5 ~ Kejutan Kedua

1212 Kata
◍•◍•✿•◍•◍❤◍•◍•✿•◍•◍ “Woiii... Maishaaa bengong aja, gosong tuh rotinya.” sentak Ana menyadarkan lamunan Maisha. Ia kini berkutat di dapur dengan Ana dan Esti, tetangga sekaligus sahabat terdekatnya di kompleks. Di perumahan yang ditempati Maisha memang masih ada dua puluh unit rumah dan baru belasan unit yang ditempati. Kebanyakan dari mereka pasangan muda, masih seumuran dengannya dan Ana adalah yang paling senior diantara para ‘mahmud’ kompleks, usianya sudah 39 tahun, 10 tahun diatas usia Maisha. Karena keseniorannya ini lah Ana sering dijadikan maskot dan tempat curhat tetangganya, termasuk Maisha yang paling dekat dengannya, karena rumah mereka tepat bersebelahan. “Mikirin apa sih Mai?” tanyanya lagi “Gak kok mbak, lagi mikirin cicilan panci aja gak lunas-lunas.” jawabnya lantas terbahak. “Are you sure??” selidik Ana lagi. “Yakin gak mikirin mas-mas yang kapan hari dateng ke ultahnya Khai?” ganti Esti bertanya penuh selidik. “Haduuh, ketauan deh, emang gak pinter bohong ya aku.” kekeh Maisha. “Tuh kan, jadi gimana ceritanya? udah ceritain aja sapa tau lebih plong.” lanjut Anak sambil mengeluarkan brownies coklat hasil karyanya dari oven. “Dia tuh dulu temen SMP ku mbak, gak sengaja aja ketemu lagi pas aku pesen taxi online. Drivernya ternyata dia.” jawab Maisha seraya menyiapkan tumpukan piring. Trio mamah muda ini memang sama-sama hobby memasak, hampir tiap hari mereka mencoba resep baru yang didapat dari cookpad atau i********:. Ana yang paling expert diantara ketiganya dan Maisha yang paling noob tentunya. Karena itu dia selalu merelakan dapurnya jadi tempat masak-memasak agar dapat bagian masakan paling banyak. “Beneran cuma temen? Aku liat udah dua kali mobilnya parkir disini.” seloroh Esti “Mantan deh mantan, tapi pas jaman SMP, putus pas SMA, ngenes ya.” seloroh Maisha sambil tertawa. “Terus?” tanya Ana dan Esti kompak. “Gitu aja, kemaren pertama kesini pas jadi driver taksi online, yang kedua pas ultah Khai dia tiba-tiba nongol gitu aja, terus....nhmm..” “Terus? dia deketin kamu gitu?” tanya Ana. “Dibilang deketin gak juga sih, cuma telponan aja sekali, nawarin ke Malang. Soalnya dia mau pulang kesana juga, tapi aku gak mau.” “Lhaaa dia asli Malang juga?” lanjut Ana hanya diangguki Maisha. “Kenapa gak mau? Lumayan kan dapet tumpangan mudik juga.” seloroh Esti “Gak lah, apa kata dunia, aku yang beberapa kali nolak dijodohin tiba-tiba pulang dianter mantan cinta monyet, pingsan bapakku sis ” gerutu Maisha. “Lha tadi kenapa sampe kebawa ngelamun gak jelas, dia punya istri? Mau jadiin kamu selengkian? diajak poligami?” rentet Ana dengan tatapan serius. “Husssh... sampe mati juga gak akan sudi aku dimadu mbak. Dia punya istri, dulunya, sekarang single. Istri & anaknya meninggal beberapa tahun lalu.” jelas Maisha pada dua sahabat di hadapannya. “Innalillahi wa innaillaihi rojiun.” jawab Ana & Esti bersamaan lagi. “Kamu single Mai, dia single, bagian mana yang salah? ya udah sikat.” lanjut Esti penuh semangat. “Gak segampang itu marimarrr, kami kan punya masa lalu yang sama-sama menyakitkan. Gak semudah itu tiba-tiba lupa dan menjalin hubungan baru.” “Tapi kalo gak segera dimulai kapan move on nya?” sanggah mbak Ana. “Tau deh, toh aku gak tau gimana perasaan dia.” lirih Maisha. “Lha perasaanmu piye (*gimana)?” tanyanya lagi sambil setengah melotot. “Dulu sih sayang, dulu ya dulu... Sampe bucin sebucin-bucinnya selama bertahun-tahun, sekarang gak tau lagi deh.” curhat Maisha. Ana dan Esti hanya saling memandang dengan tatapan aneh, aneh setengah kasihan lebih tepatnya. “Dibawa istikharah aja Mai, cari petunjuk.” jawab Ana tiba-tiba bijak, sambil mengusap lengan Maisha naik turun. Ana dulu memang menghabiskan sebagian besar masa pendidikannya di pesantren dan kadang tanpa diduga selalu jadi konsultan paling bijak diantara mereka. Itulah yang membuat para tetangganya suka nempel seperti perangko padanya. “Tuh Mai, dengerin tausyiah mamah Ana, insyaAllah akan didekatkan jika jodoh, dan dijauhkan jika memang bukan.” jawab Esti sambil menyuapkan brownies pada Rena, balita mungilnya. “Siap mamah Anah.” jawab Maisha sambil setengah membungkuk hormat pada Ana, yang langsung meledak tawanya. Maisha tiba-tiba merinding mendengar kata-kata ‘jodoh’ yang baru saja dilontarkan sahabatnya. Ia langsung teringat wejangan ibunya untuk senantiasa berdoa meminta jodoh yang terbaik, mengingat Khai masih sangat kecil dan tentunya butuh sosok Ayah. Maisha pun tak menampik, didalam lubuk hatinya ia sangat-sangat mendamba pendamping yang senantiasa bisa membimbing dan melindunginya hingga menua nanti. Lantas bolehkan ia menyebut nama ‘Ferdian’ dalam doanya? ▪️▪️▪️ Di kantornya, Ferdian kini lebih sering tersenyum setelah tau betapa menyenangkannya berlama-lama di dunia maya. Laki-laki itu sekarang senang membaca semua postingan yang dibagikan oleh Maisha, dari sana ia tau semua kegiatan yang dilakukan Maisha. Dia tau sendiri, sejak sebelum kuliah Maisha memang aktif disemua social media, mulai dari twitter, f*******:, i********:, w******p, setiap hari pasti ada postingan dari Maisha. Dari kegiatan belajar masak-memasaknya, kegiatan putranya, dan yang paling banyak pasti tentang bisnis onlinenya yang berkutat dengan produk perawatan tubuh. Bahkan kemarin Ferdian terbahak-bahak melihat postingan Maisha tentang acara masak-memasak dirumahnya, dan brownies karyanya jadi yang paling ‘eksotis’ karena gosong. Padahal brownies Maisha tak berbentuk karena saat itu pikirannya tertuju pada Ferdian. Dan hari ini Ferdi lagi-lagi dibuat tersenyum sendiri, melihat postingan Maisha yang membagikan wajah polosnya tanpa make up, tentu saja dengan embel- menawarkan produk jualannya.? Kamu makin cantik Rum. Monolog Ferdian sambil menyimpan satu persatu foto Maisha ke dalam ponselnya. Sampai saat ini pun ia belum paham dengan perasaannya yang berubah lebih ceria sejak pertemuannya kembali dengan Maisha. Ia seperti menemukan kembali semangat hidupnya yang telah hilang sejak kepergian mendiang istrinya. ▪️▪️▪️ Selepas maghrib, Maisha dibuat kewalahan dengan sikap Khai yang merajuk ingin adik bayi seperti tetangga depan rumah mereka yang baru saja melahirkan putra keduanya. Ya, hari ini Maisha dan para tetangganya menjenguk salah satu rekan mereka yang baru saja pulang dari rumah bersalin, tentu saja di kecil Khai ikut serta. Tak ingin balitanya tantrum berlarut-larut karena menginginkan adik bayi, akhirnya Maisha mengajaknya bermain ke wahana bermain disalah satu mall ternama di pusat kota. Ferdi yang membaca status terbaru Maisha tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu, ‘mendadak nge-mall karena sikecil mendadak nge-rewel’ tulis Maisha dicaption i********: yang disertai folo Khai setengah menangis. Ferdi langsung beranjak dari meja kerja, ia urungkan semua rencana lemburnya malam ini, dan berniat mengejutkan Maisha dengan kehadirannya.bHanya butuh setengah jam untuk Ferdian sampai di mall yang sama dengan Maisha, dengan setengah ngebut tentunya, otaknya langsung tertuju pada wahana bermain anak-anak dilantai tiga. Dan yap... ia langsung mengenali wajah mungil Khai yang sedang melompat-lompat di trampolin sambil melambaikan tangan pada seorang wanita yang memakai sweater abu-abu dihadapannya. Maisha. Ferdi langsung pergi ke food court disebelah wahana bermain tersebut, mencari sebuah alasan untuk berbincang dengan wanita yang beberapa hari ini mengusik hatinya. Setelah membungkus 2 box nugget pisang ia mendekati Maisha dan menepuk pundaknya. “Heyyy....nngelamun aja, ngapain Rum?” sapa Ferdian mengagetkan wanita mungil dihadapannya hingga menjatuhkan ponsel ditangannya, namun dengan sigap ditangkap oleh Ferdian. “Fer.. Ferdian...” ucapnya mendadak gagap dengan mata membola sempurnam *Bersambung ( ˘ ³˘)♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN