bc

It's Like DejaVu

book_age18+
4.7K
IKUTI
29.2K
BACA
friends to lovers
drama
tragedy
sweet
bxg
first love
like
intro-logo
Uraian

Maisha sadar betul, masa lalu ya masa lalu, sebatas untuk dikenang bukan untuk dikembalikan dan ditimang-timang sayang. Tapi pada kenyataannya, jantungnya mendadak nggak santai saat takdir mempertemukan nya lagi dengan seorang Ferdian, cinta pertamanya pada belasan tahun silam.

Kita semua pasti punya satu kisah tentang cinta pertama bukan?

Walaupun kadang bentuknya hanya nampak sebatas 'cinta monyet' tanpa arti bagi orang lain. Tapi bagi Maisha dan Ferdian, mereka punya kotak tak tersentuh dihati nya masing-masing yang menyimpan rapi kisah masa remaja mereka.

Pertemuan mereka setelah belasan tahun nyatanya mampu membangkitkan cinta itu lagi. Pertemuan yang tanpa mereka sadari, bisa saling menyembuhkan luka masa lalu.

kemanakah semuanya akan bermuara??

***

Cover credit : h****://pixabay.com/id/photos/dreamcatcher-penduduk-asli-amerika-1082228/

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Awal Pertemuan
Langit kota Sidoarjo mendadak mendung gelap sore itu. Saat Maisha dan Khai, putra kecilnya baru saja keluar dari salah satu pusat perbelanjaan terkemuka di tengah kota. Dengan kedua tangan penuh dengan kantung belanja dan juga balita gemuk yang mengekor di belakangnya. Maisha merogoh tas kecilnya, mencoba menemukan benda pipih untuk sesegera mungkin memesan taksi online guna mengantarnya pulang sebelum hujan benar-benar turun menyapa. Maisha, perempuan bertubuh mungil penyuka lemon tea itu masih terpaku pada nama yang tertera di aplikasi taksi online di layar ponselnya. Mendadak jantungnya berdetak tak tahu malu melihat nama driver yang sangat sangat sangat familiar dalam ingatannya. Hmmm ... lebih tepatnya nama cinta pertamanya. Memang sudah terlewat lebih dari belasan tahun yang lalu ketika mereka sama-sama bertemu di masa putih abu-abu, tapi tetap saja hanya nama itu yang berhasil membuat hatinya bertalu-talu tak tau malu. Ting ... Masuk chat pertama dari sang driver, membuyarkan lamunan Maisha. “Sesuai titik ya, Mbak?” Ting ... lagi. “Saya sudah on the way ya, Mbak, sekitar sepuluh menit lagi, mohon sabar menunggu.” Rumaisha Malik Adelia, ibu muda berusia dua puluh tujuh tahun dengan satu balita itu berperawakan mungil dengan tinggi badan hanya 153 cm, badannya kecil ramping hingga tak jarang banyak orang yang mengira dirinya masih gadis. Hidungnya mancung dengan alis tebal dan mata bulat yang tampak tegas namun ceria, kulitnya sawo matang khas perempuan Jawa pada umumnya. Kini perempuan anggun itu mencoba mengumpulkan kesadarannya untuk membalas pesan yang baru saja masuk di ponselnya. “Iya sesuai titik, Pak, pas di depan lobby utama, pake baju pink ya.” ketiknya cepat-cepat, namun belum sempat ia menekan tombol kirim, tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan dari nomor baru yang tak dikenalnya. “Iya hallo, Assalamu'alaikum,” sapa Maisha penuh ragu. “Wa'alaikumsalam, mbak Rumaisha ya? saya driver taksi online yang barusan mbak order." ada jeda beberapa detik sebelum pria di seberang sana melanjutkan kalimatnya. "Hmm.... sesuai titik kan, Mbak?” lanjutnya. “Ooh iya iya Pak, Mas ... eh, Pak, saya tunggu di de- de- depan lobby ya.” gagap Maisha setelah menyadari telinganya menjaring suara yang tak asing dari penelponnya. Suara yang sangat dia hapal sebelumnya. Suara yang mampu menenangkan hari-harinya. Dulu, dulu sekali, sebelum semuanya berubah sendu seperti saat ini. “Oke siap, ditunggu ya, Mbak, mobil saya warna putih.” "Oke, saya tunggu," ucap Maisha sebelum menutup telponnya. 'Haduuuuh kenapa aku tadi panggil dia pak ...pak ... siiih, padahal jelas-jelas itu suaranya.' rutuk perempuan itu dalam hati. “Bunbun, ngantuk, mata Khai ngantuk nih,” rengek bocah mungil di samping Maisha. Tangan kecilnya menarik-narik rok sang ibu yang sedikit tertiup angin. “Iya, Sayang, sebentar lagi pulang ya, ini nunggu mobil yang jemput kita ya.” Maisha membungkuk, menyamakan tingginya dengan sang putra, demi menenangkan bocah tembam yang mulai didera rasa kantuk itu. "Tapi ngantuknya sekarang Bun? mataku udah berat banget," rengek balita itu lagi. "Iya sabar, kan tadi Khai sendiri yang gak mau pulang pas main di Time Zone. Hayo ngaku." Maisha kecil ujung hidung bocah kesayangannya itu. "Tadi kan gak ngantuk, Bun, sekarang ngantuk banget matanya," ucapnya lagi hampir menangis. "Cupp ... cup, Sayang, mau gendong bunda?" Maisha merentangkan kedua tangannya. "Gak mau, maunya bobo aja, Bun." Khai mengusap-usap kedua matanya. Tak menunggu lama, muncul mobil ford warna putih yang dimaksud. Beberapa kali Maisha menatap layar ponsel lagi untuk memastikan plat nomor mobil tersebut cocok dengan yang ia pesan. 'oke cocok!' batinnya. “Khai sini, itu mobilnya dateng.” Maisha merentangkan kedua tangan untuk menggendong putra semata wayangnya. Mobil yang dimaksud berhenti tepat didepan lobby, di mana Maisha berdiri. “Ternyata beneran kamu, Rum,” sapa sang driver begitu ia turun dari mobilnya. Pria berperawakan tinggi menjulang itu tersenyum tipis setelah menurunkan kacamata hitam yang lalu ia sangkutkan di kerah baju. Memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana, pria itu berjalan memutari bagian depan mobil dan mendekati Maisha yang masih berdiri mematung. Seketika tubuh Maisha menegang, ada sengatan aneh dalam dadanya ketika mendengar suara pria itu lagi. Maisha memberanikan diri mengangkat pandangan dan membalas senyuman yang pria itu lemparkan padanya. Tak jauh berbeda dari Maisha, hati pria berkulit eksotis itupun sebenarnya ikut membuncah diliputi perasaan damai, seperti tanah gersang yang tiba-tiba disiram hujan lebat. Bahkan waktu seakan berhenti ketika tatapan mata dua manusia itu bertemu dan saling memaku walau hanya sekian detik. Suasana canggung di antara keduanya membuat Maisha seolah kehilangan detak jantungnya. Sedangkan Ferdian, sang pria, butuh beberapa kali tarikan nafas untuk menormalkan desiran aneh yang menyerang dadanya. ‘Naaaah kan beneran Ferdian ... duuuh.’ monolog Maisha dalam hati. Ferdian Khalifi, laki-laki yang Maisha maksud. Laki-laki dari masa lalunya. Cinta monyetnya ketika di tahun-tahun awal berseragam putih abu-abu. Cinta pertama ia menyebutnya, cinta yang ... hmmm ... sampai sekarang masih belum sepenuhnya hilang dari relung hatinya. Teman sebangku, teman berbagi cerita, teman berbagi buku, berbagi cilok, yang akhirnya cinlok beneran. Ya... kita semua pasti punya satu kisah tentang cinta pertama kan? Sudah ngaku aja.... Walaupun kadang bentuk cinta pertama itu cuma terlihat sebatas ‘cinta monyèt’ tak berarti bagi orang lain yang melihatnya. Tapi bagi Maisha dan Ferdian, mereka punya satu kotak rahasia tak tersentuh dihati nya masing-masing yang menyimpan kisah masa remaja mereka selamanya. Ferdian yang kembali bertemu Maisha setelah belasan tahun, perlu mengumpulkan keberanian berkali-kali lipat untuk menutupi kegugupannya. Berkali-kali pula ia merutuki diri sendiri kenapa hanya tampil ‘apa adanya’ di moment tak terduga seperti saat ini. Dia bahkan hanya memakai celana jeans belel sebatas lutut yang dipadukan kaos polos warna abu-abu. Yang diakuinya sangat jauh dari kesan 'enak dipandang' untuk tampil di depan mantan terindah. Beberapa kali Ferdian terlihat sangat kikuk sebelum akhirnya membukakan pintu mobil, mempersilahkan Maisha dan putranya masuk. "Silakan masuk, Rum." *** •Rinai Hening•

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
77.7K
bc

Ineffable Cafune

read
23.7K
bc

TERSESAT RINDU

read
335.3K
bc

Fake Marriage

read
9.3K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
51.8K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

The Ugly Duckling

read
77.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook