Chapter 12

1081 Kata
Untuk pertama kalinya setelah belasan tahun, akhirnya Rena punya teman yang nyata bukan para roh yang hanya dia sendiri melihatnya. Memang awalnya sedikit aneh memiliki teman ketika kamu sudah sangat lama menjadi manusia yang seperti tidak pernah ada dibumi. Terkucilkan. Baru beberapa jam lalu Rena bersedia menjadi teman Arham sosok cowok yang selama ini selalu merecokinya. Sekarang dia belajar untuk persiapan ujian besok sedangkan Vino duduk nangkring seperti kutilang diatas meja kecil yang ada didekat jendela memperhatikan Rena. "Kamu tersenyum?" tanya Vino tiba-tiba. Rena tidak menjawab dan Vino kembali bersuara, "Seneng banget ya punya temen?" katanya lagi.  Rena meletakan pulpen diatas buku lalu memutar kursinya menghadap Vino dan mengangguk. "Tapi aku juga cemas Arham nanti bernasib sama seperti orang-orang terdekatku. Bagaimana kalau para roh yang nakal mengganggu Arham?" Vino melengkungkan bibirnya kebawah lalu mengedikkan bahu, "Bukannya kamu pernah bilang kalau para roh itu tidak ada yang bisa nyentuh kamu sama sekali jadi kupikir itu berlaku sama Arham?" katanya. "Kamu benar juga. Meski mereka gak bisa nyentuh aku dia bisa gangguin loh." Kata Rena merasa ragu. "Misal?" sahut Vino. "Ya kayak kamu pernah megang pulpen itu. Roh kan gak bisa nyentuh benda hidup." jawab Rena. Vino tersenyum tipis, andai saja Rena tau jika setiap malam saat Rena tidur ia bisa menyentuh Rena bahkan mengusap betapa lembut nya wajah gadis itu. Apa mungkin jika Rena tau ia akan dilempar dengan sandal jepit? Rena berdiri berjalan menghampiri Vino kemudian membuka korden disamping lelaki itu untuk melihat indahnya langit malam tapi ternyata malam ini tidak ada bintang ataupun bulan karena sedang gerimis. Kembali Rena menutup kordennya lalu menatap Vino sambil bersandar didinding. "Aku janji habis ujian nanti aku bakal bantu kamu." Ucap Rena. "Kapanpun kamu siap. Oh ya jadi gak tukang marah lagi nih?" Goda Vino. Rena terkekeh pelan kemudian secara reflek tangannya menepuk pundak Vino. "Emang aku harus marah-marah biar darah tinggi terus? Ya enggaklah!" ucap Rena setelah dia bisa menyentuh Vino bukan menembusnya seperti kemarin.  Tapi didetik berikutnya Rena baru sadar dan dia langsung mundur menghindari Vino sembari menatap telapak tangan dan Vino secara bergantian. "Apa ini?" katanya bingung. Vino juga bingung kenapa Rena tiba-tiba bisa melakukan hal itu? "Aku bisa mukul kamu?" Rena berkedip mendekati Vino untuk mencoba sekali lagi apakah barusan cuman kebetulan atau tidak. Tangannya terulur menyentuh tepat dibagian da-da Vino sedangkan Vino tetap diam memastikan Rena benar-benar bisa melakukannya. "Aargghh..! Bisa!" Teriak Rena dan kembali mundur menjauhi Vino. Vino menyentuh bekas sentuhan Rena didepan dadanya masih dalam keadaan bingung. Vino bertatapan dengan Rena yang berjarak dua meter didepannya. "Kok bisa?" Rena menggeleng, "Mulai sekarang kamu gak boleh masuk kamarku lagi sekarang cepat keluar. Di rumahku masih banyak kamar kosong yang bisa kamu tempati." Rena menunjuk pintu menyuruh Vino keluar tapi bukannya keluar Vino malah mendekati Rena berusaha untuk memegang Rena tapi gadis itu menghindar. Senyum jahil memenuhi wajah Vino, lelaki itu tak mengidahkan Rena yang terus menghindarinya. "Kamu bilang aku ini arwah dan arwah gak bisa nyentuh kamu. Tapi sekarang kan bisa itu artinya aku boleh dong–!" Belum sempat Vino mengatakan kalimat selanjutnya Rena sudah melempar Vino dengan bantal atau apapun yang bisa digapai Rena. "Kenapa takut bukannya beberapa hari lalu kamu nantangin aku?" "Itu kan cuman lelucon gak beneran!. Cepat keluar sebelum aku menghajarmu!" Seru Rena. Bisa gawat kalau Vino tetap dikamarnya jika ia sudah bisa menyentuh Vino tanpa menembusnya seperti layaknya bayangan. Terlebih saat pertama kali bertemu Vino dan membawa Vino kerumahnya, Rena dengan santainya mengganti baju didepan lelaki itu dan saat ia berenang dikolam Vino juga mengatakan–– oke cukup Rena tidak mau membahas hal itu. Yang terpenting adalah bagaimana caranya dia membuat Vino agar tidak masuk kekamarnya lagi. Sekarang Vino sama halnya pria-pria yang ada diluar sana, bukan lagi arwah yang tidak bisa dipegang. Rena lebih takut lagi jika Vino melakukan tindakan diluar perkiraan Rena tanpa Rena sadari. "Aku bilang keluar sekarang! Gak ada bantahan cepat!" teriak Rena lagi. Vino berdecih pelan menyilangkan tangan didepan da-da, "Terus menurutmu apa aku harus nurutin kata-katamu?" tanya Vino balik. Rena mengangguk. Tapi Vino menggeleng, "Gak bisa gitu dong kan dari awal aku datang udah disini." Jawabnya keras kepala. "Ck! Sialan arwah jelek sepertimu ini. Mumpung aku bisa megang kamu boleh kali ya kasi pelajaran dikit." Rena menaikan lengan bajunya siap menghajar Vino dan Vino langsung mundur. "Oke aku ngalah. Cowok gak boleh mukul cewek." Setelah itu Vino keluar dari kamar Rena begitu saja. Rena menghembuskan nafas panjang sambil mengusap wajahnya hingga matanya tanpa sadar berhenti di salah satu jari-jari tangannya dimana sebuah cincin masih ada disana tidak mau lepas. Rena mencoba melepaskan lagi tapi tetap tidak bisa. "Sebentar-sebentar. Jangan-jangan ada hubungan nya aku bisa megang Vino dengan cincin ini?" gumam Rena tapi kenapa bisa Darin dan Sasa menemukan cincin seperti ini atau hanya imajinasi Rena saja? Mana mungkin sebuah cincin bisa menghubungkan dua dunia yang berbeda? _____ Vino hanya duduk disofa ruang tamu Rena yang cukup luas sembari memikirkan kenapa tiba-tiba Rena bisa melakukan tindakan seperti tadi namun kehadiran Sasa bocah hantu mengalihkan perhatian Vino. "Kenapa kamu diam saja. Ayo bermain denganku agar aku dan Darin punya teman satu lagi." Ucap Sasa. "Adik kecil boleh aku tanya sesuatu?" tanya Vino. Sasa langsung menggeleng. "Tidak mau!" katanya cepat. Alis Vino terangkat sebelah. "Kenapa?” Sasa tersenyum, " Karena aku lebih tua darimu jadi kamu tidak boleh memanggilku adik." Jawab Sasa. Vino tersenyum canggung sepertinya ada benarnya juga. "Jadi aku harus memanggilmu apa?" "Sasa" Vino menggaruk kepalanya yang tidak gatal tapi sudahlah, "Baiklah. Sasa apa kamu bisa jawab pertanyaanku?" tanya nya. "Tentu saja karena aku lebih tua darimu." Jawab Sasa membanggakan dirinya. "Apa Rena bisa megang kalian?" Sasa menggeleng, "Aku dan Darin sudah tinggal begitu lama disini bahkan sebelum rumah Rena dibangun tiga puluh tahun lalu. Tapi beberapa tahun lalu sejak Rena bisa melihat kami, kami tidak bisa bersentuhan dengan Rena. Dia manusia sedangkan kami hanya bayangan." Jawab Sasa sebelum Darin meneriaki namanya. "Kamu tidak ingin ikut bermain?" tanya Sasa sekali lagi namun Vino menjawab dengan gelengan kepala dan Sasa langsung berlari mencari Darin. Vino terdiam tidak tau berkata-kata lagi. Kemarin memang Rena bisa membalas saat Vino memegangnya itupun saat Rena tidak sadar dalam keadaan tidur. Tapi barusan jelas-jelas Rena tidak tidur dan dalam keadaan sadar dia bisa menyentuh nya. Sedikit aneh dengan perubahan yang tiba-tiba ini setelah bertahun-tahun kehidupan Rena sebagai anak yang bisa melihat apa yang tidak seharusnya bisa dilihat. Tapi bukannya bagus itu artinya Vino juga bisa menjahili Rena lebih sering lagi. Vino tersenyum geli semoga saja Rena tidak akan menghajar nya  ____ Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN