Saling foto

1403 Kata
Shuhua tidak bisa berhenti memikirkan Galaxy. Bayangan-bayangan tentang pria itu bermunculan di otaknya, Bagaimana jika dia pulang sekolah nanti tidak ada lagi sosok yang mengajaknya bermain? Mengajaknya ke cafe kemudian ikut menonton bermain drum. 3 bulan bukanlah waktu yang sebentar. Satu minggu saja tanpa Galaxy, semua bisa merasakan gejala-gejala yang membuatnya akan mati. "Gimana kalau nanti gue sekarat lagi kalau nggak ketemu Bang Galaxy?" "Gimana ya, kalau gue kangen? Jepang sama Indonesia kan punya jam yang beda, nanti gue malah ganggu si Abang ya?" Kemudian berguling-guling lagi di kasur, menatap langit-langit dan menghembuskan nafasnya kasar. "Kita kapan sih libur? Gue mau nyusul deh ke Jepang. Gue tahun ini belum bolos kan? Jadi gampang ya kalau gue bolos satu minggu." "Tapi gimana nanti gue bilangnya ya? Masak mengatasnamakan mau jenguk Koko gue, tapi kenyataannya malah pergi ke Jepang. Papi gue kan suka tau." Aurora menoleh kepada Shuhua yang sedang bicara seorang diri. Sahabatnya itu memang tidak bisa berjauhan dengan kakaknya, tapi kenyataan harus memisahkan mereka. Lelah sekali Aurora berkata berulang kali dengan kalimat, "Abang gue kan pergi biar dapat duit. Nanti kalau lu jadi istrinya, lu juga yang bakalan senang dapat duit." Tapi Aurora terlalu lelah untuk mengatakannya, jadi dia memilih untuk diam saja. "Cici, ini hari terakhir kita di Bali loh. Gue mau keluar, anak-anak yang lain pada di pantai. Lu gak mau ikut?" Awalnya Shuhua menggeleng, tapi ketika melihat Aurora memakai jaket, dia juga tidak ingin mengubur dirinya sendiri dalam banyak pemikiran tentang Galaxy. "Ya udah deh gue ikut kalau lu maksa." "Siapa yang maksa? Tidur aja lagi, gue nggak mau ya ditempelin lu sepanjang malam. Gue mau berduaan sama ayang mbeb. Please lah ngertiin gue, Ci." "Emang lu pikir sahabat gue cuma lu doang? Banyak kali!" "Hilih, gak akan ada yang tahan sama lu." Kedua orang itu beriringan keluar dari kamar, menuju tepi pantai di mana Di sana ada banyak orang. Suara musik mengelilingi kerumunan, dan juga makanan yang berjajar. Seharusnya Shuhua menikmati ini, tapi dia lagi lagi malah menghela nafasnya. "Rara?" "Diem gue mau ketemu sama si ayang mbeb," ucapan Aurora melepaskan cengkraman tangan sohwa dan melangkah menuju pria yang sebelumnya Melambaikan tangan padanya. Shuhua terdiam, melihat ke sekeliling. Banyak sekali pasangan mata yang Melambaikan tangan padanya, seolah menyuruhnya untuk bergabung bersama mereka; teman-teman sekelas semua, satu ekstrakurikuler silat, dan anak-anak nakal yang kerjaannya keluar masuk ruangan BK bersamanya ketika tahun pertama di SMA. Shuhua memang memiliki banyak teman, tapi tidak dengan sahabat. Dan perasaannya yang tidak karuan seperti ini, sangat cocok diutarakan kepada Aurora. "Cici sini!" "Ci gue bakar sosis nih! Lu mau nggak?!" "Cici liat! Ada anak silat baru yang kayaknya bisa ngalahin lu deh!" "Ci, Mabar kuy! Gue top up Diamond lu, mau nggak?" Begitulah mereka saling memanggil dan membujuk Shuhua agar datang ke sana. Tapi dia malah diam dan membiarkan semilir angin menerpa rambutnya hingga menghalangi pemandangannya. "Puih! Anjir Gue lupa keramas, rambut gue bau amat." "Lu kenapa sih dia mulu di sini?! Ayo gabung sama yang lain," ucap salah satu temannya sambil menarik Shuhua supaya ikut bergabung bersama dengan mereka. Duduk di sebuah batang kayu besar, yang berhadapan dengan api unggun. Dan jangan lupakan makanan yang ada dihadapan mereka. "Lu kenapa sih galau mulu? Biasanya juga yang bikin keributan?" tanya mereka penasaran. "Atau jangan-jangan bener ya gosip selama ini?" "Gosip apaan anjir? Tega lu gosipin temen sendiri." "Yang katanya lu suka sama Abangnya Si Rara. Sampai bucin tingkat dewa." Shuhua mengedarkan pandangannya, sekelilingnya didominasi oleh laki-laki. Memanfaatkan kesempatan dengan mengatakan. "Nah lu semua akhirnya tahu, kalau gue udah punya cowok yang gue suka. Please ya jangan suka sama gue, gue takut kalian semua sakit hati. Gue cuma anggap kalian semua temen gue." Yang membuat para pria di sana terdiam sambil bergidik ngeri. "Ya gue cuma mikir dua kali kalau jadi pacar lu. Soalnya ngeri banget kalau misalnya beneran gue jadi pacar lu, Ci. Kebayang enggak gimana nanti gue kesiksanya?" **** Meskipun hari semakin malam dan keadaan menjadi semakin meriah. Hal itu berbeda dengan Shuhua yang Malah semakin galau. Karena dia belum mendapatkan kabar dari Galaxy semenjak dia pergi. Meskipun sebelumnya Galaxy pernah berkata kalau dia akan disibukkan dengan berbagai masalah yang ada di Jepang, dan tidak akan menghubungi Shuhua dalam waktu lama. "Abang lagi ngapain ya? Dia pasti capek banyak lulusan disana," gumamnya sambil memainkan kayu ke dalam api yang ada di hadapannya. Menghela nafas dalam lagi kemudian memainkan file itu ke udara dengan cara memutar modalnya. "Anjir Cici! Nanti kena gue itu api! Tangan lu diem napa. Udah kalau nyusahin orang lagi," ucap salah satu temannya. "Gue mau cari Rara dulu, males sama kalian," ucapnya kemudian melangkah pergi meninggalkan teman-temannya yang masih sibuk dalam percakapan dan juga makanan yang selalu mengelilingi mereka. Jika suasana seperti ini, Shuhua tahu di mana dia bisa menemukan Aurora. Sahabatnya itu menyukai Kedamaian, tapi ditengah keramaian. Jadi Shuhua mengedarkan pandangan, sampai dia merasa kalau pohon sawit yang melengkung adalah tempat yang cocok untuk Aurora menatap alam, sambil mendengarkan manusia. Namun saat dia melangkah ke sana, matanya Menangkap apa yang sedang dilakukan Aurora. Ini tidak bisa dibiarkan, Shuhua segera mengambil ponselnya kemudian memotret Apa yang dia lihat. Setelahnya dia berlari menuju gedung hotel, pipinya memerah melihat Apa yang dilakukan oleh Aurora. Memang bukan hal yang aneh, Aurora hanya sedang berciuman. Itu bukanlah masalah besar mengingat mereka sudah dewasa, bahkan hampir lulus SMA. Tapi yang membuat Shuhua Malu sendiri adalah karena dirinya tidak pernah melakukan itu. Dan foto yang dia dapatkan, akan digunakan sebagai kartu mati untuk Aurora. Supaya sahabatnya itu membantu dirinya dalam mencapai posisi menjadi pacar Galaxy. "Anjir, Si Rara udah ciuman aja. Bagaimana nasibnya, masa lihat drakor lagi?" "Cici, kamu mau ke mana?" Shuhua menoleh dan mendapati Dewa yang ternyata ada di dalam lift, yang akan dimasuki oleh Shuhua. "Kamu sakit lagi? Acaranya masih berlangsung loh, kamu mau ke atas." Sumpah ya, Dewa itu orang yang paling cerewet dan juga menyebalkan yang pernah Shuhua kenal. Padahal Dewa dikenal sebagai sosok yang pendiam, berwibawa dan juga tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya; jika itu bukanlah urusannya. "Mau ke kamar. Biasa aja kok, ngantuk doang. Nggak papa kan kalau gue nggak ikut acara intinya? Lagian Mereka cuma makan sama dengerin musik doang, gue ngantuk." suara masuk ke dalam elevator kemudian menatap Dewa. "Lu nggak mau keluar? Bukannya lu mau gabung sama mereka?" "Aku anterin kamu ke kamar dulu deh, takutnya kenapa-napa lagi di jalan." Karena tidak ingin berdebat, Shuhua mengabaikan keberadaan Dewa. Toh sosok itu tidak mengganggunya sama sekali. "Malam ini bakalan ada banyak bintang jatuh. Apa lagi langitnya cerah, bisa dilihat dengan jelas." "Beneran? Kok lu tahu? Eh lupa, lu kan pintar." "Tadinya aku mau ngajakin kamu buat lihat bintang jatuh. Puncaknya beberapa menit lagi, akan ada banyak bintang bergerak di langit." "Ya udah yuk kita liat. Emangnya kita harus lihat di mana?" "Kamera kamu kan ada di lantai paling atas. Di sana juga bisa kamu lihat." "Di balkon?" "Iya," ucap Dewa sambil melangkah mengikuti Shuhua dari belakang. "Yang paling jelas sih dari bukit di belakang sana. Tapi dari sini juga jelas kok, apalagi kalau kamu matiin lampunya. Ada satu bintang yang paling besar dan terang, kamu tahu enggak gimana terbentuknya bintang itu?" "Yang menang gue tahu kalau hal begituan," ucap Shuhua Melangkah dengan terburu-buru. Dia menyukai Bintang dan entah darimana Dewa bisa menemukan kesukaannya itu. "Yo masuk." "Eh masuk ke mana ini?" "Lihat bintang jatuh lah, Gue butuh penjelasan dari lu. Tenang aja, gue nggak bakal ngapa-ngapain lu. Pintunya gue buka, biar bisa kabur kalau nanti gue kerasukan Ratu Pantai Selatan." "Tapi ini di Bali, Ci." "Makanya ayo masuk, kan gue Bukain pintunya." Sesuai keinginan Shuhua, Dewa masuk ke dalam kamar perempuan itu. Pintunya pun benar-benar dibiarkan terbuka. Dan yang mengejutkan lagi, Shuhua tiba-tiba mematikan lampu dan duduk di balkon. "Sini gue mau tahu. Oh iya! Itu ada banyak yang keras! Ada yang paling merah! Jelasin dong! Gue mau tahu!" Sementara itu di sisi lain, Aurora melangkah menuju kamarnya setelah menghabiskan waktu bersama dengan Sang Kapten basket. Dia tersenyum sepanjang perjalanan, sampai menyadari kalau kamarnya terbuka, dan lampunya juga mati. "Eh apaan nih?" Aurora mulai takut, khawatir jika kamarnya dibobol oleh maling. Namun ketika melihat keberadaan Shuhua dengan Dewa di balkon, Aurora terkejut. Dia segera mengambil ponselnya, dan memotret kebersamaan mereka berdua. Tersenyum miring, Aurora memiliki kartu yang bisa digunakan pada Shuhua. Dia berencana mengirimkan foto Shuhua itu pada kedua orang tua Shuhua dan juga Galaxy, jika nanti Shuhua mengganggunya berduaan bersama dengan Sang Kapten basket.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN