7 ~ I'm Serious

1152 Kata
◍•◍•✿•◍•◍❤◍•◍•✿•◍•◍ “Mbak Mai, biar aku ngomong sebentar mbak, aku gak bisa hubungi mbak sejak saat itu.”ucap wanita muda itu memelas memegang lengan atas Maisha. “Mau ngomong apa lagi? bukannya kita udah gak ada hubungan lagi ya sejak beberapa tahun lalu?” ketus Maisha menarik lengannya. “Maafin aku mbak, ma- maafin aku. Aku mau hubungan kita deket lagi kayak dulu mbak.” lirih Keyra mencoba meraih lengan Maisha, namun segera ditepis oleh perempuan itu. “Yakin sama ucapan kamu barusan? Kalo kamu mau hubungan kita deket kayak dulu, ngapain kamu tega hancurin Key?” balas Maisha kaku. “Maaf mbak, maaf.” jawab Keyra hampir menangis. “Aku juga maaf gak ada waktu ladenin kamu sekarang, Khai udah ngantuk.” balas Maisha yang langsung beranjak pergi. Baru berjalan beberapa langkah, Maisha mematung lagi melihat pria yang beberapa tahun ini ia hindari. Arga Prasetyo - mantan suami Maisha, terkejut melihat wanita yang dicintainya kini berada tepat didepannya, cepat ia alihkan pandangannya kini tertuju pada si kecil Khai yang kini digendong pria asing dibelakang mantan istrinya itu. Mata Maisha mendadak memerah sekarang, menatap nanar seorang Arga yang dulu mengisi hari-harinya, namun kini sudah berubah benci karena kecewa dengan perilaku lelaki tersebut. Ferdian yang menyadari situasi mengerikan didepan matanya itu tak tinggal diam, dengan cepat ia menggandeng tangan Maisha dan menariknya pergi. “Ayok pulang BUN.” katanya dengan menekankan kata 'bun' pada Maisha sambil menatap sinis ke arah Arga, tangan yang awalnya menggandeng lembut tangan Maisha, sekarang berubah menjadi genggaman erat diantara jari-jarinya. Arga menatap punggung Maisha yang kian menjauh dengan tatapan pilu, ia menyadari tak bisa lagi memperbaiki kesalahannya dimasa lalu. Apalagi setelah melihat ada sosok pria yang kini menggenggam tangan Maisha erat sambil berlalu. ▪️▪️▪️▪️ Ferdi dan Maisha berjalan bergandengan tangan hingga mendekati tempat parkir, menyadari tangannya masih dalam genggaman Ferdi, Maisha langsung melepaskannya perlahan. “Ma- maaf Fer.” kata perempuan itu sambil menundukkan pandangan. Meskipun sekilas ia merasakan ada kehangatan yang hilang dari telapak tangannya. “Aah... aku yang seharusnya minta maaf Rum, a.. a.. tadi aku kebawa suasana.”jawab Ferdian gugup. “Ya... makasih juga udah bawa aku keluar dari situasi tadi. Maaf ya Fer, kamu jadi liat pemandangan gak enak tadi.” lanjut Maisha “Hmm... it's okay.” singkat Ferdian masih mencoba menatap wanita disebelahnya. “Ya sudah pulang yuk, masih berlaku kan penawaranmu tadi mau nganter Khai pulang.” Maisha memaksakan diri mengulas senyum. “Ya pasti lah, nganter kalian sehari lima kali juga hayuk aku mah.” jawab Ferdian yang akhirnya mendapat balasan senyum Maisha. Disepanjang perjalanan pulang, mereka berdua lebih banyak terdiam, sibuk berkelana dengan pikiran masing-masing. Maisha memilih membuang wajah kearah jendela mobil, menatap jalanan disampingnya dan sesekali mengusap ujung matanya demi menghalau air mata. “Rum... are you okay?” Ferdian memulai percakapan. “Hmmm... yaah?”jawab Maisha tanpa menoleh. "Boleh tanya?" "Hmm... tanya aja." Maisha mengangguk pelan. “Itu tadi papanya Khai kan?” “Wajah mereka mirip banget kan? jadi kamu pasti udah tau jawabannya.” jawab Maisha sedikit malas. “Ya Allah juteknya keluar.” goda Ferdian, namun sedetik kemudian ia tersenyum, melihat wanita disebelahnya juga tersenyum. “Kayaknya dia masih sayang sama kamu Rum.” “Ngaco ah, kalo dia sayang, gak mungkinlah wanitu itu sekarang berbadan dua.” dengusnya sebal. “Keliatan dari cara dia ngeliat kamu Rum, sebagai sesama pria pastilah aku tau.” lanjut Ferdian. “Bodo amatlah Fer, dia udah masa lalu aku.” “Kamu masih sayang sama dia?” tanya Ferdian asal, yang langsung dibalas tatapan nyalang Maisha. “Apaan sih, denger namanya aja udah bikin aku muak.” lanjut Maisha berapi-api. “Oke... oke.. Sorry Rum. Aku gak ada maksud ngungkit masa lalu kamu.” sesal Ferdian. “he emmm...” jawab Maisha malas. Lagi-lagi dua insan itu melanjutkan perjalanan dalam diam, terkubur dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya Ferdi membanting setir dan menepikan mobilnya. Ia segera memiringkan badannya dan menatap lekat-lekat pada manik mata Maisha. “Rum, aku tau kamu masih terluka dengan masa lalumu, tapi....” ucapnya menggantung. Maisha yang masih keheranan pun memberanikan diri menatap iris Ferdian yang nampak serius kali ini. “Bolehkah aku jadi masa depan kamu?” lirih Ferdian. Maisha membolakan matanya mencari kebohongan dalam mata Ferdian, namun tak menemukannya. “Aku tau kamu pasti shock denger ini Rum, but... im serious.” tegasnya membuat bulu kuduk Maisha meremang. “Fer... kamu becanda kan? gak lucu.” Maisha terkekeh kecil masih sulit untuk percaya. “Aku gak pernah main-main buat hal semacam ini Rum, please understand. Aku sadar betul kita pernah sama-sama terluka di masa lalu, dan aku ingin menyembuhkan luka itu bareng kamu Rum.” Maisha masih terdiam mencerna kalimat lelaki di hadapannya kini. Ada semburat pilu yang mengiris hatinya, hingga tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. “Rum, please... ijinkan aku jadi pendamping hidupmu Rum, imam buatmu dan Khai kelak, dan selamanya.” tangan besar Ferdi mendekat ke arah wajah Maisha hendak menghapus air mata wanita itu, sebelum akhirnya Maisha mundur dan mengusap sendiri kedua ujung matanya. Perempuan itu merapatkan bibir menahan emosi aneh yang tiba-tiba bergejolak dalam hatinya. “Please Rum, aku sangat serius kali ini. Pertimbangkan. Aku tau kamu masih terlalu takut untuk memulai lagi Rum. Terpuruk boleh, karena akupun pernah mengalaminya. Tapi kamu tetap harus melangkah kan, dan ini juga bukan buat kebaikan kamu aja, ada Khai yang harus kita perjuangkan masa depannya.” lanjut Ferdian panjang lebar. Kita ? Maisha tertegun dengan penekanan ‘kita’ di kalimat terakhir Ferdian, ia pun masih sedikit terisak mendengar kalimat panjang Ferdian. Wanita cantik itu sadar betul, semua yang dikatakan Ferdian benar adanya. Sampai kapan ia akan terpuruk dengan masa lalunya, sedangkan Khai sangat butuh keluarga yang utuh untuk masa depannya. ▪️▪️▪️▪️ Sampai dirumahnya, seperti biasa, Ferdian membantu menggendong tubuh kecil Khai yang tertidur hingga ke kamarnya. Maisha masih diam hingga Ferdian berpamitan pulang. Pikirannya masih berlarian kesana kemari mengingat kejadian demi kejadian hari ini. Pertemuannya lagi dengan Ferdian, kemudian disusul dengan datangnya Keyra dan Arga di waktu yang bersamaan, hingga lamaran Ferdian di mobil yang baru saja ia dengar. Semuanya berputar bergantian di kepalanya. Maisha terduduk lemas dibelakang pintunya, hingga akhirnya ia tak kuasa membendung isak tangis dengan menggenggam erat liontin di bawah lehernya. Liontin pemberian Ferdian belasan tahun lalu, yang ia sendiri tak tau kenapa masih menyimpannya hingga kini. Drrrttt.... Drrttt.... Satu panggilan telepon dari Ferdian masuk, namun Maisha mengabaikannya, ia masih bingung dengan perasaannya sendiri Ting.... Ting... Selang sedetik berikutnya masuk beberapa pesan dari nomor yang sama. Ferdian: Rum....aku tau kamu masih bingung, but please trust me, aku sangat sangat serius. Ferdian : Akan aku buktikan perkataanku Rum. Maisha : Aku perlu waktu, dan, ya aku tunggu buktinya. Bersambung( ˘ ³˘)♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN