lembar milikku dan Nana.
“Nomor 6 sama 10 masih salah, baca lagi bukunya.”
“Ini udah bener, Vin. Nih lihat deh penjelasan di bukunya” Nana menunjukan deretan kata di lembar LKS. Kelvin menggelengkan kepala menatap sang adik yang masih kekeh dengan jawabannya.
“Lo baca lagi deh soalnya, ‘yang tidak termasuk’ sementara yang lo baca ini yang termasuk. Ati-ati, soal kayak gini tuh mengecoh” Kelvin beralih ke lembar soal milikku. Dia membaca sekilas, lantas menatapku dan meraih LKS milikku.
“Sumpah, Rik. Gue tau lo keseringan bolos, tapi punya otak kan bisa dipake dikit aja. Hampir semuanya lo salah, ulang!”
“Vin–”
“Ulang atau nggak perlu ikut belajar bareng.”
“...oke.”
Sudut bibir Nana terangkat, s****n! Dia pasti mengejekku. Dengan kesal aku menghapus semua jawaban, lantas membaca ulang soal-soal tersebut. Kali ini aku mengerjakan dengan serius. Sekali aku menemukan jawabannya di dalam buku, rasanya ketagihan. Semangat belajarku tiba-tiba datang entah dari mana, Kelvin sudah kembali tenggelam dalam dunia bacanya.
Sekitar dua jam kemudian, aku dan Nana selesai belajar dan menyelesaikan soal-soal itu dengan benar semua. Meski sesekali di bentak oleh Kelvin, aku tidak menyerah. Bahkan Nana saja di g****k-goblokin padahal hanya salah satu soal.
Beberapa jam kemudian, setelah Kelvin mengakhiri sesi belajar bersama, kita bertiga menikmati udara segar di teras rumah dengan semangkuk ronde dan beberapa potong pisang goreng. Asisten rumah tangga disini memang peka banget mau membuatkan camilan untuk kita malam ini.
Seraya mengunyah pisang gorengnya, ku lihat Kelvin sibuk membaca n****+ berjudul 'Sang Alkemis' yang sudah di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
“Gue lihat dari tadi lo cuma baca n****+, Vin” seraya menyeruput kuah ronde aku bertanya pada Kelvin.
“Ya emang lo berharap gue ngapain?” jawab Kelvin dengan santai. Setelah belajar sebentar tadi, cowok itu mengganti kesibukan dengan membaca n****+.
“Belajar lah.”
“Kelvin mana pernah belajar kalo udah H-1 Ujian kayak gini. Tuh anak belajarnya pasti udah jauh-jauh hari” Nana yang menjawab, terlihat sangat hafal dengan kebiasaan sang kakak. Paling Kelvin tuh baca buku bentar doang tadi, nggak selama aku dan Nana.
“H-1 waktunya otak gue istirahat, relax sebelum menghadapi Ujian”
“Kenapa lo nggak mencontoh kakak lo, Na? Otak lo juga jauh beda sama Kelvin, apa jangan-jangan kalian saudara tiri?”
Nana hanya diam, seakan tak mendengarku berbicara. Terlihat menikmati roti bakar dan kopi Latte nya. Kelvin pun sama, hanya diam tak menanggapi. s****n! Aku di kacangin.
“Gue masuk duluan ya, capek.” Nana meraih ponselnya dan berdiri, lantas melenggang pergi begitu saja.
Tepat saat Nana masuk ke dalam rumah, Kelvin mendorong kepalaku. “Apaan sih anjing!”
“Ngapain sih lo beda-bedain kita berdua?? Udah tau Nana selalu sensitif sama hal-hal beginian.”
Aku mengusap kepalaku dengan kesal, rasa bersalah mendatangiku. Sialnya, aku tidak pernah sadar akan hal ini. Saat aku hendak beranjak menyusul Nana, Kelvin menahanku. “Nggak perlu lo samperin. Besok dia juga bakalan balik kayak biasanya. Justru kalo lo samperin dia, yang ada kalian bertengkar.”
-Batas-
Apa yang dikatakan Kelvin benar. Esoknya, Nana telah kembali ke settingan awal, senyum manis terpatri rapi di bibirnya, Wajah cantik berseri-seri itu terlihat siap untuk menghadapi ujian Akhir.
“Widih, pasti udah di gembleng sama kak Kelvin nih anak”
“Woyajelas!” ujarnya dengan rasa bangga, “Udah siap bertempur nih, kalian sendiri gimana?”
“Ya gini-gini aja sih.” Risa menjawab dengan lesu.
Bia tersenyum, dia menepuk bahu Risa yang memasang wajah memelas. “Nggak usah sok tersakiti gitu, gue tau kemarin lo berdua masuk ke salah satu tempat les”
Oh iya, ngomong-ngomong soal Bia ini. Mungkin karena sebelumnya aku tidak begitu mengenal dia, makanya aku menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang pendiam dan tidak banyak berbicara. Setelah beberapa minggu terlewati, Bia mulai menunjukan sikap aslinya, cerewet mengomentari perkataan orang lain, bahkan kadang dia berani nyela ucapan Nana.
Pokoknya, Bia tuh beda banget dari Bia yang dulu.
“Mending kalian les di Kelvin aja deh, tuh anak bisa diandalkan. Biaya les nya ntar sama gue, gimana?”
Rosa mendorong kepala Nana, “Yeee, itu mah lo nya aja yang mau ambil untung!”
Nana memecahkan tawanya, dia tidak marah sama sekali. “Lumayan kan gue bisa beli boba dari tuh duit”
Bel berbunyi, semua siswa siswi yang masih di luar berhamburan masuk ke dalam kelas. Berhubung namaku dan Nana agak berjauhan, jadi tempat duduk kita juga jauhan. tetapi untungnya aku dekat dengan bangku Risa. “Ris, jangan pelit, ntar gue beliin lo seblak”
“Yeee, seblak doang gue bisa beli sendiri”
“Ck. Dasar!”
Seorang guru yang tidak perlu aku sebutkan namanya masuk dengan wajah tegang, entah datang dari mana virus tegang itu sehingga kini seluruh wajah teman-temanku jadi ikutan tegang.
“Selamat pagi, anak-anak. Hari ini saya yang akan menjadi pengawas ujian kalian, semua sudah di tempat duduk masing-masing?”
“Sudah, Buuuu”
“Baik. Kalian bisa mulai mengisi nomor siswa dan password yang sudah dibagikan. Sebelum mulai mengerjakan, alangkah baiknya jika kita berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing, berdoa mulai..”
Tuhan, kalo gue nggak bisa dapet seratus, setidaknya jangan sampai gue remedi.
Do’a ku cukup singkat, asal tepat dan tentu saja berharap tuhan mau mendengarnya. Aku melemaskan kepalaku, lantas melemaskan jari-jariku sebelum memegang mouse.
“Rik, gue tau lo bisa!” Risa yang tepat berada disampingku tersenyum.
“Lo juga.”
Ujian dimulai.
Satu persatu aku membaca soal-soal yang tertera di layar komputer, rasanya aku tidak asing dengan pertanyaan tersebut, hanya saja aku lupa apa jawabannya. Kelvin! Dia benar-benar bisa memprediksi soal-soal ujian yang keluar dengan tepat sasaran, kalau sampai aku remidi, lihat saja pasti aku akan menjadi bahan ejekan Nana dan Kelvin. Netraku menatap ke arah Nana yang memasang wajah serius, andai aku bisa memotret wajahnya, mungkin sudah aku lakukan sejak tadi.
