Keputusan Diandra

1046 Kata
Diandra tercengang saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang mama. Sungguh.. Diandra tidak pernah menyangka jika sang mama akan mendukung sang kakak agar dirinya menikah dengan Deren. Laki-laki yang telah menghamili dirinya dan menghancurkan masa depannya itu. Diandra menang ke arah sang mama dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Diandra masih merasa tidak percaya dengan semua yang baru saja didengar oleh dirinya. “Kenapa mama bicara seperti itu? Apa mama malu punya anak yang telah mencoreng nama baik keluarga? Mama tahu kan Diandra tidak mau menikah dengan laki-laki itu?” tanya Diandra dengan nada sendu. Mama Kania menggelengkan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh sang putri kesayangannya itu. “Tidak sayang. Bukan seperti itu maksud mama. Mama tidak merasa malu. Mama memang kecewa sama kamu, sayang. Tapi mama sudah dapat menerima semua ini. Mama hanya memikirkan kehidupan cucu mama nanti. Kamu harus tahu satu hal sayang. Anak yang hidup tanpa kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya itu akan sangat jauh berbeda sayang. Kasihan sama anak kamu. Mama tahu kamu pasti bisa jika menjaga calon anak kamu sendiri. Tapi kamu tidak boleh egois sayang. Kamu harus memikirkan calon anak kamu. Deren mau bertanggung jawab dengan kamu dan calon anak kalian berdua. Kamu coba berpikir jernih tentang semua ini. Mama melakukan semua ini demi kebaikan kalian bertiga sayang. Mama tidak mau kamu menjadi wanita dan ibu yang egois.” Diandra diam seribu bahasa saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang mama. Diandra berusaha mencerna semua yang telah diucapkan oleh wanita orang baya yang sangat dicintai oleh dirinya. Ya. Diandra tahu tidak ada yang salah dengan semua ucapan sang mama. Namun Diandra masih dikuasai oleh rasa emosi dan ego yang tinggi di dalam dirinya hingga detik ini. Apalagi rasa benci yang ada di dalam dirinya kepada laki-laki yang bernama Deren itu masih besar saat ini. Rendra yang dapat mengerti dengan arti diam sang adik kesayangannya. “Kak Rendra tahu kamu bukan wanita yang egois. Kak Rendra tahu kamu bisa berpikir jernih tentang semua ini. Kamu tidak boleh memikirkan diri sendiri. Ada nyawa yang sedang di dalam kandungan kamu saat ini. Kamu harus memikirkan calon anak kalian berdua. Kalau Rendra menyakiti kamu nanti. Kak Rendra menjadi orang pertama yang akan memberikan pelajaran kepada suami kamu nanti. Kak Rendra berharap kamu bisa memikirkan hal ini dengan baik.” Lagi dan lagi Diandra diam seribu bahasa dan belum membuka mulutnya untuk berbicara kepada sang mama, sang kakak dan Deren yang masih berada di dalam kamar rawat inapnya saat ini. Mereka bertiga yang sedang duduk di kursi ikut diam tanpa mengeluarkan satu patah katapun itu. Ya. Mereka bertiga kompak memberikan waktu kepada Diandra untuk berpikir jernih dengan semua hal ini. Diandra dilanda rasa bingung yang luar biasa dengan semua keadaan ini. Diandra yang tidak ingin menikah dengan Deren. Namun Diandra juga tidak boleh egois dan memikirkan diri sendiri. Ada calon buah hati yang sedang tumbuh dan berkembang di dalam kandungannya saat ini. Diandra menghela nafas berat untuk menenangkan diri dan meyakinkan dirinya sendiri dengan semua hal ini. Diandra merasa berat dengan keputusan yang harus diambil oleh dirinya hari ini. Tidak ada yang mendukung dengan apa yang diinginkan oleh dirinya. Diandra merasa sedikit frustasi dengan semua keadaan saat ini. ‘Bismillah..’ batin Diandra. Diandra menatap ke arah tiga orang dengan bergantian. Tatapan lekat diberikan oleh Diandra kepada mereka bertiga yang sedang menatap ke arah dirinya. “Diandra akan menikah dengan papa kandung calon anak ini,” ucap Diandra dengan nada singkat. Mama Kania, Rendra dan Deren yang sedang berada di dalam benak mereka masing-masing seketika tercengang saat mendengar apa yang diucapkan oleh Diandra. Mereka bertiga bahkan membelalakan kedua bola bola mata dengan sempurna dengan apa yang baru saja didengar oleh mereka beberapa saat yang lalu. “Apa kamu serius?” tanya Deren dengan tatapan tidak percaya ke arah Diandra. “Apa mama tidak salah mendengar sayang?” tanya mama Kania dengan ekpresi wajah terkejut menatap ke arah Diandra. Diandra menggelengkan kepala menanggapi apa yang ditanyakan oleh sang mama dan laki-laki yang sangat dibenci oleh dirinya. “Iya ma. Mama tidak salah mendengar apa yang Diandra katakan tadi.” Diandra dengan sengaja menjeda apa yang akan diucapkan oleh dirinya. Diandra mengalihkan perhatian ke arah Deren tang sedang duduk di samping sang kakaknya itu. “Aku tidak sedang main-main. Kalau kamu tidak ingin kita menikah. Aku akan merasa lebih senang lagi. Semua terserah kamu. Aku hanya mengikuti apa yang telah dikatakan oleh mama dan kak Rendra. Semua yang aku lakukan ini hanya demi bayi yang tidak memiliki dosa ini.” Diandra mengucapkan semua kalimat itu sembari mengusap perut perutnya yang masih tampak datar saat ini. “Alhamdulillah..” Mereka bertiga mengucapkan rasa syukur dengan kompak sembari mengucapkan kedua telapak tangan ke wajah masing-masing. “Kak Rendra akan menghubungi papa dan memberi tahu ke papa tentang kabar bahagia ini. Kak Rendra berharap papa bisa pulang saat kamu menikah nanti,” ucap Rendra dengan penuh rasa bahagia. “Iya Rendra. Mama setuju dengan ide kamu,” ucap mama Kania. “Diandra terserah kak Rendra,” balas Diandra dengan nada lirih. “Kak Rendra yang akan mengurus semua persiapan pernikahan kamu dan Deren. Kamu dan Deren harus menikah terlebih dahulu. Kamu dan Deren akan mengulangi ijab qabul saat bayi, kalian berdua sudah lahir ke dunia ini nanti. Kak Rendra tidak menerima penolakan dari kamu, Diandra,” sambung Rendra dengan nada pelan dan tegas. Diandra menganggukan kepalanya kembali saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak semata wayangnya itu. Ya. Diandra memutuskan untuk menerima dan pasrah dengan semua yang diucapkan oleh sang kakaknya itu. Menolak pun rasanya percuma bagi Diandra karena Diandra tahu bagaimana sifat dan karakter sang kakak kesayangannya itu. “Kamu makan dan minum obat Diandra. Biar calon anak kita tetap sehat dan tumbuh kembang dengan baik sampai lahir ke dunia nanti,” ucap Deren yang memutuskan untuk mengambil alih situasi di antara mereka bertiga saat melihat Diandra tampak murung setelah mendengar ucapan Rendra beberapa saat yang lalu. “Iya. Diandra ini mau makan dan minum obat. Terima kasih,” balas Diandra dengan nada dingin tanpa menyebut nama laki-laki yang akan menjadi calon suaminya itu. “Apa aku boleh menyuapi kamu?” tanya Deren dengan nada pelan dan hati-hati agar Diandra tidak marah kepada dirinya. Diandra menganggukan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh Deren. “Iya..”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN