"Kek orang bego gak sih? Orang gue aj gak bisa jawab, lo pede banget sebut nama hahaha .... "
"Udah! Malu gue malu!"
"Untung gak ada sesi tes DNA, Bin, kalo ada pasti lo langsung dibawa ke Polres."
"Kenapa jadi Polres?"
"Penculikan anak lah!"
"Ngawur ...!"
"Becanda, Bin."
Binar dan Arjuna tengah membercadai perihal aksi gadis itu seolah akan menyelesaikan permasalah Juna bersama suster tadi, tapi sayangnya ia lama untuk menyadari jika demikian ia harus menduduki posisi sebagai ibu Ryu. Beruntung tak ada efek pengakuan sepihak itu lebih lanjut, hanya untuk formalitas saja tampaknya.
Umur Ryu sudah memasuki bulan ke tiga, sudah mulai bisa diajak bercanda dan berbicara. Meski hanya Ryu balas dengan gumaman Binar tetap senang kala bayi itu menatap dan fokus hanya pada dirinya. Terlihat bukan hanya Binar yang mengabaikan Arjuna kala bersama Ryu, bayi lucu itu juga tak segan-segan mengabaikan ayahnya jika tengah bersama Binar.
Lucunya walau sering bertemu Binar belum secara pasti menyematkan panggilan untuk dirinya sendiri kepada Ryu, kadang hari ini bisa ia bilang kakak, esoknya mbak, atau bahkan tante. Kendati demikian Ryu tetap tampak sangat menyukai kehadiran Binar ketimbang Aruna, mungkin karena Tante Una tidak se-menyenangkan Kakak Binar.
"Mau makan apa, Bin, biar gue gofood-in," ucap Arjuna selepas melirik jam dinding, sudah waktunya makan siang.
"Yang gampang aja, ayam geprek." Binar menjawab masih sambil bercengkerama dengan Ryu, tidak menoleh pada Arjuna sama sekali.
Arjuna tersenyum, ia hapal sekali tempatnya akan tergeser kalau dua orang itu tengah berduaan.
Hubungannya dengan Ryu juga membaik, tidak seperti kali pertama ia melihat bayi itu dalam dekapan Gladis, ibu Juna. Namun, terhitung Ryu lebih sering diajak berbicara oleh Binar, sepertinya itu juga alasan mengapa Ryu menyukai Binar. Arjuna lebih sering mengurusi, membuatkan s**u, menemani tidur, memandikan, tapi jarang mengajak bicara.
"Eh kemarin ada promo Geprek Sa'i yang buka di deket komplek, pesen di sana wae," seru Binar memberi rekomendasikan.
"Jauh, cari yang dekat aja. Di deket sini juga ada Geprek Sa'i kok!" Arjuna bukan menolak usulan Binar, hanya saja kasian jika gadis itu menahan lapar lebih lama.
"Ayah kamu tuh, Ryu, suka sia-siain promo! Kan mubazir ya? Kamu nanti kalo besar jangan gitu!" adu Binar kepada Ryu sambil cemberut.
"Dih ngadu, lagian sama aja, Bin. Ongkirnya bakal lebih banyak kalo jauh, dibandingin beli di sebelah juga sama aja, jadi tetep gak ada promo."
Binar tak lagi menjawab, sibuk mengangkat tubuh Ryu untuk ia tengkurapkan.
"Ngapain, Bin?" tanya Arjuna.
"Baby tump."
Arjuna ikut mendekat, melihat lebih jelas bagaimana bayi mungil itu tertawa jenaka. Ryu belum bisa tengkurap sendiri, tapi kepalanya sudah tegak sebab sering kali Bu Sumi memberi waktu untuk tengkurap. Arjuna, Binar, dan Ryu sama-sama berada di kasur, dengan Ryu berada di tengah-tengah mereka.
Siapa sangka kedekatan keduanya malah terjalin sebab adanya Ryu, dulu mau berbicara saja harus mencari alasan terlebih dahulu. Sekarang malah Binar yang datang langsung untuk menemuinya, walaupun selalu berkaitan dengan Ryu. Arjuna tak kesah, yang penting Binar mau dekat dirinya.
Perihal Ryu sebenarnya hanya beberapa orang saja yang tau, seperti kelima teman satu kost-nya. Serta jangan lupakan Aruna dan Binar yang jadi saksi bisu kemunculan Ryu untuk pertama kali masuk ke kehidupan Arjuna.
"Bin, makasih ya," ujar Arjuna tiba-tiba, berhasil mengalihkan perhatian Binar yang sebelumnya tertuju pada Ryu.
"Buat?" Kening Binar berkerut tak paham.
"Buat semuanya. Buat lo yang mau bantu gue jaga dan nerima Ryu, buat lo yang mau sering ikut main sama Ryu. Buat lo yang tiba-tiba ngaku jadi mamanya Ryu juga deh hahahaha .... "
"Rese ...!" seru Binar melayangkan satu pukulan pada bahu Arjuna.
Arjuna merengsek lebih mendekatkan tubuhnya ke arah Binar, walaupun disisi lain ia harus mempersempit jangkauan Ryu diantara mereka.
"Lo tau ....? Gue tuh suka sama lo dari pertama kali kita ketemu tau, Bin .... " Arjuna tersenyum.
Binar terpaku, membalas tatapan Arjuna yang tepat menujuk maniknya. Dahulu pertemuan mereka memang lucu, sebab moli kucing Binar yang kabur dari kost karena belum terbiasa dengan suasana kostan baru Binar. Waktu itu yang Binar ingat ia sangat jutek, alhasil dikemudian hari ia begitu malu untuk berbicara dengan Arjuna. Masih merasa bersalah sebab telah berprasangka buruk.
"Tapi ... Dua tahun gue coba, nyatanya gue berhasil deket sama lo pas udah punya anak hahaha .... " Arjuna diam sejenak setelah terkekeh pelan, mengalihkan tatapannya kepada Ryu yang belum merasa terusik. "Gue takut kesempatan buat gue hilang setelah ada Ryu, itu juga yang bikin gue sulit nerima Ryu kemarin." Kembali Arjuna menatap manik mata Binar.
"Gak kok, Jun ... You have many opportunities before and after." Binar tersenyum, Arjuna pun.
Arjuna mendekatkan wajah mereka, menghipnotis Binar. Munafik jika Binar tak ingin juga, dua puluh tahun di hidup, untuk pertama kali ada sosok lelaki yang begitu pengertian memberinya ruang. Tak seperti yang lalu-lalu, yang cuma ingin memiliki Binar karena cantik dan pantas ditenteng-tenteng kemana-mana.
Akan tetapi Juna tidak, malah Binar yang lebih terkesan memanfaatkan lelaki itu kata orang. Binar tak mau ambil pusing, nyatanya dirinya tak seperti itu. Walaupun tak bisa ia pungkiri jika tiap malamnya Binar selalu berfikir untuk menjauhi Arjuna, menolak berangkat bersama, atau makan siang bersama. Sayangnya ia selalu rindu Ryu.
Jarak mereka makin terkikis, Binar bahkan telah menutup matanya menunggu afeksi dari Arjuna. Sebelumnya....
Plak!
"Oek ... Oek ... Oek ....!"
Segera mereka menjauh, beralih pada Ryu yang tak sengaja terhimpit tubuh keduanya. Binar dengan panik membantu bayi itu kembali berbaring, sudah terlalu lama. Takut Ryu kelelahan. Arjuna tertawa pelan, mengelus puncak kepala Ryu sambil berucap.
"Kamu ganggu Ayah mulu, gak ikhlas banget kalo Ayah berduaan sama ... Kak Binar." Lama Arjuna memilah sapaan yang tepat untuk ia sematkan bagi Binar.
"Gue selalu mikir kalo dia panggil gue kakak atau mbak, kesannya gue lebih muda dari pada elo," sela Binar yang kurang bisa menerima panggilan yang sebelumnya Arjuna beri.
"Terus? Mau dipanggil apa? Mama?"
"Apa sih, nanti lo bahas itu lagi!"
"Hahahahahaha ... Kagak kok!"
Binar bangkit berniat membuat s**u untuk Ryu. Setelah konsultasi tadi, dokter menyarankan agar mereka menerapkan Ryu tidur semalaman tanpa harus dibangunkan untuk minum s**u. Dengan kata lain asupannya diberikan saat pagi dan siang hari. Akan tetapi mereka harus menyewa sleep training terlebih dahulu, tidak bisa asal.
Hal itu disebabkan karena Bu Sumi kerap kali mengatakan jika Ryu kurang bisa nyenyak saat tidur. Arjuna juga merasakan sih, soalnya beberapa kali ia harus rela begadang menemani Ryu yang gelisah sepanjang malam.
"Udah jam empat, Bu Sumi belum ada ngasih kabar ya?" tanya Binar selesai membuat satu botol s**u formula untuk Ryu.
Arjuna yang semula berbaring di samping Ryu, mulai bangkit mencari ponsel yang tadi ia taruh sembarangan di sofa. Bersamaan dengan itu suara bel pintu apartemen berbunyi, membuat keduanya saling melempar tatapan.
"Gue cek dulu," kata Arjuna seolah paham maksud Binar.
Binar menunggu di kamar sembari memastikan Ryu minum s**u dengan baik, takutnya tersedak. Tak butuh waktu lama Arjuna kembali sambil menenteng keresek berisi tiga kotak makanan.
"Mas-mas gofood, nih makan dulu," jelas Arjuna tanpa Binar tanya ketika masuk kembali ke kamar.
"Di luar hujan ya?" tanya Binar yang sedikit mendengar suara riuh air berjatuhan. Kamar ini tidak ada jendela, berbeda dengan kamar sebelah.
"Iya hujan, Bu Sumi gak bisa balik. Lo mau nginep?" tanya Arjuna setelah kembali menaruh ponselnya.
"Maksudnya?"
"Bu Sumi gak bisa balik, gue juga gak mungkin nganterin lo ke kos terus balik sendiri bawa Ryu. Gak ada seat belt buat bayi. Jadi ... Lo mau nginep?"
####