“Buseet, gue curiga Kelvin dapet bocoran dari orang dalem”
Kali ini, mungkin aku bisa berharap mendapatkan nilai yang lumayan, alias diatas KKM, dan hasil ujian kali ini bisa menjadi awal yang baik untukku, berkat Kelvin dan tentunya berkat kegigihan dalam belajar.
-Batas-
2 minggu berlalu…
2 minggu, kita disibukan oleh Ujian Akhir dan remedial. Dan selama itu, kita semua benar-benar tidak membahas masalah liburan ke London sama sekali. Untuk itu, siang ini kita berlima berkumpul di teras rumah Kelvin dengan laptop dipangkuan masing-masing.
“Arga, lo susun destinasi apa aja yang bakalan kita tuju, karena gue lihat sistem pengorganisasian lo bagus banget.”
“Noted.”
“Nana urus masalah pembelian tiket pulang pergi, kayaknya udah clear, ‘kan?”
“Aman.”
“Ren, yang gue minta kemarin udah kelar?”
Reno mengangguk menatap Kelvin, “Oke, Reno yang akan mengurus transportasi kita disana nanti. Rencana kita akan menyewa mobil, kalau naik transportasi umum juga bisa, tapi kita nggak mau terikat sama jam operasi mereka”
Kelvin berbicara dengan serius. “Riki akan mengurus semua keperluan konten kita selama disana”
“Gue udah siap!”
As always, karena setiap kali Trasquad melakukan trip, pasti tugasku itu-itu saja tidak pernah berubah. Kelvin dan Nana terlalu mempercayakan masalah konten kepadaku.
“Gue yang akan jadi penanggung jawab, serta yang akan memastikan kalau trip kita ke London kali ini akan berhasil, gue juga udah ngurus tempat tinggal kita selama disana” Kelvin menatap ke arah Nana yang sibuk dengan laptopnya.
“Posisi paling rawan disini itu Nana, karena dia yang harus atur keuangan supaya enggak jebol. Apalagi rencana liburan kita kali ini timingnya agak kurang pas, bersamaan dengan liburan. Biasanya tiket pesawat bakalan melambung banget”
“Bener apa kata Kelvin.” Nana memutar laptopnya ke arah kami, semua kepala terjulur untuk melihat deretan harga yang muncul. “Gue juga salah hitungan, seharusnya gue bisa booking tiket sembilan belas minggu sebelum keberangkatan, lumayan bisa save 15%”
Jemari Nana menekan tombol mouse, tampilan layar telah berganti. “Setelah gue bandingin, harga tiket dari tiga aplikasi ini, yang paling murah itu Cloudfine. Jadi, gue mutusin buat beli tiket dari sana, semua masalah tiket udah clear sebenernya, cuma buat memantapkan rencana aja ini gue bahas lagi”
“Oh iya gengs, kata bokap dia punya partner di London yang mau kasih tebengan buat kita selama di London. Jadi, budget akomodasi aman nggak kepake sama sekali” Kelvin menambahkan dengan santai.
Om Nathan memang selalu bisa diandalkan, sebenarnya Kelvin sudah mengatakan hal ini di grup chat kami bertiga, hanya saja dia mengulang informasi untuk kak Arga dan kak Reno.
“Jadi temennya Papa ini user AirBnB, dan rumah yang biasa disewakan nanti yang bakal kita tempati” Nana menambahi.
Gelas demi gelas yang disuguhkan mulai tandas isinya, malam juga semakin larut, rapat kami telah berada di ujung. Dari yang aku tangkap mulai dari penginapan, tiket pulang pergi, destinasi wisata dan juga transportasi semuanya sudah oke, seperti biasa Kelvin selalu rinci dalam hal seperti ini. Sebisa mungkin tidak ada hambatan saat kita berada di negara orang.
“Are you ready, guys?” tangan Kelvin terjulur, Nana menumpukan tangannya diatas tangan Kelvin, disusul tanganku, tangan kak Reno, dan terakhir tangan kak Arga.
“We’re ready!!!”