Tarik Ulur

2630 Kata
Setelah kemenangan, Erik melakukan konferensi pers dengan para pembalap yang berhasil meraih podium juga. Maudy juga ikut, dia masuk kesebuah ruangan bersama dengan team Erik untuk melihat proses berjalannya konferensi pers tersebut. Maudy berada dibelakang wartawan yang mulai menanyakan beberapa hal pada para pemenang didepan. Giliran Erik yang menjawab, pria itu selalu menyempatkan diri menatap Maudy dan bahkan memberikan tatapan menggoda didepan sana. “Apa dia sedang menatap kearah sini?” salah satu anggota team bertanya. “Tidak, matanya memang seperti itu.” Maudy segera bergeser tempat duduk, tapi sialnya Erik mengikuti arah pandangan. “Dia terus memperlihatkanmu, Maudy. apa dia sedang mengirim sinyal sesuatu? Apa ada masalah?” “Iya, sepertinya dia sakit perit. Konferensi pers ini akan lama?” “Tidak, tergantung wartawan. Kalau mau, aku bisa membawa Erik ke kamar mandi dulu.” “Jangan, dia tahan kok,” ucap Maudy tersenyum. Para wartawan menanyakan strategi bagaimana tiga pemenang itu bisa menjadi juara kali ini. satu persatu menjawab dan diakhiri dengan Erik yang menatap pada Maudy sambil tersenyum. “Alasanku bisa memenangkan ini tentunya karena aku mendengar suara bidadari yang membuat jantungnya berdetak kencang.” “Oh astaga, Erik sedang jatuh cinta? Apa pesta kemenangan yang akan kau adakan nanti aka nada sang pujaan hati itu?” “Oh apa yang kalian bicarakan. Jadi inti jawabanku adalah ketenangan hati dan semangat untuk meraih kemenangan. Ayok ke pertanyaan selanjutnya.” Jawaban Erik itu membuat Ralph sampai berbisik pada Maudy, “Aku rasa ada sesuatu yang salah dengannya. Dia bbiasanya mengagungkan diri sendiri dan membuat pembalap lain kesal. Apa dia baru saja bertemu pendeta sebelumnya?” Maudy tertawa mendengar itu. Jelas dirinya pribadi tahu apa yang ada didalam pikiran Erik. Lika liku menjadi manager pribadi sang pembalap, Maudy jadi tahu ranah pembalap dimulai dari kemenangan, podium ceremony dan sekarang konferensi pers. Melelahkan sekali apalagi masih ada agenda yang akan mereka lakukan. “Malam ini pestanya diadakan dipenginapan team. Aku sudah menyiapkan apa yang kau Erik butuhkan. Kau dan Erik boleh ke hotel dulu lalu menyusul ke penginapan.” “Oke.” Tidak berakhir begitu saja, masih ada pesta team sebelum nantinya Erik akan melangsungkan pesta pribadi dengan teman-teman selebritinya. Maudy sudah mengetahui hal itu dari Detya. “Pastikan Erik vit, ya. Musim balapan kali ini sangat padat.” “Tentu, aku tidak akan membiarkan dia tumbang karena alcohol.” Setelah konferensi pers selesai, Erik mendatangi Teamnya yang begitu sumringah. Bahkan pria tinggi itu langsung mendapatkan pelukan dari mereka. “Juarakkuu, My Big boss.” “Kau membuat kami hampir jantungan dengan tiba-tiba melambat.” “Banyak yang bisa kita lakukan setelah ini.” “Ayoo berpesta, Teammm!” Begitu memekik telinga, tapi dimaklumi oleh yang lain mengingat mereka adalah sang pemenang. Erik hanya tertawa menampilkan wajah sombongnya. “Aku harus pulang dulu. Kalian siapkan saja pestanya, Raja tidak akan ikut masuk dalam persiapan,” ucapnya dengan sombong kemudian meraih tangan Maudy. “Lets go.” Menarik dari kerumunan menuju mobil yang Erik bawa. “Erik ih lepasin.” “Ini normal, Mbak. Gue juga suka Tarik tangan Mbak Detya kok.” “Tapi gue gak suka. Lepas ah.” Menarik tangannya karena entah kenapa tatapan para penggemar Erik tampak memandangnya seperti musuh. Sampai… BRUK! “Awwww….” Maudy jatuh sebab dia tidak memperhatikan jalanan. “Tuhkan. Ngeyel sih. Sini.” mengulurkan tangan dan kembali menggenggam Maudy. membawanya berjalan cepat sebelum para fans megerumuni dan meminta tanda tangannya. “Lagian gak usah mikirin mereka yang lihatin kita.” “Gue gak suka, mana mereka kayak mau makan gue hidup-hidup lagi.” “Iri mereka tuh, soalnya Mbak deket-deket sama orang ganteng macam gue.” Begitu sampai dimobil, Erik tidak langsung mengemudikannya. Dia malah menatap Maudy lama. Sadar sedang diperhatikan, Maudy menoleh. “K-kenapa?” menakutkan sekali tatapan itu. “Mbak…. Gue menang loh.” “Oke. Lu mau sekarang?” “Apa?” “Itu… yang tadi…” Kalau ditatap seperti ini tentu saja menyebabkan sesak. Mana Erik tampan dan mempesona. Tapi Maudy menyadarkan diri kalau pria ini hanya main-main dengannya. “Cepetan! Mau sekarang?” “Ihh gemesin deh. Nanti ajalah. Gue mau nyikat gigi dulu, kumur dulu biar tanah lama.” Maudy meremat ujung kaosnya membayangkan bagaimana ganasnya Erik nanti. Dia jadi takut kalau kelepasan dan mengikuti alur sang pembalap. **** Pesta dilakukan dipenginapan tempat para team selama beberapa minggu terakhir ini. Mereka menyewa sebuah rumah supaya memudahkan berkomunikasi. Erik juga seharusnya disana, tapi sang boss enggan bersatu dengan yang lain. Dia butuh privacy, padahal pada kenyataannya Erik hanya membutuhkan ruang untuk menggoda Maudy. Seperti biasa, mereka pergi dengan mobil. Erik yang menyetir. Pria itu sekarang masih menunggu Maudy yang masih dikamarnya. “Mbak? Bukain ih pintunya, gue pengen masuk.” Erik bersandar dipintu penghubung kamarnya dan Maudy. sudah berapa lama dia disana? Lama sekali karena ingin masuk. “Mbak? Gue minta tukang nih yang bukain.” “Nanti, Erik! Gue masih pake baju!” “Nah, gue pengen lihat itu padahal,” ucap Erik merengek. “Cepetan buka. Pengen boker! Disini closetnya jelek. Pewanginya bikin gue mual.” Berbagai alasan dikatakan sampai Erik lelah sendiri. “Gini banget nasib orang yang jatuh cin── Aaarghhh!” BRUK! “Aduhh, pala gue sakit.” “Yaampun, Rik! Ngapain sih sanderan dipintu! Udah gue bilang duluan aja kebawah.” Maudy panic karena Erik jatuh terlentang dengan kepala terbentur lantai. “Mana yang sakit?” “Ini,” ucapnya menunjuk kepala yang langsung dielus oleh Maudy. enak sekali apalagi posisinya berbaring dipaha si cantik. “Ini juga sakit.” Maudy berpindah punggung. “Ini juga.” PLAK! “Aww, kok pundak gue dipukul sih, Mbak? Seriusan sakit tahu!” Maudy berdehem. Yang terakhir itu Erik menunjuk selangkang*nnya. Mana mungkin sakit, kan jatuhnya tidak tengkurap. “Hehehehe, Mbak malu ya?” “Minggir ah.” Langsung berdiri dan membiarkan Erik hampir jatuh lagi. “Jangan marah gitu dong, lagian ini salah Mbak cantik banget. Jadinya gue gak bisa tahan buat jauhan sama lu.” Maudy tidak mendengarkan. Dia membiarkan Erik mengoceh sepanjang langkah mereka. ketika pria itu keterlaluan menyentuhnya, Maudy langsung menepis. “Kan udah janji,” ucap Erik ketika didalam lift. “Masa mau sekarang sih, Rik? Nanti ada CCTV, ada orang masuk juga.” Belum juga satu detik, pintu lift terbuka dan memperlihatkan seorang pria berperawakan besar masuk. “Tuhkan, ada orang masuk.” Maudy beringsut mendekati Erik karena pria disampingnya terus memperhatikan dengan tatapan cab*l. Bahkan pria itu berada dibelakang untuk melihat postur tubuh Maudy yang terlihat menggoda. Erik sadar dengan ketakutan itu. Dia melepaskan jaketnya dan memakaikan itu pada Maudy, hingga b*kong seksinya langsung tertutupi. Kaos Erik yang pendek juga memperlihatkan tatoonya. “Sini deketan. Mending dipeluk am ague daripada yang belakang. Gue mah ganteng, seenggaknya bisa dinikmati. Kalau yang belakangmah kayak boboho, gak doyan pasti lu juga, Mbak,” bisiknya untuk menenangkan Maudy yang tidak nyaman. Erik melirik pria dibelakangnya sekilas, yang membuatnya berdehem dan langsung keluar dari lift. Barulah maudy bisa menghela napas lega. “Udah mau kemana, diem nanti ada yang masuk lagi.” “Nanti ada yang lihat, terus mikir yang aneh-aneh, Rik. Masa iya pembalap segitu mesranya sama managernya.” “Gak, kalaupun iya mereka Cuma mikirnya bentar. Kayak yang gak punya hidup aja mikirin hidup oranglain.” Kali ini Maudy diam karena dia benar-benar takut dengan tatapannya. Membiarkan saja Erik merangkul sampai dimobil. “Lain kali jangan pakai pakaian ketat kayak gitu dong, Mbak.” “Kok malah marah-marah? Orang ini baju yang ada.” Padahal Maudy ingin memamerkan tubuhnya supaya lebih percaya diri, tapi malah ditatap mes*m oleh orang lain. “Jaketnya jangan dibuka.” “Ih gak pantes dong.” “Pant*t lu kelihatan banget, Mbak. Inimah bajunya terlalu ketat.” “Ini kan luar Negara, hal kayak gini bukan tabu.” “Iya, tapi bikin gue nafsu.” Maudy diam. Menatap jalanan dengan gugup. “Untungnya gue bisa tahan. Kalau laki-laki lain kan kagak.” “Udah ah. Ayok tancap gass, nanti mereka nunggu lama.” **** Tibanya dipesta itu, semuanya sudah siap. Daging sudah dibakar, alcohol sudah dikeluarkan. Maudy terdiam menatap dirinya sendiri yang memakai pakaian ketat sementara disini mereka berpakaian santai dengan kaos. Pikirnya, ini adalah pesta semi formal. Maudy malu sendiri dan menaikan jaket yang diberikan Erik padanya supaya menutupi bagian atas pakaian ketatnya. “Hei, Maudy! kemarilah!” Bergabung bersama dengan anggota team. Hanya pesta kecil-kecilan dengan mengelilingi barbeque yang ada dihadapan mereka. botol akholoh satu demi satu mulai habis, Maudy awalnya menolak tapi pada akhirnya ikut minum juga. “Kau akan kembali ke Indonesia, Rik?” “Hmmm iya. Aku sedang merindukan tanah kelahiranku. Jadi akan menetap disana dan datang jika ada balapan saja.” “Haruskah kami ikut menetap disana untuk memastikan latihanmu baik-baik saja?” tanya Ralph. “Tidak usah, kalian menetaplah di markas team. Rumah kalian juga disana. Aku akan berlatih dengan baik. Pengawasku kali ini lebih menakutkan dari yang kalian lihat,” ucapnya sambil menatap Maudy yang mulai mabuk. “Hik!” perempuan itu cegukan. “Hehehe, sorry. Aku tidak terbiasa minum alcohol sekuat ini.” Untungnya Maudy masih sadar apa yang dibicarakan. “Dia akan berlatih dan mendapatkan kemenangan yang lainnya. Kalau boleh tahu, berapa uang yang akan aku dapatkan dari kemenangan ini? ehehehe?” “Dia sepertinya mulai mabuk,” ucap Ralph kemudian mengatakan besaran uang yang merekaa dapatkan. Tapi bukan itu intinya, Erik mulai kebanjiran lagi job ebagai model iklan atau majalah. Menang dipertandingan sama saja menaikan namanya. “Intinya dia akan sibuk. Dan semakin dia sibuk, semakin kita dapat banyak uang.” “Wahhh, senang sekali mendengarnya. Aku harap dia sibuk selamanya,” ucap Maudy yang sudah mabuk, berhasil membuat orang-orang tertawa apalagi ketika dia memejamkan matanya. “Aku mengantuk.” “Astaga, dia masih sangat muda dan menawan. Berbeda jauh dengan Detya. Dimana kau menemukan manager yang pan….,” ucapan salah satu anggota team menggantung ketika melihat tatapan tajam Erik. “Tidak. Aku hanya bertanya. Aku sudah punya kekasih.” “Jangan mengganggunya. Biarkan dia bekerja dengan baik denganku.” “Tenang saja, Erik. Kita keluarga, Maudy akan betah bersama kita.” “Dia juga sudah punya kekasih. Jangan menganggunya,” ucap Erik karena dia paham tatapan para pria itu. Maudy memang menggoda dan tidak bisa dilewatkan. Semakin larut, pesta semakin didominasi alcohol dan hal-hal konyol. Maudy bangun lagi dan minum lagi. kemudian ikut tertawa dalam lelucon meraka. Sampai akhirnya wajah Maudy benar-benar merah. Semua orang mulai mabuk, Erik juga sama. “Menginap saja disini,” ucap Ralph. “Iya, aku memang akan menginap.” “Kamarmu dan Maudy sudah disiapkan. Itu ada diruang belakang. Terpisah, tapi memiliki dua kamar.” “Hmm.” Erik tersenyum. “Aku akan istirahat sekarang.” “Perlu bantuan menggedongnya?” “Tidak,” jawab Erik bergegas menggendong Maudy menuju bangunan dibelakang rumah. “Wuihh, senangnya dalam hati.” Bernyanyi sepanjang langkah dan membaringkan Maudy diatas ranjang. Dia membuka jaketnya dan langsung melihat gunung kembar yang begitu menantang. “Pengen diemut deh.” “Eungghhh…” “Malah desah nih cewek.” “Dimana?” gumamnya masih mabuk. “Nginep disini dulu.” Matanya terbuka. Maudy terkekeh melihat Erik berada diatasnya, dia langsung melingkarkan tangan dileher sang pria. “Ngapain lu? Mau nindih gue lagi? mau jadi satu tubuh lagi?” “Ngomongnya jangan kotor gini, Mbak. Bikin gue gak tahan.” “Yaudah sok! Lu tidurin aja gue biar lu gak ganggu gue mulu! Inikan yang lu mau?” Maudy dengan tingkah mabuknya mulai membuka pakaian kesusahan. “Ayo tuntasin. Kan lu Cuma penasaran sama gue kan? abis iti ditinggal.” “Jangan dibuka, nanti dingin lu,” ucap Erik menahan tangan Maudy. membenarkan lagi pakaian itu. “Gue suka sama lu bukan karena tubuh lu, Mbak.” “Bohong banget. Gue tahu lu suka ‘kan?” Memang! Tapi Erik ingin membuktikan kalau dirinya tulus. Pria itu menunduk dan mencium kening Maudy lama. “Gue suka sama lu, Mbak. Sayang sama lu juga. Jadi gue mau jaga lu. Tidur ya.” Tatapan mereka bertemu, Maudy memandang dalam pria diatasnya. Kini tangannya terulur menyentuh pipi Erik. Dalam hati, Erik sudah berjoget tidak karuan, “Luluh nih?! Asekk!” Namun sedetik setelahnya…. “Hoeekkk!” Maudy memuntahkan isi perutnya kesamping dan tepat pada tangan Erik. Senyuman Erik mengembang. “Hai, cairan cinta.” *** Maudy bangun pagi karena sudah terbiasa. Sadar ini bukan dikamar hotelnya, dia langsung bangun dan melihat keadaan sekitar. SHlT! Seharusnya dia tidak menantang diri sendiri untuk minum alcohol? Kini apa yang terjadi padanya? “Hai, kau sudah bangun?” seorang wanita yang bekerja sebagai personel pemasaran atau sponsoring. “Semalam kau mabuk dan muntah. Aku membuatkan minuman pengar untukmu.” “Oh, terima kasih banyak. Apa kau yang menggantikan pakaianku juga?” “Iya, kau sangat kacau.” “Astaga, aku minta