Prolog
Keluarlah, Lihatlah bulan itu, Sudah?
Kita sedang menatap bulan yang sama,
Di Negara yang sama, Di tempat yang sama.
Namun sayang, kita tak saling tau.
-Traveller Squad-
-Batas Suci-
Keinginan sukses di usia muda membuatku tertantang, Namaku Nana, Nana Ratnaningsih Bagaswara. Aku seorang pelajar kelas X di SMA Bina Jakarta. Aku punya Kakak yang umurnya dua tahun lebih tua dariku, Namanya Kelvin, Kelvin Bagaswara Bima. Kalian tau, aku bukan hanya seorang pelajar, aku juga seorang Traveler, Selebgram, dan Youtuber.
Wow, menggandeng semua itu di usiaku yang baru 16 tahun adalah hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, semuanya berjalan begitu saja. Awalnya hanya bermula dari kegemaranku akan liburan. Oh iya, aku juga akan mengenalkan satu orang lagi sebelum berbincang panjang lebar, dia Riki. Sahabat terdekatku, kita menempel bagaikan perangko dan surat, tak terpisahkan.
Nah, kami bertiga membuat kelompok Traveler bernamakan "Trasquad"
Tepukan pundak membuatku menoleh, "Na, lo nggak papa kan gue tinggal sendiri. Pak Bima manggil nih" ucap dia, kakak ku, tapi aku ogah memanggilnya dengan embel-embel tersebut. "Yaudah sih, pergi aja. Toh gue juga nggak minta ditemenin sama lo" jawabku jutek, Kelvin tak menjawab melainkan langsung berlari kecil menjauh dariku.
Cuaca hari ini sangat panas, mos penutupan baru saja selesai. Saat ini aku berada dibawah pohon untuk berteduh dari teriknya sinar matahari. Dari kejauhan aku melihat sahabatku Riki berjalan mendekat, fyi, dia habis dari kantin membeli minum.
"Gila, kantin rame banget. Mau beli minum aja harus nunggu 15 menit, nih" dia mengulurkan teh botol ke arahku setelah mengeluh sejenak.
"Thanks" ucapku sembari menerima botol tersebut. "Kita sekelas kan, Rik?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku, Riki mengangguk, "Gimana kalo sekarang kita cari kelasnya dimana, jadi besok pas masuk udah nggak perlu cari lagi" usul Riki, sebenarnya aku malas, tapi karena ini Riki jadi aku menyetujuinya. Kita berjalan berdampingan entah menuju kemana lantaran tidak tau dimana letak gedung kelas sepuluh.
"Emangnya lo tau dimana kelas kita, Rik?" tanyaku lagi.
Riki nyengir, lantas menggeleng, "Kan tadi gue bilang 'ayo cari' itu berarti gue nggak tau, Nana sayaaaang" cowok tengil itu mengusap kepalaku membuat tatanan rambutku jadi berantakan.
Aku hanya mendengus, menepis segera tangan rese itu agar enyah dari kepalaku. Kita berdua berkeliling, mengamati list nama yang tertempel di pintu dari kelas ke kelas, setelah beberapa saat mencari akhirnya kita menemukan ruangan yang akan menjadi tempat kita berdua menuntut ilmu.
Riki sudah nyelonong masuk duluan meninggalkanku didepan kelas, netraku menyapu ke seluruh ruangan, beberapa siswa siswi tengah sibuk memilih bangku mana yang akan mereka duduki nantinya, di papan sudah tergambar peta bangku, nantinya mereka akan mengisi peta itu dengan nama mereka masing-masing. Lamunanku buyar saat suara Riki terdengar memanggilku "Kita disini aja ya, Na."
Aku mengangkat bahu tak acuh, karena menurutku dimanapun duduknya itu sama saja.
-Batas Suci-
Motor yang aku tebengi sampai didepan rumah, ya, kalau kalian menduga aku pulang bersama Kelvin tentu kalian salah besar karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah duduk di jog motor cowok itu kecuali dalam keadaan gawat darurat.
Aku turun, "Thanks ya, Rik"
"Hm, masuk sono terus istirahat"
Aku hanya mengangguk, Riki menancap gas nya, berputar arah lantas berhenti. Rumah dia tepat berada didepan rumahku asal kalian tau. Jadi kita itu deket banget, banget, banget. Kadang aku menginap dirumah dia, kadang juga dia yang menginap dirumahku. Melangkahkan kaki memasuki rumah, ternyata motor Kelvin sudah terparkir rapi di garasi.
"Bibi..!! Nana's comiiinggg..!!" teriakku memasuki rumah, bantal melayang ke arahku, dan seketika menghantam mulus wajah cantik ku.
"Bisa diem nggak?!" tanya Kelvin sensi, aku hanya mendengus, menjulurkan lidah lantas melempar kembali bantal tersebut. Siang ini aku tengah lapar dan hanya ingin makan, tak meladeni Kelvin yang selalu saja memancing keributan denganku.
Bibi tengah menyiapkan makanan dimeja, jemari lentik ku menarik kursi untuk ku duduki, "Mama sama Papa belum pulang ya, Bi?" tanyaku.
"Belum non, mungkin sebentar lagi" aku hanya mengangguk mendengar jawaban si bibi. Jadi, kedua orang tuaku saat ini tengah berada di perjalanan setelah menyelesaikan pekerjaan di Australia, biasalah mereka itu sibuk kerja dan kerja.
Baru saja dibicarakan, tak lama terdengar suara Kelvin yang sepertinya menyambut kedatangan seseorang, yep, kalian bisa menebak itu adalah kedua orang tuaku.
Pak Tarman, naik ke lantai atas dengan membawa koper, disusul wajah Mama yang terlihat begitu lelah. Beliau duduk disampingku, gelas yang tadi sudah ku isi dengan es jeruk kini diteguk habis oleh Mama "Huuufftt, capek banget Mama, Na" keluh Mama, menoleh ke arahku "Kamu baru pulang? Lah, tadi Kelvin udah santai-santai di depan?"
"Hm, aku bareng Riki, Ma. Males banget bareng Kelvin"
"Kakak, Na, kakak. Susah banget disuruh panggil kakak"
Papa menyela percakapan ku dengan Mama, pria yang sudah membesarkanku itu duduk "Hari ini terakhir MOS, kan? Gimana? Lancar?"
Yah, meski mereka pecinta kerja tapi mereka tidak pernah mengabaikanku dengan Kelvin. Singkat kata, peran mereka seimbang.
Aku mengangguk, "Lancar kok, Pa. Lagian MOS kan dari dulu cuma gitu-gitu doang, nggak ada yang menarik" jawabku jujur, aku menoleh saat Mama bangkit dari duduknya.
"Yasudah, Mama mau ke kamar dulu istirahat. Perjalanan tadi bikin capek banget" Mama melenggang pergi, disusul Papa yang tersenyum tipis kearahku.
-Batas Suci-
Kalian tau bagaimana perasaanku terhadap Kelvin? BENCI!
Sumpah, demi Jaehyun NCT yang visualnya nggak manusiawi, Kelvin adalah kakak paling menyebalkan yang pernah ada di dunia. Kalian tau kan tadi dia masih santai-santai dirumah saat aku tengah makan? Nah, selesai itu, aku berniat untuk istirahat, tidur barang 1-2 jam.
Tapi dia, Kelvin laknat, malah meneleponku dan memintaku untuk menjemputnya di Lapangan Garuda. Sebenarnya, lapangan itu tidak jauh dari rumahku, tapi ya, aku kan malas gitu loh malas.
Mengendarai motor matic menuju lapangan, cuaca panas mengharuskanku mengenakan jaket. Beberapa menit kemudian aku sampai ditempat tujuan, menyapukan pandangan ke sekitar lapangan yang sudah sepi, kemana perginya Kelvin? Apa dia hanya mengerjaiku? Awas saja kalau sampai iya, akan ku bunuh dia.
"KEL--"
Ucapanku menggantung saat menoleh menatap siapa yang mengagetkan ku dengan cara menepuk pundakku. Cowok dengan tinggi 174 cm, berahang tegas, tatapan tajam serta bibir tipis itu seketika membuatku terpaku ditempat.
"Eh, Kak Reno" gugup, tentu saja. Fyi, dia Kak Reno, sahabat Kelvin yang wajahnya ganteng banget. Meski lebih gantengan Kelvin, tapi tetap saja aku malas mengakuinya.
Kak Reno tersenyum, aduh, senyum itu.
"Ngapain disini?" tanya dia dengan suara yang manly banget.
Sialnya, jantungku berdegup dengan kencang, dadaku berdebar dan seketika itu pula pipiku langsung merah merona "Em,.. gue, gue cari Kelvin, Kak"
DOG!
Netraku melirik tangan Kak Reno yang langsung merangkul pundakku, mengajakku untuk masuk kedalam. Sumpah, kenapa dia harus memperlakukanku seperti ini sih? Apa dia tidak tau kalau saat ini jantungku tengah berdiskotik didalam rongga?
Untung saja, jarak antara tempat parkir dan lapangan tidak terlalu jauh, dari kejauhan aku melihat Kelvin dengan bajunya yang basah lantaran keringat. "Akhirnya datang juga lo" celetuknya menyebalkan, sekilas aku melihat tatapan tajam Kelvin menghujam bahuku membuat Kak Reno yang sadar pun spontan melepaskan rangkulannya.
"Kalo gitu gue duluan bro, gue duluan ya, Na" pamit Kak Reno sembari mengangkat telapak tangannya, cowok itu menyampirkan tas pada salah satu pundaknya, lantas melangkah pergi. Netraku masih belum bisa beralih dari punggung yang sandarable itu, ah, seandainya..
Titt tiiittttt
Kaget, aku menyapukan pandangan, dimana Kelvin?
"WOY! Cepetan kalo nggak mau gue tinggal!!"
SIALAN!!!
Ternyata dia sudah nangkring diatas motor.