Kemenangan

2071 Kata
Maudy pernah patah hati, itu sebabnya dia tidak terlalu tertarik menjalin hubungan dengan laki-laki lagi. dia hanya perlu focus mencari uang untuk Mark dan membesarkan sang anak dengan penuh kecukupan. Maudy tidak perlu pria dalam hidupnya. Kalau butuh pelepasan, kan dia bisa dengan mudah membeli… ekhem! Alat-alat yang bisa membantunya. Erik mencintainya? Halah, pria yang dulu menjadi suaminya saja pernah bilang mencintainya tapi malah pergi dengan kekasihnya ketika wanita itu kembali. Apalagi Erik yang notabenya adalah bocah ingusan. Meskipun aslinya seringkali membuat Maudy menghela napas dalam karena begitu penuh dengan godaan. Gila saja, tubuh dan wajahnya sangat sinkron. Sementara disisi lain, Erik berdecak karena panggilan itu tidak terjawab. Dia juga tidak mau melakukan langkah lebih, baru saja confess masa iya sudah bertengkar karena mencampuri urusan yang bukan haknya. “Ngapain liatin hape gue?” tanya Maudy yang sudah kembali. Dia memasang wajah pedass. Ya ampun, cantik sekali dimata Erik. “Nggak, tadi ada panggilan dari yang namanya Mark. Itu siapa, Mbak? Pacar lu? Gue gak suka ya kalau diduain.” “Yang penting kan gue tetap professional.” “Jadi bener itu pacar lu?” Demi bekerja dengan baik tanpa gangguan perasaan pribadi Erik, jadi Maudy hanya menghela napas tanpa menjawab. “Mbak jawab ih, dia beneran cowok lu? Kok lu udah punya laki sih? kapan jadiannya? Kok gue gak tahu?” Yaampun, mulutnya membuat Maudy ingin menutup dengan lakban. “Nih makanan buat lu. Jangan bikin gue kesel deh udah, jangan bahas hal-hal pribadi, Rik.” “Tapi ini butuh diomongin banget, Mbak. Dia beneran pacar lu?” “Kalau iya, kenapa?” duduk disamping Erik dan memberikan camilan yang baru saja dibelinya. “Nih, makan ini aja. udah gak usah baperan gitu Cuma karena kita pernah ONS.” “Tapi gue jatuh cinta sama lu bukan karena kita ONS, Mbak. Gue serius.” Tangannya menggenggam Maudy yang langsung ditarik oleh perempuan itu. “Ihh, gue mau confess nih. Mau ngomong serius.” Dengan helaan napas berat, Maudy berucap, “Rik, gue jujur aja gak suka sama lu dan kalau lu maksa tetep bersikap kayak gini, gue gak segan-segan gak sopan sama lu juga. Jadi kalau lu mau gue kerja professional, tolong jangan libatin perasaan pribadi. Atau gue bakalan marah-marah terus dan semena-mena.” Erik diam sejenak, kemudian dia mengambil makanan yang dibeli oleh Maudy. “Gak papa, marah-marah aja terus. Nanti juga luluh sendiri. Daripada gue pendem sendiri, mending ungkapin ke lu, Mbak. Jadi, lu siap-siap marah sepanjang perjuangan gue ya. Hati-hati meledak. Gue juga gak pantang mundur meskipun lu tetep dorong-dorong gue,” ucapnya dengan santai. “Enak ya makanannya.” Maudy menyipitkan mata, takut juga kalau dia masuk kedalam pesona pria ini. jadi segera menatap danau didepan mereka. “Terserah lu udah punya pacar atau belum juga, yang penting belum janur kuning melengkung artinya lu masih bisa didapetin siapa aja.” Ngeri juga kalau seperti ini. “Lu anggap gue main-main, tapi gue bakalan buktiin.” Mana suaranya parau dan terdengar maskulin. Maudy mencoba mengunyah dan mengabaikan Erik. “Mbak? Kenapa lu diem aja?” “Dah, tenaga gue abis buat hari ini.” kembali mengunyah. Maudy sadar kalau Erik sedang memandanginya, tapi dia tetap menatap kedepan. “Lu cantik banget asli. Gue suka liatnya loh.” Sampai ponsel Maudy bergetar dan nama Mark tertera disana. “Bentar ya,” ucapnya pada Erik dan bergegas mengangkat panggilan itu. “Iya, Sayang?” Yang seketika membuat senyuman Erik luntur. “Kapan itu si Markidi tancap gass? Padahal nama itu gak ada sebelumnya,” gumam Erik dengan tatapan kosong. Sebelumnya gagal dengan Arum, sekarang Erik tidak akan gagal lagi dengan Maudy. *** Karena Erik harus memenangkan pertandingan, maka dia harus fokus pada latihan. Oh tenang saja, godaan selalu Erik lontarkan pada Maudy. Mana mau dia kehilangan moment bersama dengan sicantik itu. Ya meskipun Maudy dengan terang-terangan selalu menolak bahkan memberikan tatapan tajam. Erik juga mendengar Maudy memanggil sayang beberapa kali pada pria bernama Mark dan itu sangat mengganggunya. Ingin sekali merebut telpon tersebut, sayangnya selalu terhalang oleh orang-orang yang terus memaksanya untuk berlatih. Sampai besok adalah waktu untuk Erik balapan. Ada sedikit rasa takut karena fokusnya terbagi. Tok tok! Sampai service room datang. Erik tersenyum ketika melihat makanan yang dia pesan datang. "Thank you," Ucapnya langsung melangkah menuju pintu terhubung dengan kamar Maudy. Erik tahu kalau ini adalah kesukaan sang pujaan hati. Ini juga yang dilakukan Erik tiap malam. "Mbak?! Bukain! Atau mau gue minta ke tukang buat buka ini pintu?!" Selalu mengancam demikian sampai akhirnya pintu terbuka dan menampilkan Maudy yang sedang memakai masker. "Wuihh, cantiknya masa depan." "Apasih, Rik? Ini mau siapin buat konferensi pers besok loh." "Segitu yakin kalau gue menang, Mbak?” Maudy sudah tidak heran dengan apa yang dibawa Erik. “Buat gue ‘kan?” “Iya, ayok makan bareng.” Menarik tangan Maudy untuk berjalan ke balkon dan duduk bersamanya. Disana sudah ada kopi dan laptop yang Maudy gunakan untuk bekerja. “Udah, jangan banyak kerja dulu. Sini duduk.” Kali ini Maudy menurut, dia duduk disamping Erik dan menatap makanan yang awalnya dia pandang aneh tapi rasanya lezat ketika malam sebelumnya Erik memaksa Maudy melahapnya. Terkekeh sendiri mengingat malam-malam yang mereka lewati penuh dengan drama dan juga pertengkaran. “Kali ini jangan rese, Rik. Besok lu balapan, jangan sampe gue bogem.” Erik hanya terkekeh mendengarnya. “Gak papa asal dapetin lu aja, Mbak. Gue gak akan pantang menyerah meskipun lu udah punya pasangan. Sebelum janur kuning melengkung, gue bakalan dapetin lu,” ucapnya meminum soda sambil menatap Maudy dan menaik turunkan alisnya menggoda. “Suka gue sama lu, Mbak.” Maudy hanya terkekeh, sudah muak dia dengan kata-kata cinta. “Kenapa sih gak mau nerima gue? Terjamin loh, Mbak. Mending putusin pacar lu itu.” “Cinta itu menyakitkan, Erik. Gak seindah yang lu bayangin. Buktinya aja sekarang lu gak dapetin balasan dari gue kan? udah mending stop aja.” Erik menggelengkan kepalanya. “Gue pernah ada difase menyesal karena gak perjuangin orang yang gue sayang, Mbak. Dan lihat dia sama orang lain, rasanya sesak. Makannya pas getaran itu ada lagi, gue mau berjuang sekuat tenaga dan buktiin sama lu kalau gue ini yang terbaik.” Tangannya bahkan terulur mengusap cream kue yang ada disudut bibir Maudy. Perempuan itu kaget dan memundurkan kepalanya. “Gue bisa sendiri.” “Iya, si yang paling bisa sendiri.” “Bentar lagi lu juga pasti deket sama cewek lain.” “Nggak, Mbak. Gue suka sama lu.” Pesona Erik itu kuat, tapi Maudy ingin menolak. Bukan sekedarnafsu saja yang harus dituruti, tapi dia punya pertimbangan yaitu Mark. Mustahil juga seorang Erik mencintainya. Sampai lamunan Maudy terhenti karena kaget. Erik tiba-tiba berbaring diatas pahanya dan memejamkan mata. “Erik?” “Jangan sekarang, Mbak. Sumpah gue butuh banget sosok yang gue suka sebelum besok terjun ke lapangan.” “Tapi nanti gue pegel ih.” “Tiga puluh menit doang, janji abis itu langsung balik kekamar. Gue butuh Support system.” Kalau sudah membicarakan hal itu, dirinya bisa apa? Apalagi tahu kalau hubungan Erik dan keluarganya tidaklah baik. “Gue tuh gak mau kehilangan cewek yang gue sayang lagi, Mbak. Makannya mau berjuang buat lu.” Maudy tetap diam sampai akhirnya dia mendengar dengkuran halus dari mulut Erik. Pria ini memang sesuatu sekali. “Lu banyak ceweknya. Gue gak percaya sama lu.” Tangan Maudy terulur mengusap rambut Erik. Pria tua saja masih suka wanita muda, kenapa Erik yang berumur 25 tahun menginginkannya? Itu sebuah kemustahilan? “Lu Cuma kesepian aja makannya kayak gini ke gue.” Lama-lama Maudy ngantuk juga, bersandar pada kaki sofa dan mulai memejamkan matanya menunggu 30 menit lewat. Sayangnya, Maudy yang tidur nyenyak, sementara Erik dari tadi menikmati usapan sang pujaan hati. “Hihihi, dia usap,” ucapnya dalam hati, menahan senyum hingga hidungnya mengembang sendiri. “Kasian dah. Gue pindahin aja.” Erik bangun dan mulai menggendong Maudy untuk dipindahkan keatas ranjang. Tadinya Erik akan kembali ke kamarnya, tapi melihat sisi ranjang yang kosong membuatnya naik kesana. Mumpung Maudy tidur. “Good night, masa depan,” ucapnya pada telinga Maudy. Entah bagaimana nasib Erik besok. Yang penting Erik akan mengisi energynya. *** Akhirnya hari balapan itu tiba, Erik focus pada permainan kali ini. dia datang empat jam sebelum pertandingan dan melakukan rapat internal bersama dengan team dan Maudy juga disana. Para pembalap melakukan free Practice terlebih dahulu sebelum pertandingan dimulai. Maudy hanya mengawasi bersama dengan team ditenda mereka. menggigit jarinya sendiri sambil teringat apa yang Maudy dan Erik lakukan tadi pagi. Sialan sekali memang karena Erik membuatnya kaget. Mereka berada diatas ranjang yang sama. “Mbak, semalam lu tidur jadi gue pindahin kesini. Karena gue juga ngantuk yaudah tidur disini. Daripada maksa kekamar gue yang jauh nanti malah capek dan bikin performa balapan gak baik.” Karena itulah maudy tidak jadi memukul Erik. Disinilah dia sekarang, berdoa semoga bocah pengganggu itu menang. Hanya uang dan uang yang Maudy pikirkan. Erik memiliki banyak fans wanita diluar Negara, mereka berteriak histeris tatkala Erik melayangkan ciuman. “Halah, sekalinya playboy tetep aja playboy. Lagian mana mungkin dia beneran suka,” ucap Maudy memukul kepalanya sendiri. Banyak sih pria yang suka padanya, tapi tidak ada yang tulus. “Maudy! duduk disini supaya kau bisa melihat Erik dengan baik.” Maudy mengikuti arahan saja. sampai pertandingan akan dimulai, Erik sudah menempati posisinya dengan sang Umbrella Girl yang berada disampingnya. “Erik berpesan padaku supaya kau ikut menyemangatinya kalau dia sudah mulai kelelahan,” ucap sang tim teknis pada Maudy. Tapi mata Maudy tidak teralihkan pada balapan yang dimulai, dia mulai focus dan berdoa semoga Erik menang. “Woahhh, hebat banget dia,” gumam Maudy melihat bagaimana Erik melenceng lebih dulu melewati laawan-lawannnya. Sudah dipastikan menang kalau seperti ini. Mengerikan ketika Maudy melihat secara langsung beberapa kecelakaan. Dan setiap menitnya, balapan akan terasa menegangkan. Balapan MotoGP dilakukan secara terus menerus selama 40 menit tanpa jeda istirahat. Erik beberapa kali menghampiri team untuk mengganti ban atau sesuatu yang dia butuhkan. Dan ketika dia melakukan itu, Erik menyempatkan diri mengedipkan mata pada Maudy yang tampak tegang. “Woaw, dia melakukannya padamu?” tanya sang manager team. “Tidak, dia kelilipan,” ucap Maudy panic dan kembali menonton Erik yang kembali ke lapangan. Ketika Erik disalip, Maudy akan berteriak tidak terima. Ketika Erik melaju kencang, Maudy akan mengucapkan banyak kata syukur sampai akhirnya beberapa lap tersisa. “Lohhh, kenapa tuh anak mulai doyong?” ucap Maudy melihat Erik yang mulai melambat dan disusul oleh pembalap lain. “Erik, kenapa kau melambat? What’s wrong, Bro?” sang Race Engineer mulai panic dengan Erik. “Apa ada yang salah dengan motornya? Bicaralah padaku. Ada apa?” Maudy ikut panic. “Hah? Support System macam apa yang kau butuhkan? C’mon, Man. Jangan bercanda dan menangkan permainan.” Sang manager langsung paham. “Hei, bisakah aku bicara dengannya? Aku bisa membuatnya menang,” ucap Maudy memohon. Akhirnya earphone itu dialihkan padanya. Maudy kini tersambung dengan Erik lewat radio. “Hallo? Lu denger gue gak?” sengaja memakai bahasa Indonesia supaya tidak ada yang mengerti. “Kenapa, Mbak?” “Lu jangan melambat! Kalau ada yang salah cepetan kesini! Kalau enggak cepetan tinggal sisa 4 lap lagi! lu harus menang!” “Males ah, menang hadiahnya itu-itu aja. biarin yang lain nyobain.” “Nanti performa lu turun, Erik! Lu juga bakalan dijadiin sorotan media.” “Yaudah gak papa. gue bosen menang terus, biar hadiahnya buat yang lain, Mbak Sayang.” Maudy memejamkan matanya kesal. Tahu kalau anak ini sedang mempermainkannya. “Cepetan lu susul mereka! nanti gue kasih hadiah tambahan buat lu.” “Contohnya?” tanya Erik menggoda. “Lu mau apa emangnya? Jangan macam-macam.” “Cip*k doang ya? gak papa.” “Erik!” “Yaudah gak mau menang. Biarin yang lain aja.” Kalau sudah seperti ini, Maudy tidak bisa apa-apa. “Yaudah cepetan!” Seketika Erik menaikan gas dan menyalip lagi pembalap didepannya dengan mudah. Sampai akhirnya Erik…. Menjadi pemenang! Semua orang bersorak, beberapa anggota team memeluk Maudy karena berhasil menyemangati Erik. “Dia menang! Dia menang!” Media menyorot Erik, euphoria kemenangan begitu terasa. Maudy senang dia akan mendapatkan uang, tapi dia harus siap dengan konsekuensinya. “Gak papa, sekarang ikut seneng-seneng aja dulu,” ucapnya paada diri sendiri kemudian ikut melompat-lompat penuh kegembiraan. Yeayyy! Erik menang! Maudy melompat karena dia akan mendapatkan banyak uang. Sementara Erik melompat dan terlihat bahagia dari kemenangan sebelumnya karena dia akan mendapatkan hadiah rahasia dari Maudy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN