Chapter 11

1234 Kata
"Jadi begitu?" Hening, ruangan sepetak tersebut berubah suram. Sesuram wajah Alan yang hanya menganggukkan kepalanya takut-takut. Kepala pun menunduk, tak berani terangkat dengan percaya dirinya. "Lalu bagaimana planingmu ke depannya mengenai project baru ini, Alan? Jujur saja, saya tertarik dengan usulan kamu setelah menimang beberapa hal lainnya." Oh, ini. Adalah saat yang sangat Alan damba-dambakan sepenuh hati, jiwa, dan raganya. Berbicara berdua, empat mata dengan Mr. Jazz untuk kepentingan robot rancangannya. Yeah, sebegitu sukanya Alan terhadap perusahaan raksasa ini. Hmm, maksudnya gajinya yang tinggi. Dan satu lagi, karena ia merasa mulai naik satu tangga. Mendekati seniornya bernama Benzie yang selalu menganggapnya kentang rebus itu. Tapi, kenapa sekarang dia malah tremor tidak karuan seperti ini? Jantung pun bunyinya dugun-dugun cukup keras. Uh ... memalukan. "Hmm ... anu Mr. Jazz. Saya ucapkan terima kasih banyak atas kepercayaan Anda terhadap potensi saya yang tidak seberapa ini." "Well, idemu terdengar brilliant. Secara garis besar, bagaimana kamu akan memulai merancang project ini sebagai langkah pertama?" "Mana aku tahu, pekerjaanku hanya membantu membenahi rancangan fisik dan memelihara kestabilan alat-alat pada robot. Bukan membuatnya secara utuh. Ya Tuhan, disaat seperti ini aku membutuhkan pengetahuan Andrew mengenai desain robot." "Pertama, saya akan memperkirakan spek yang tinggi untuk kapasitas pengetahuan dan memorinya. Baik secara internal maupun eksternal." "..." "Mengenai rancangan, sudah mulai tergambar di benak saya Mr. tapi untuk bentuk fisiknya secara sempurna, saya pikir perlu didiskusikan terlebih dahulu pada tim saya." "Bagus, Alan. Kerja tim memang sangat diperlukan saat ini," sambung Mr. Jazz memangkas. Lelaki berkemeja formal dengan ukuran tubuh ganjang itu tersenyum sungkan. Pertama kalinya, pimpinan Doujav Corp bersifat hangat seperti ini padanya. "Tujuan utama yang ingin kamu tonjolkan dari project kali ini apa? Selain mengutamakan spek?!" "Kecerdasan!" Merancang sebuah robot yang sangat genius dan memiliki kemampuan superior di atas rata-rata. Ahli akademik dan teoritikus fisika, juga ahli astronomi, filsufalam, matematikawan, dan teolog. Jika harus berambisi lebih banyak lagi, aku mengharapkan sebuah robot yang tampak alami seperti manusia sungguhan. Cerdas dalam teori ilmiah dan alam semesta. Sebuah benda ciptaanku yang berkemungkinan besar masuk dalam headline news portal Amerika dan negara-negara maju lainnya. Bahkan di seluruh dunia. Oke, ini sudah mulai gilaa. Tapi bukan berarti aku tidak bersungguh-sungguh dengan kegilaanku ini. "Manusia robot dengan IQ stara Einstein atau mungkin nyaris seperti James Sidis?" Ya, William James Sidis yang merupakan manusia terpintar sepanjang sejarah, dengan IQ 250-300. "Saya akan menciptakan robot yang dapat menyabet gelar-gelar baru untuk mengharumkan nama perusahaan, Mister. Sebagai pegawai Doujav Corp, tentu kehormatan perusahaan yang sudah harum citranya tidak boleh turun standart." Bug! Senyum lebar menampilkan deretan gigi putih pria berjas rapi lengkap dengan pantofel mahalnya itu, tersungging sumringah. Tepukkan tegas yang sarat akan bangga pun ia daratkan pada salah satu pundak kokoh Alan. "Saya hampir tidak percaya kalau kamu masihlah seorang mahasiswa." Bug! Sekali lagi. "Pelajar cerdas." Oho! Ini pujian kan? "Terima kasih Mister. Maaf kalau khayalan saya terlalu tinggi. Tapi tolong, jangan terlalu berharap atau berekspektasi tinggi terhadap racauan saya barusan." Karena yeah, seperti yang dia bilang. Aku ini masih mahasiswa IT semester 7 yang sebentar lagi akan menggarap skripsi. Tidak secerdas yang kalian pikir pula, Andrew juga sering mengatakan kalau aku ini b***t. "Minggu depan, apa kamu bisa mulai melakukan rancangan awalnya? Prof. Nellam secara khusus saya tunjuk untuk menjadi pembimbingmu." Suara Mr. Jazz kembali terdengar. Minggu depan ya? "Hmm ... saya harus melihat jadwal dari kampus juga, Mr. Saat ini saya juga sedang sibuk melakukan bimbingan skripsi. Tapi, Anda tidak perlu khawatir. Secepatnya saya dan tim pasti akan bergerak." "Baik, saya berharap banyak padamu, Alan. Kamu termasuk ke salah satu karyawan yang saya perhatikan." "Eh?" "Sampai bertemu lain waktu." Diakhiri dengan senyum berwibawa dan tepukkan sekali lagi di sebelah pundakku, Mr. Jazz pun lengser dari sana. "Karyawan yang diperhatikan?" Apa maksudnya itu? "Ck, apa-apalah. Yang penting aku harus bisa membujuk Andrew agar dia mau membantuku kali ini." Dan kalau dipikir-pikir, kecil kemungkinannya untuk menolak. Kalau gadis aneh itu betulan robot, ini adalah eksperimen pertama dan satu-satunya yang akan sangat menyenangkan bagi Andrew. Dia tertarik pada robotik. Bahkan sketch-sketch rancangannya cukup mengesankan. Yeah ... meski sedikit, setidaknya aku masih bisa melihat harapan. Tapi, masalahnya sekarang, "Bagaimana aku bisa meyakinkan Andrew setelah apa yang dia lihat kemarin?" Penjelasanku pun, aku bisa mencium bau-bau ketidakpercayaan yang buaya darat itu pancarkan dari caranya menatapku. *** Tak! Bruk! "Apa lagi sekarang?" "Wajahmu itu tidak usah dijelek-jelekin deh. Sudah jelek kok, And!" semprotku sengaja. Iya, biar saja. Gaya banget pake ngambek-ngambek segala. "Ada perlu apa?" Kuhembuskan sejenak nafas panjang. Sepertinya Andrew benar-benar marah kali ini denganku. "And, kau masih marah denganku karena aku menyembunyikan gadis di rumahku ya?" Detik itu, bola mata Andrew yang sipit seketika mendelik dramatis. "KAU PIKIR? MEMANGNYA ITU MASALAH SEPELE? KAU MENYEMBUNYUKAN WANITA ALAN s****n! WANITA! DI RUMAHMU LAGI!" Tuh kan, suka begitu tiba-tiba. Gasnya bocor, jadi meleduk terus bawaannya. "And, aku kan sudah menjelaskannya padamu kemarin malam. Sejelas-jelasnya! Aku bahkan sudah bilang padamu kan kalau wanita itu-" Oh tunggu, kami masih berada di wilayah kantor. Tepatnya di kubikel Andrew, yang tadi kuhampiri orangnya sedang membaca beberapa berkas. Lirik kanan-lirik kiri, ramai. Walaupun keadaan terpantau tenang namun, banyak mata yang menatap kami dengan garang daru berbagai sudut. Si kadal buntung ini tadi kan jerit-jeritan. Ak, memang dasar Andrew-Andrew. "Hehe ... maaf ya Mbak-Mbak, Pak, Sir. Saya permisi sebentar," kataku sungkan. Sembari cengengesan dengan membungkuk meminta maaf beberapa kali. Langsung saja kugeret kerah kemeja belakang Andrew keluar dari ruangannya. Ada baiknya kami mencari tempat yang aman untuk mendiskusikan tentang gadis aneh itu kan? Firasatku kuat kalau dia sungguhan terlibat dengan jatuhnya meteor yang sedang viral beritanya sekarang. Kalau apa yang dijelaskannya itu nyata, maka kami dalan bahaya. Ya, kami. Aku, gadis aneh itu, dan Andrew. Come on! Kadal buntung ini juga terlibat aktivitas keseharian bersamaku jadi, jika kami ketahuan, sudah pasti dia juga akan ikut dicurigai. "Gak usah tarik-tarik segala! Cepat jelaskan, kau mau bicara apa?" celetuk Andrew sarkas begitu aku berhasil membawanya ke area taman belakang dekat gudang lama. "Kau lupa kemarin aku bicara apa denganmu?" tanyaku langsung. No basa-basi lagi. "Ingat, tentu saja aku ingat. Kau dan gadis itu-" "Aku mencurigainya robot yang datang bersamaan dengan jatuhnya meteor sore itu, And. Wanita itu robot! Bukan manusia!" Jelas kan? "Ya-ya, I know. Sudah berapa kali kau mengatakannya Alan sialann. Kau bahkan sudah menunjukkan rangkaian tubuh gadis itu padaku. Penuh dengan kabel dan sensor-sensor yang elit." "Lalu, kenapa kau bersikap seperti ini padaku?" "Seperti ini gimana?" Hah! Dasar manusia planet lain. Sepertinya Tuhan menciptakan Andrew dengan penuh kekesalan. Lihat! Lelaki ini selalu menguji kesabaranku. "Kau terlihat tidak mempercayai ucapanku. Bersikap seolah aku sengaja menyekapnya dengan tujuan yang tidak-tidak. Kau bahkan melihatku seperti manusia cabull." "Ha? Aku tidak beranggapan seperti itu bodoh!" Lalu? "Kau sungguh berpikiran aku seperti itu?" Iyalah, memangnya apa lagi. "Dengar ya Alan sialann. Ck, mulai sekarang namamu berubah menjadi Alan sialann saja ya? Cocok tuh!" "Jangan mengalihkan pembicaraan lagi, bodohh! Apa maksudmu?" Di hadapanku, Andrew mendengkus. "Kau menyimpan robot secantik itu di rumahmu tanpa memberitahukanku, sialann! Kau pasti menikmati kecantikkannya sendirian saat dia habis daya kan? Ya Tuhan, gadis secantik itu. Bagaimana mungkin kau menyembunyikannya dariku Alan." "..." "Oh astaga, wajahnya melayang-layang di hadapanku. Menari, berputar memenuhi serebrumku." SERIOUSLY?! Andrew! "Jadi ... maksudmu, wanita cantik?" "Hum. Dia cantik sekali. Dan kau menyembunyikannya dariku, aku iri Alan sialann!" What the hell!!! Hasrat ingin membotaki kepala Andrew seketika meletup-letup di pikiranku. Atau kusentil saja otak kananya? Iri katanya? Disaat pradugaku sudah sejauh Antartika, setinggi Everest? "Andrew!!!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN