◍•◍•✿•◍•◍❤◍•◍•✿•◍•◍
“Fer.. Fer- Ferdian?” Maisha tergeragap sendiri melihat Ferdian sudah ada di dekatnya.
“Ka.. kamu ngapain disini? Sendirian?” lanjutnya, sambil menoleh kanan kiri.
Pria dengan kulit eksotis itu makin mendekat seraya membungkukkan tubuh jangkungnya demi mensejajarkan wajahnya dengan wajah Maisha yang masih terkejut dengan kehadirannya.
“Lagi jalan-jalan trus liat ibu-ibu cantik lagi ngelamun sendirian.” godanya sambil melempar senyum.
“Idiihh modus, itu masih pake baju kantor, baru pulang?”
“Hmmmm.... iya.”
“Jalan-jalannya jauh amat sampe sini?”
“Tadi pulang kantor dapet penumpang bapak-bapak sepuh, minta anter sekitaran sini trus sekalian aja aku mampir sini beli cemilan buat dirumah.” bohong Ferdian.
“Oo....” Maisha hanya ber-o ria.
“Ooo.. doang? kamu sama siapa malem-malem gini?”
“Tuh.. lagi nemenin Khai, lagi rewel dikit, sama sapa lagi emang?”gerutu Maisha sambil menyandarkan tubuhnya pada sofa hijau diruang tunggu timezone.
“Yaa kali aja ada yang nemenin.” lirih Ferdi.
Tak berapa lama, datang Khai berlarian dengan kedua tangan terbuka lebar menuju ibunya .
“Bun, bun... minum.” ocehnya langsung ditanggapi Maisha dengan membukakan botol susunya.
“Khai, pulang yuk. Bunda laper, ngantuk juga.. kan udah lama banget mainnya.” bujuk Maisha pada sang putra.
“No... no... bunda kan tadi bilang, Khai boleh main apa aja sampe capek.”protes balita gemuk itu.
“Ya sudah, bunda tunggu disini ya?”
“Siap, Khai main dua kali deh, trus beliin pizza yah bun.” pinta bocah menggemaskan itu yang langsung disetujui sang ibu.
Ferdian yang memperhatikan interaksi ibu dan anak itu hanya tersenyum, bayangan mendiang istri dan putranya tiba-tiba terlintas dipikirannya. Ia berjalan menuju sofa didepannya dan duduk tepat disebelah Maisha, wanita itu menggeser sedikit tubuhnya menjaga jarak.
“Mau? Barusan bilang laper.” kata Ferdi sambil menyodorkan dua kotak berisi berisi nugget pisang beraneka rasa.
“Waah... boleh tuh yang keju.” jawabnya langsung memilih nugget rasa keju untuk mengganjal perutnya yang dari tadi bernyanyi minta isi. Ferdian langsung tersenyum lebar melihat respon Maisha yang tanpa jaim didepannya.
“Dari tadi khawatir mau ninggal Khai main sendirian disini gak ada yang jaga, jadi belum sempat isi perut.” ucap Maisha masih mengunyah makanannya.
“Makanya buruan cari Ayah baru buat Khai biar ada yang gantian jaga.” timpal Ferdi santai.
“Husssh.... ngaco, aku tuh di-ca-ri tauk, bukannya mencari.” jawab Maisha sambil terkekeh kecil.
“Iya deh iya... emang belom ada calon Rum?” selidik Ferdi penasaran.
“Belom, tau ah gelap. Belum mikir kesana sih Fer, masih ada perasaan gimana gitu.” jawab Maisha menutupi gundahnya.
“Takut? Trauma? Gak percaya sama cowok?” tanya Ferdi masih penasaran.
“Yaa, semacam itu lah.” Maisha menaikkan kedua bahunya, lantas menunduk memainkan jari-jarinya.
Ferdian menangkap masih ada sedikit ketakutan dari jawaban Maisha, trauma dari pernikahan pertamanya bahkan rasa tidak percaya pada lawan jenis. Sangat tampak dari suara dan matanya yang tiba-tiba memerah.
“Bundaaaaa.... ayok maem pizza, Khai udah capek main.” teriak Khai langsung menubruk memeluk Maisha.
“Asiiikk... ayok, bunda juga laper pengen makan lagi.” senyum Maisha kian mengembang melihat putranya tampak lelah sekaligus bahagia.
“Tapi gendong ya bun?” rengek Khai sambil mengangkat kedua lengannya tanda minta gendong.
“Lho kok gendong sih, kan udah janji kalo udah empat tahun jalan sendiri, gak gendong lagi.” gerutu Maisha sambil memajukan bibir.
“Ayok gandeng aja anak pinter.” lanjut Maisha seraya menggandeng tangan mungil putranya.
“Aaaah.... capek bundaa, kalo kaki Khai copot gimana?” Khai masih merajuk dengan polosnya.
“Udah sini yuk, Om aja yang gendong.” potong Ferdian tiba-tiba dari arah belakang. Tanpa pikir panjang ia langsung mengangkat tubuh gembul Khaivaro dalam gendongannya.
Maisha yang terkesiap dengan pemandangan di depannya hanya bisa diam sambil memegang dadanya yang seakan mencelos melihat perhatian kecil Ferdian. Baru pertama kali ini ia melihat Khai digendong dengan penuh sayang oleh pria dewasa, sejak perceraiannya dengan Arga.
“Ayok Rum.....kamu bawa belanjaan aja, aku yang gendongin Khai.” lanjut Ferdian tersenyum penuh kemenangan, memecah lamunan Maisha.
▪️▪️▪️▪️
Di restoran pizza yang masih berada di Mall tersebut, Ferdi beberapa kali tersenyum melihat ke arah Maisha dan Khai yang makan dengan lahapnya.
“Om temennya bunda yang kemaren itu yah?” tanya Khai menatap lekat ke arah Ferdian dihadapannya.
“Iyah... pinternya Khai masih inget sama om Ferdian.” balas Ferdi sambil tersenyum lebar.
“Om yang jadi supir itu kan?” tanya bocah kecil itu lagi mengundang tawa Ferdian.
“hHahhaha.... iya, yang nganterin Khai sama bunda minggu lalu itu. Abis ini Om anterin pulang lagi mau ya?” tanya Ferdian sambil mengacak-acak rambut tebal milik Khai.
“Okesiap Om.” celoteh Khai masih dengan potongan pizza di mulutnya.
“Fer, bukannya kerjaan kamu udah stabil, kok nyambi driver taxi online sih.” tanya Maisha.
“Cuma pas weekend aja kok, dirumah kan sepi, biar gak suntuk aja sekalian liat jalanan.” sahut Ferdi santa
“Lha ini sekarang gak weekend kamu ambil penumpang tadi.”
Uhuk.... uhukkk....
Ferdi terbatuk mendengar pertanyaan penuh selidik Maisha.
“Tadi kan aku bilang penumpangnya udah sepuh, kasian aja kalo aku cancel Rum.” bohong Ferdian.
“Lagian lumayan lah, hasil taxi online bisa buat nambah-nambah modal nikah nanti.”
Uhuk.... uhukkk.... uhukkk....
Kali ini gantian Maisha yang terbatuk karena tersedak makanan, hingga memukul-mukul dadanya. Dengan sigap Ferdi langsung membuka tutup botol air mineral didepannya untuk Maisha.
“Pelan-pelan makannya, masak kalah sama si Khai iishh kamu.” goda Ferdian.
Maisha hanya diam sambil menghabiskan air mineral yang diberikan Ferdi tadi. Maisha menunduk menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan aneh yang tiba-tiba membuat dirinya sulit bernafas.
‘Modal nikah katanya. Berarti dia mau nikah gitu kan? Sapa siapa ya?’ batin Maisha berkecamuk.
“Hmm... Fer boleh nitip Khai bentar gak, aku darurat nih butuh ke supermarket sebentar lanjut ke toilet.” potong Maisha cepat saat ia merasa ada yang tidak beres dengan tubuh bagian bawahnya.
“Oke gapapa nyantai aja, Khai aman sama aku, kamu beresin urusanmu dulu.” Ferdi langsung mengerti yang dimaksud Maisha. Pasti tentang masalah bulanan wanita.
Maisha langsung berlari tergopoh-gopoh keluar dari restoran sambil menutupi bagian belakang tubuhnya dengan tas kecil. Ferdian yang melihatnya hanya tertawa dan melanjutkan obrolannya dengan Khai.
“Khai emang tadi rewel kenapa? Kata bunda tadi rewel dikit yah?” tanya Ferdian.
“Itu Om... Khai pengen punya adik bayi kayak tante Nesa didepan rumah, lutu banget Om, keciiiiil banget adek bayinya.” jelas Khai dengan polosnya.
“Terus gimana kata bunda?” tanya Ferdian sambil terkekeh mendengar permintaan ajaib bocah didepannya.
“Ummm... kata bunda belum bisa kasih adik, coalnya belum dikasih cama Allah, disuruh berdoa mulu ih sama bunda biar cepet dikasih adik bayi, gak asik kan Om.” decak Khai sambil memainkan pizza didepannya.
“Khai, kalo mau punya adik bayi itu, Khai harus punya Ayah dulu.” respon Ferdian pelan.
“Khai punya ayah kok, namanya papa Arga. Tapi jauh, kata bunda sih papa gak inget lagi sama Khai gak tau kenapa, makanya sekarang jauh."
Ferdi terhenyak mendengar penjelasan dari bocah empat tahun didepannya ini, bagaimana mungkin bocah lugu ini menjawab dengan santainya tentang saat ditanya tentang ayah kandungnya.
“Hmm.. maksud Om, ayah baru yang sayang sama bunda dan sayang Khai juga.”
“Oo... emang ada ya Om?”
“Ada doong, asal bunda mau pasti bentar lagi Khai punya ayah baru yang sayang sama kalian berdua.” jawab Ferdian dengan senyum mengembang yang dibalas anggukan lucu Khai.
▪️▪️▪️▪️
Tak berapa lama Maisha kembali dengan tergesa-gesa lagi, langsung mengambil kantong belajaan dan jaket dikursi sebelah Ferdian. Ia hanya menatap Khai sekilas yang sudah tertidur nyenyak di pangkuan pria itu.
“Fer, aku kekasir dulu, abis ini pulang, hmm.. itu... hmmm... kamu bisa anterin kan?” tanyanya cepat, dibalas anggukan Ferdian.
“Udah aku bayar barusan Rum.” balas Ferdian singkat.
“Ngapain keburu-buru gitu sih, abis liat hantu di toilet?” lanjut Ferdian yang masih bingung dengan gelagat aneh Maisha.
“Bukan lagiii, mbah nya demit kali, udah ah ayok pulang.” ajak Maisha tergesa.
Ferdi langsung berjalan menggendong Khai dan mengekor dibelakang Maisha, sampai akhirnya ia berhenti begitu melihat Maisha menghentikan langkah dan mematung didepannya. Di depan Maisha sudah berdiri perempuan yang tengah hamil muda yang terengah-engah mengatur nafasnya.
Keyra, yaaa...perempuan yang menggantikan posisi Maisha menjadi istri Arga itu kini tengah berdiri dihadapannya. Mereka tak sengaja bertemu di depan pintu toilet wanita beberapa saat lalu. Maisha yang dengan cepat melihat kearah perut buncitnya lantas langsung pergi dengan tatapan tajam kearah wanita yang dulu ia anggap adik itu.
*Bersambung ( ˘ ³˘)♥