PROLOG
Shuhua yang berada di akhir usia lima tahun itu tengah berlari di halaman belakang rumahnya dengan diawasi oleh sang Nenek. Orangtuanya bekerja hingga sang anak ditinggalkan begitu saja. shuhua bukan anak yang manja sehingga dia tidak harus 24 jam diperhatikan. Malah, Shuhua lebih senang jika dia diabaikan, sehingga bebas mengekspresikan dirinya sendiri.
Jika ada seseorang yang mengawasi, pasti akan berakhir seperti ini;
“Shuhua, mainnya jangan jauh jauh dari penglihatan Nenek!”
“Shuhua, awas jangan kena panas.”
“Sini, Shuhua! Makan dulu!”
Padahal Shuhua ingin sekali bermain dengan bebas tanpa ada halangan apapun. “Neneeekkk! Main sinii!” teriak bocah yang sebentar lagi akan menginjak usia 6 tahun itu.
“Nenek di sini aja liatin kamunya. Kamu jangan jauh jauh dari pandangan Nenek ya.”
Shuhua mendengus kesal, membuat sang Nenek hanya bisa mengusap dadanya pelan. Memang anak ini begitu aktif hingga Neneknya kelelahan. Kakaknya sedang tidak dirumah; dibawa oleh kerabatnya yang di China hingga tidak ada teman bermain untuk Shuhua.
Ada anak tetangganya, tapi mereka juga sedang berpergian sehingga tidak bisa bermain bersama dengannya.
“Shuhua.”
“Manggilnya Cici, Nenek,” ucap Shuhua protes.
“Iya, Cici. Sini kamu, mandi dulu yuk.”
“Mau main.”
“Rara katanya mau pulang, emang gak mau main sama Rara? Nanti ketemu sama Galaxy.”
Matanya langsung berbinar, Galaxy atau kakak dari sahabatnya itu membuat Shuhua selalu berbinar dengan pipi semerah tomat, dia sangat menyukai pria itu. “Nanti Nene kantar?”
“Iya, nanti Nene kantar kamu ke sana.”
Shuhua bertepuk tangan, dia merentangkan tangan dan membiarkan sang Nenek menggendongnya ke kamar mandi. dimandikan di sana dengan tenang, memang inilah satu satunya cara agar Shuhua menurut, dengan kalimat, “Nanti kalau gak mandi, Galaxy gak suka, soalnya kamu bau.”
Yang membuat Shuhua langsung memilih pakaiannya sendiri. “Mau pake yang ini, Nek.”
“Masa pake gaun ulang tahun sih, Ci. Jangan dong, kan mau main bukan mau kondangan.”
“Ih, kan biar cantik.”
“Jangan, yang ini aja.” Sang Nenek mengambilkan pakaian yang lebih casual. Namun, wajah cucunya lebih dulu berkaca kaca. Apa boleh buat, anak keturunan China Indonesia itu tidak pernah bisa mengalah jika berhubungan dengan Galaxy.
“Mau baju ini.”
“Yaudah dah, oke pake baju ini.”
Dimana matanya yang berkaca kaca langsung tersenyum seketika. Shuhua bahkan memilih sendiri aksesoris yang akan dia pakai. “Ini, ini, ini.”
“Ci, kamu kayak tukang dagang aksesoris, masa pake baju beginian.”
“Kan biar cantik, Nek. Nanti Abang suka.”
“Kamu diajarin siapa sih suka suka kayak itu?”
“Mamih, Mamih bilang nikah sama Papih karena suka. Cici juga mau nikah sama Bang Al, jadi suka sama dia.”
Selalu saja ada jawaban dari mulut anak mungil itu, dia cerewed, dan juga pantang menyerah. Jika diibaratkan, Shuhua adalah sebuah matahari yang menyinari sekitarnya dengan canda tawa dan tingkah lucunya.
Sementara di sisi lain, keluarga Linggawijaya yang terdiri dari Kris, Akila, Galaxy dan juga Aurora baru saja pulang dari sebuah taman bermain setelah ke Bandung. Anak anak berada di belakang, dengan Galaxy yang berumur 7 tahun sedang terlelap. Sementara Aurora bangun dan memainkan mainannya.
“Paaah, buka jendelanya ya,” pinta si Bungsu saat sudah semakin dekat dengan rumah.
Kris menuruti keinginan anaknya, hingga kemudian, “Ciciii! Rara pulang!” teriak Aurora yang membuat Galaxy terbangun.
Dia menoleh ke rumah tetangganyaa dimana seorang anak kecil yang memakai gaun keluar dari sana sambil berlari dan berteriak, “Bang Allll!”
Galaxy merengut kesal dan menatap Mamanya. “Kakak mau tidur, Ma. Gak mau diganggu ih.”
“Yaampun, biarin aja, lagian dia mainnya mau sama Rara kok, bukan sama Kakak. Tenang aja.”
Namun pada kenyataannya saat mereka turun dari mobil dan Akila bertanya, “Cici mau main ya?”
“Mau ketemu Bang Al, Cici kangen,” ucapnya menatap seorang anak laki laki yang cemberut.
Galaxy menggeleng. “Enggak, Abangnya mau bobo. Mainnya sama Rara aja,” ucapnya kemudian melangkah lebih dulu meninggalkan Shuhua yang sudah memakai gaun.
“Cici mainnya sama Rara dulu ya,” ucap Akila merasa kasihan.
“Iya, tapi di depan kamarnya Abang ya, Mama.”
Anak ini memang tahan banting.
*****
Bahkan saking tidak mau mundur untuk mendapatkaan perhatian Galaxy, Shuhua yang berumur 6 tahun pernah menunggu di beranda rumah. Biasanya di sore hari, dia akan melihat Galaxy bermain layangan. Dan akhirnya dia melihat sosok itu menaiki sepeda dengan layangan di belakang punggungnya menuju ke lapangan kompleks.
Shuhua tertawa dan mengambil sepeda kecilnya.
“Suhu mau kemana?!” tanya sang Mamih yang melihatnya.
“Jalan jalan bentar.”
“Jangan ngintilin Galaxy.”
“Nggak!”
Namun pada kenyataanya, itulah yang dilakukan Shuhua. Dia duduk di pinggir lapangan dan melihat Galaxy sedang bermain layangan dengan teman temannya.
Saat Galaxy tertawa, Shuhua ikut tertawa sambil bertepuk tangan.
Sampai hujan tiba tiba datang, Shuhua takut apalagi saat melihat anak anak lain mulai pada bubar. Ketika hendak menaiki sepedanya, tiba tiba rantainya putus hingga Shuhua mulai panik.
“Aaaa… mamih!” matanya mulai berkaca kaca. Sudah tidak ada siapa siapa lagi di lapangan ini, Shuhua mulai ketakutan karenanya.
Sampai tiba tiba sebuah sepeda berhenti di depannya. “Ayok naik.”
“Hiks… dimana?”
“Di depan duduk di sini.”
Shuhua melakukannya, duduk di sana dan dibawa pergi dari lapangan. Cuaca mulai memburuk.
“Makanya kalau mau main itu sama Koko kamu, biar gak gini. Nanti nangis.”
Namun Shuhua malah tertawa dan menggoyangkan kakinya. Bersama dengan Galaxy, guntur seolah melody indah. “Makasih, Abang.”
*****
Bagaimana keduanya mulai dekat setelah Galaxy seringkali mendorong Shuhua untuk menjauh karena kesal dengannya? Jawabannya di suatu hari saat umur Galaxy 10 tahun yang saat itu dia juga menginjak kelas 6 SD; mengingat dia mendapatkan kelas akselerasi.
Saat itu, Galaxy berada di rumah sendirian mengingat dia tidak ikut saat diajak Papahnya ke Jepang bersama Mama dan juga adiknya. Alasannya karena Galaxy kebetulan ujian saat itu, dia juga tidak ingin diganggu karena sedang suka di kelas kimia.
Hingga akhirnya dia baru merasa kesepian. Galaxy yang berada balkon kamarnya itu melihat ke rumah tetangganya, terlihat sepi di sana. mengingat keluarga itu juga sedang berpergian. Galaxy merasa kesepian sampai akhirnya dia memilih masuk dan terlelap.
Namun beberapa menit berlalu, Galaxy tidak kunjung terlelap hingga dia mendengar suara ketukan pintu.
“Masuk aja,” ucapnya langsung bangun. Kemudian masuk seorang perempuan muda yang tidak lain adalah Mamihnya Shuhua. “Hallo, Tante.”
“Hallo anak ganteng? Dari tadi sendirian ya di sini? Gak less?”
“Gurunya sakit, jadi gak bisa less.”
“Uhh, sayang banget ya. Sekarang makan malamnya sama Tante yuk, ada Cici, ada Koko juga. Galaxy bisa mainnya sama koko. Yuk.”
Galaxy menurut saja, dia melangkah mengikuti perempuan muda itu ke rumahnya.
“Abaaanggg!” teriak Shuhua saat dirinya masuk ke dalam rumah.
Galaxy hanya bisa merengut kesal
“Udah biarin aja Shuhua mah, sana main ps sama Koko.”
Galaxy mengabaikan Shuhua yang sedang melompat lompat di atas sofa, dirinya mendekati sosok anak laki laki yang umurnya 3 tahun lebih tua. “Ko, mau main juga,” ucapnya membuat sosok itu memberikan stick yang lain.
Keduanya bermain dengan riang, sesekali tertawa. Dan Shuhua hanya bisa melihat dari samping saja.
Sampai akhirnya Winwin; nama kokonya Shuhua, mengajak Galaxy ke kaamarnya untuk bermain robot. Keduanya pun pergi meninggalkan Shuhua yang saat itu berumur tujuh tahun.
“Mau ikut.”
“Cici di sini aja, kan masak sama Mamih,” ucap kokonya membuat si anak perempuan hanya bisa mengerucutkan bibirnya karena itu.
Namun Shuhua mengeyel, dia mengikuti kedua anak laki laki itu secara diam diam. Saking ingin tau apa yang mereka lakukan, Shuhua memilih menunggu di luar pintu sambil memainkan mainan tantara miliknya. Hingga dia mendenga suara keributan dari dalam sana. shuhua membuka pintu dan melihat kokonya juga Galaxy sedang bertengkar.
Refleks, Shuhua mendorong Winwin hingga terjungkal ke Kasur dan membela Galaxy. “Koko jangan jahat sama Abang,” ucapnya dengan tangan merentang melindungi Galaxy di belakangnya.
Saat itulah kedua orangtua Shuhua naik dan mendapati anak laki laki mereka bertengkar dengan anak tetangganya.
“Yaampun, kalian gak papa?”
“Mana yang sakit?”
Sementara Galaxy terpaku pada sosok yang membelanya, bahkan adiknya sendiri tidak pernah melakukannya.
“Cici baik, jadi adik abang ya?” ucap Galaxy secara tiba tiba membuat Shuhua membalikan badannya.
Karena seingat Shuhua kalau adik itu selalu dimanja, diberikan apapun, sering dipeluk dan ditemani kemana mana seperti Galaxy pada Aurora, jadi dirinya mengangguk saja.
“Oke, Cici jadi adik abang.”
Kemudian tangan Galaxy tiba tiba merentang membuat Shuhua memeluknya dengan erat.
“Yeayyy! Jadi adiknya abang!”