maaf.” “Hahaha, tidak apa. Itu adalah hal normal. Yang lain sudah sarapan, ada sisanya untukmu. Sebagian kembali tidur atau olahraga. Dan aku akan pergi ke pasar dulu ya.” “Erik?” “Dia sedang sarapan.” Maudy mengangguk paham. Setelah ditinggalkan sendiri, dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Sampai puzzle ingatan itu mulai datang. Dia digendong oleh Erik, kemudian mereka bicara dan dirinya muntah. “Iyuhh, pasti kena tangannya.” Bergumam sendiri sambil melamun. Lalu apa? Erik tersenyum dan mencium keningnya lagi. begitu manis dan tampan dalam ingatan Maudy. “Nggak, gak gitu.” Padahal jelas-jelas dalam ingatannya kalau Maudy menggoda pria itu. sayangnya dia ditolak dan diberikan kata-kata manis. “Dia modus doang. Gak ada yang namanya cinta tulus antara wanita dan laki-laki.” Memilih mandi dulu sambil berfikir. Dulu saja suaminya tidak mencintainya, tapi nafsu tetap berjalan. Begitupun kebanyakan pria lain yang ditemui oleh Maudy. mereka tertarik dengan tubuhnya saja, tapi tidak dengan hatinya. Makannya Maudy agak meragukan cinta, meskipun dia tetap mendambakannya. “Hai, Maudy,” sapa Ralph. “Sarapan untukmu ada disana. Tadi Cornie yang membuatnya.” “Maafkan aku kalau semalam membuat kalian repot.” “Hahahaha, tenang saja. itu hal normal untuk orang mabuk.” Maudy duduk disofa dan melihat televise bersama Ralph sambil sarapan. Mereka membicarakan tentang balapan dan juga beberapa keuntungan mereka dimasa depan. Sampai akhirnya Ralph tiba-tiba mengatakan, “Kurasa Erik tertarik denganmu.” “Uhuk! Apa maksudmu?” Maudy terkekeh menatap pria berkebangsaan Amerika itu. “Dia menyukaimu, dan berusaha mencoba mendapatkanmu.” “Hahaha, kupikir kau sudah lebih lama dengannya, Ralph. Kau tahu bagaimana riwayatnya bersama wanita lain.” “Iya, tapi tatapannya padamu itu beda. Dia ingin melindungimu. Kalau dengan perempuan lain, dia hanya ingin bermain-main dan melepaskan rasa jenuhnya. Percayalah, dia benar-benar menyukaimu.” Maudy terkekeh, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aku tidak tertarik dengannya.” “Jangan khawatir, Maudy. Kami para Team akan mendukungmu, Kami juga tidak akan membicarakan hal ini pada orang lain jika kalian menjalin hubungan.” “Hubungan kami tidak akan lebih dari seorang bawahan dan atasan saja.” “Dia menyukaimu. Percayalah. Dia akan melindungimu dan berusaha mendapatkamu. Erik hanya pria yang terluka dimasa lalu, dia tidak akan menyia-nyiakan lagi perempuan yang dia sukai.” Berbicara dengan Ralph, pandangan Maudy pada Erik jadi sedikit berubah juga. Sebelumnya Maudy menjanjikan ciuman pada Erik, tapi pria itu belum mengambilnya. Saat malam saja, Erik tidak memanfaatkan kesempatan ketika dirinya mabuk. “Dimana dia sekarang?” “Didepan ada café. Dia bilang ingin membeli kopi disana.” “Aku juga ingin kopi. Aku akan menyusulnya.” Sekalian ingin minta maaf karena semalam. Segera menghabiskan sarapan dan pergi ke café yang dimaksud. Namun begitu hendak naik tangga, pintu café lebih dulu terbuka menampilkan Erik dengan seorang…. Wanita? “Ohh, Mbak. Kenalin ini temen gue, namanya Stefi.” Erik segera melepaskan tangan Stefi yang sedanng bergelayut manja padanya. “Sahabat dari orok sama dia.” Seketika Maudy kembali menekan lampu merah dalam otaknya. “Oh.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN