Pukul tujuh pagi Arjuna telah berdandan rapi, bersiap pergi namun bukan untuk ke kampus. Hari ini ia bahkan tak ada kelas untuk dihadiri malah, tapi sengaja bangun pagi untuk mengantarkan Ryu periksa ke dokter. Pertama kali bagi bayi itu di Surabaya. Arjuna tak tahu sebelumnya apakah ibu dari anak itu membawanya cek up ke dokter atau tidak, yang pasti sebelum datang ke Surabaya Ryu sudah dibawa berkunjung ke dokter oleh Bunanya.
Karena Bu Sumi, pengasuh Ryu yang ia dapat dari PT tidak bisa menemani Arjuna ke dokter, lelaki itu akhirnya mengajak Binar. Sebenarnya mau mengajak Aruna, tapi kembarannya itu bilang ada kelas pagi, ia juga yang merekomendasikan agar Juna bertanya kepada Binar semalam. Jadilah pagi ini ia akan membawa Ryu bersama Binar.
Arjuna menaiki mobil miliknya, berjalan maju keluar gerbang kosan dan berhenti tepat di depan kosan Ken Dedes. Binar bilang cukup menunggu disini, nanti ia sendiri yang akan berjalan menghampiri. Arjuna tau gadis itu cukup pemalu untuk sekedar ditemui secara langsung ke dalam kosan, yang padahal semua penghuni juga tau jika Arjuna menyukai Binar.
"Udah lama nunggu?" tanya Binar sembari membuka pintu mobil.
"Baru juga nyampe," balas Arjuna tanpa mengalihkan pandangannya, fokus menjalankan mobil takut tergores sesuatu. Jalanan kosan mereka bisa dibilang cukup sempit untuk dilalui mobil sejenis milik Juna.
"Bu Sumi kenapa emangnya?" tanya Binar lagi. Entah mengapa setelah pagi buta dimana ia dan Binar berbincang sekilas, gadis ini mulai banyak berbicara pada Juna, berbeda sekali seperti dulu yang cenderung diam dan acuh.
"Mau pulang njenguk anaknya, kan udah lama dia nginep di apartemen," balas Arjuna seadanya.
"Lo gak pernah negokin Ryu ya? Kok sampe Bu Sumi gak pernah pulang sih?" tanya Binar melempar tatapan penuh selidik ke arah Arjuna.
Arjuna tersenyum tipis, nampaknya Ryu lebih menarik ketimbang dirinya bagi Binar. "Gue sibuk, harus bolak-balik kampus mulu."
"Lah kemarin gue liat lo lagi nongkrong tuh di warung depan gedung teknik, gitu yang namanya sibuk?" seloroh Binar dengan nada mengejek.
"Itu mah gue lagi makan, abis itu gue balik lagi ke sekre, rapat." Sebelumnya banyak yang tak tahu jika Arjuna merupakan anggota BEM kampus, mungkin karena kelakuan pecicilannya banyak mahasiswa yang meremehkan pria ini.
"Yang bener??"
"Lo sekarang bawel banget ya, Bin? Cocok deh jadi mamanya Ryu," canda Arjuna sambil terkekeh pelan.
Binar yang mendengar itu langsung terdiam, merasa jika dirinya salah langkah membuka percakapannya kali ini dengan Arjuna.
"Lah kok diem? Ngomong lagi dong, gue suka kalo lo omelin."
"Gak mau ah, nanti gue dikata bawel lagi!"
"Gak apa-apa bawel, asal sama gue aja bawelnya. Gue suka."
Binar memalingkan wajahnya, menutupi rona merah yang mulai menyeruak menghiasi pipi bulatnya dari Arjuna yang masih tertawa jahil. Tak tahu sejak kapan mereka bisa sedekat ini, mungkin sejak Binar sering berkunjung ke apartemen baru milik Arjuna untuk sekedar melihat kondisi Ryu. Arjuna tak tahu pasti, semuanya mengalir begitu saja.
Arjuna masih tinggal di kos Pandawa bersama yang lain kok, hanya saja beberapa kali ia akan menginap di apartemen saat Bu Sumi ingin pulang ke rumah. Sungguh beruntung Juna bertemu dengan perempuan paruh baya itu, karena selain cekatan mengurusi Ryu, ia juga nampak sangat menyayangi bayi itu layaknya cucunya sendiri.
Berdasarkan obrolannya bersama Bu Sumi kala ia menguji Ryu, Bu Sumi memiliki dua orang anak perempuan yang kini juga tengah berkuliah, jarak umur mereka hanya terpaut satu tahun. Bu Sumi bekerja, sedangkan suaminya tengah sakit stroke di rumah sana, beruntung sekali kedua anaknya mendapatkan beasiswa. Jadi Bu Sumi tak perlu bekerja begitu keras demi membayar biaya pendidikan anaknya.
Arjuna sendiri akan setiap hari datang mengunjungi Ryu, walaupun sesekali ia jenuh dan memutuskan untuk langsung kembali ke kosan, melupakan bayi mungil itu dengan pergi ke My Way. Namun, sebab mungkin jiwa kebapakannya mulai muncul semenjak kedatangan Ryu ke dalam hidupnya, Arjuna akan sangat merasa bersalah esok hari. Barulah ia akan menginap dan menghabiskan malamnya dengan mengurusi Ryu sendirian.
Skill Arjuna merawat bayi memang tak usah diragukan lagi, semua orang termasuk keluarganya tak tahu dari mana bakat itu ia peroleh. Padahal seharusnya mereka tahu, sebab Arjuna lah yang paling sering membawa anak-anak bayi tetangga untuk ia ajak pulang ke rumah. Dari dulu Arjuna ingin sekali memiliki seorang adik, karena ia merasa sebagai anak bungsu sangat melelahkan. Harus membantu Buna, dan ketiga kakaknya, seta jangan lupakan juga Ayah yang selalu memberinya tugas.
Dulu Arjuna ingin sekali merasakan bagaimana rasanya menyuruh adik ke warung depan untuk membelikan dirinya jajan, atau sekedar menyuruh mengambilkan minum di lantai bawah. Sayangnya Buna dan Ayah memutuskan untuk berhenti di dirinya, jadilah keinginannya itu tak bisa ia wujudkan.
"Itu Ryu sama Bu Sumi gak sih?" tanya Binar membuyarkan lamunan Arjuna ke masa lalu.
"Iya, mungkin biar cepet aja kali makanya nunggu di situ," papar Arjuna yang juga melihat atensi Bu Sumi sedang berdiri di pinggir pintu lobi apartemen.
Arjuna bergegas mengarahkan mobilnya ke dekat sana, mematikan mesin mobil dan menghampiri Bu Sumi diikuti oleh Binar dibelakang.
"Bu Sumi, ngapain disini? Kenapa gak nunggu di dalem aja?" tanya Arjuna setelah sampai tepat di depan pengasuh Ryu.
"Wong saya tuh dari tadi udah nunggu, katanya udah berangkat, tapi kok lama tenan. Jadi saya pindah ke sini, takutnya Mas Juna telat," jelas Bu Sumi sembari menyerahkan Ryu kepada Binar.
"Oh gitu .... "
"Yowes kalo gitu saya pulang dulu, nanti tak kabarin kalo saya mau balik atau nginep ya?" sambung Bu Sumi mulai mengambil tas jinjing berisi baju-baju miliknya.
"Bu Sumi, kan aku udah bilang laundry aja, kenapa masih bawa pulang baju mulu sih?" Arjuna menahan kepergian Bu Sumi setelah tak sengaja melihat isi tas yang ia bawa.
"Ndak usah, Mas, saya itu ada mesin cuci di rumah. Kan Ibu Mas yang beliin, sayang kalo gak dipake."
Arjuna mengembuskan nafas pasrah, melepaskan kepergian Bu Sumi. "Ati-ati, Bu."
"Iya, Mas. Ibu pulang dulu ngeh, Mas, Mbak."
Arjuna menatap kepergian Bu Sumi hingga tubuh kecilnya hilang dibawa angkot, baru ia beralih kepada Binar yang tengah bercengkrama dengan Ryu. Arjuna berusaha menegur dengan memanggil nama Binar, tapi gadis itu masih tk menoleh. Sudah ia bilang Ryu lebih menarik ketimbang dirinya bagi Binar, hadi tak heran jika gadis itu banyak mengabaikan Arjuna ketika ada Ryu di dekat mereka.
"Ayo, Bin, telat nanti kita."
"Oh! Iya!" Baru Binar sadar kala tangan Arjuna menarik tubuhnya menuju mobil kembali.
Arjuna membukakan pintu untuk Binar, membantu gadis itu masuk ke dalam mobil terlebih dahulu sebelum dirinya. Jarak rumah sakit yang mereka tuju tidak terlalu jauh dari apartemen, dokter itu adalah rekomendasi dari Buna yang katanya sudah memilah-milah dokter di Surabaya yang tepat untuk cucunya. Arjuna sih tak banyak protes, toh ia hanya perlu membuat reservasi lantas mengantarkan Ryu saja.
Anggapan yang sangat jauh dari kenyataan yang ia dapatkan kala berhadapan langsung dengan seorang suster, Arjuna bolak-balik menggaruk kepalanya yang tak gatal karena suster tersebut menanyakan nama ibu Ryu. Tentu saja Arjuna tak tahu, Ayahnya saja berkali-kali menolak memberitahu dirinya perihal identitas ibu kandung Ryu.
Diluar prediksinya ternyata nama ibu juga sangat penting saat pemeriksaan rutin seperti ini, katanya sih untuk mengalokasikan beberapa keterangan. Arjuna tak paham. Jadilah ia meminta Binar untuk berbicara dengan suster tersebut mengantikan dirinya.
"Kita cuma nanya nama mbaknya doang kok, itu kenapa suaminya malah kayak kebingungan?" ucap suster tersebut menujuk ke arah Arjuna.
"Oh gitu, dia emang agak-agak kurang fokus semenjak punya anak, Sus, biarin aja."
"Oh ... Jadi nama, Mbak, siapa?"
"Binara Sarah Azhari."
"Okey, jadi nama anaknya Aksara Adinata Nugraha, dan nama ibunya Binara Sarah Azhari."
"Hah???"
Pantas saja Arjuna kebingungan.
####