Prolog
Pertemuan pertamaku dengan orang asing yang cukup aneh. Mungkin secara fisik tidak begitu terlihat, atau bahkan tidak sama sekali. Aku berani bertaruh tidak akan ada yang menyadarinya jika tidak mengenalnya secara penuh.
Orang ini cukup meyakinkan namun, lambat laun aku menyadari adanya keanehan tersebut. Sedikit di luar nalar, pun penalaranku sepertinya tidak bekerja dengan baik saat ini.
Selama beberapa waktu hidup dengannya dalam satu atap yang sama. Gadis ini bukan lagi aneh kelihatannya tapi memang bukan manusia. Ya, namanya The Future.
The Future, dua suku kata yang keluar dari lisannya dan dengan bersungguh-sunngguh ia nyatakan sebagai namanya. Nama yang unik pikirku kala itu, tetapi ternyata memang bukan lelucon belaka.
Gadis oh bukan, kupikir dia tidak pantas disebut gadis jika jenisnya saja sama sekali bukan dari bangsa manusia. Atau bisakah kukatakan dengan separuh manusia?
Penampilan feminim dan perawakan yang mumpuni untuk bisa dikatakan manusia, itulah dia. The Future yang merupakan manusia setengah robot. Robot jadi-jadian, gadis robot yang menjadi manusia. Terserah!
"Bisakah kau menyingkir dari hadapanku?" pintaku. Kalimat itu meluncur dari lisanku ketika Future sedang berjalan berlawanan arah denganku dan kami saling bersinggungan di sisi dapur.
Malam yang temaram dan hanya berbekalkan remang-remang cahaya rembulan yang masuk dari celah-celah teralis jendela. Future berdiri menjulang dengan tipe badannya yang menyerupai jam pasir.
Makhluk ini sungguh luar biasa sekali membuat kepalaku pening.
"Dayaku hampir habis Alan," katanya lugu.
Aku mengangkat sebelah. alisku, sedikit tertarik.
"Lalu?"
"Isi dayaku atau aku tidak akan bisa digunakan."
Kalimat datarnya terasa agak bernyawa. Dia membuatku kebingungan lagi.
Ya, itulah keahliannya. Future yang aneh dan nakal. Sayangnya ia juga cerdas dan sangat menyebalkan.
"Alan kenapa hanya diam? Bateraiku perlu diisi sekarang."
Lihat kan? Dia merengek seolah dirinya manusia yang sedang meminta sesuatu.
padaku.
Aku berdecak sebal, "Kemari."
Gadis jadi-jadian itu menurut, ia melangkah mendekatiku. Sorot matanya yang dipenuhi oleh rangkaian kabel dan terhubung dengan komputer itu malah terlihat indah di mataku. Sepertinya aku sedang sakit sekarang.
"Alan pegang tanganku," katanya lagi. Dan aku tidak bisa untuk tidak terkejut.
"Kenapa?"
Mengapa aku harus melakukkan perintahnya? Aku yang manusia nyata di sini jadi, aku yang berhak memerintah dan mengendalikannya bukan malah sebaliknya.
Tapi seolah otak dan ototku tidak sejalan, ruas-ruas jariku melingkupi punggung tangannya yang berhawa dingin. Rangkain tubuhnya tersusun dari besi jadi, itulah mengapa tubuhnya tidak pernah terasa hangat.
"Sudah, apa yang mau kau lakukan setelahnya?" tanyaku ketika kedua tangan kami sudah saling bertautan.
"Suhu tubuhmu sedikit tidak normal dari suhu tubuh manusia normal pada umumnya. Dua menit lalu suhumu aman tetapi di menit berikutnya menjadi lebih dingin. Sementara keadaan normal dan kau tidak sedang sakit. Atau adanya ancaman yang membuatmu tidak nyaman, hanya ada aku di sini. Dari hasil scan-ku, perubahan suhu tubuhmu yang mendadak seperti ini dikarenakan adanya saraf yang terhubung dengan kerja otot pemicu keringat. Lalu-"
"Langsung ke intinya saja, jangan terlalu banyak menyampaikan teorimu," ucapku memotong perkataaannya yang sepanjang sungai nil.
"Alan kau terdeteksi salting."
APA-APAAN!
Tunggu, bicara apa dia barusan?
"Salting, atau singkaatan dari salah tingkah. Yang berarti bahwa seseorang itu sedang merasakan perubahan emosi karena perasaan-"
Aku lekas memotong, "Dari mana kau belajar kata itu?"
Ia menggeleng, "Sistemku meresearch secara otomatis. Aku hanya menyampaikan apa yang seharusnya kusampaikan padamu."
Aku menghela napas panjang.
Satu dari sekian banyak kelakuan menyebalkannya.