Arham berdiri di depan pintu gerbang sekolah menunggu kehadiran Rena. Beberapa murid lain yang sempat melewati Arham bertanya apa yang sedang lelaki itu lakukan, namun Arham hanya memberikan senyum ramahnya hingga pengendara motor scoopy yang ia tunggu datang juga.
Rena sempat melihat Arham tapi berusaha untuk tidak peduli. Arham berjalan mendekati Rena. Bukan ingin memberikan Rena bekal makanan seperti kemarin. Hari ini Arham hanya ingin mengatakan sesuatu yang ia tahan agar tidak di ucapkan secara terus terang pada Rena.
"Aku ingin bicara," Ucap Arham saat Rena baru turun dari motor.
"Jika itu mengenai para hantu lagi aku tidak mau," Jawab Rena angkuh sambil berjalan melewati Arham. Lelaki itu mencekal tangan Rena membawa Rena ke tempat yang lebih sepi.
"Ini yang terakhir kali aku meminta padamu. Aku hanya ingin meminta tolong, kali ini saja karena hanya kamu yang bisa melihatnya." ucap Arham sungguh sungguh. Kedua mata lelaki itu pun tidak terlihat seperti biasanya, sekarang terlihat seperti ada rasa takut di dalamnya.
Alis Rena terangkat sebelah, "Minta tolong? Mengenai apa?" katanya.
"Aku ingin melihat apa yang tidak aku lihat. Mungkin kamu bisa membantu." Ucap Arham.
Rena menghela nafas panjang menatap Arham, "Arham, aku sangat sangat minta maaf. Bukan aku tidak ingin membantumu tapi sungguh berada di posisiku saat ini sangatlah tidak nyaman. Aku hanya berusaha agar kehidupan damaimu tetap terjaga, jangan pernah berusaha ingin melihat apa yang tidak seharusnya di lihat oleh mata manusia normal." Kata Rena berusaha membuat Arham paham akan tujuannya agar lelaki itu tidak ikut terseret ke dunia yang ia lihat.
"Rena aku hanya–"
"Arham aku minta maaf." Rena menunduk sedikit kemudian pergi dari hadapan Arham, lelaki itu hanya memandang kepergian Rena dengan wajah pasrah.
"Kenapa kamu tidak mau membantunya?" Tanya Vino sambil berjalan bersisihan dengan Rena. Rena tak menjawab dan lebih memilih bungkam. Perasaan nya selalu tidak nyaman setiap kali ada orang minta bantuan namun Rena tidak bisa melakukan apapun.
Bel sekolah berbunyi dengan nyaring dan semua anak mulai berjalan masuk ke kelas masing-masing. Anak sekolah akan ujian semester minggu depan dan beberapa praktek ujian kelas harian. Jadwal Rena sebagai pelajar sangat padat beberapa hari ini.
Semua anak sma saat ini mengikuti pelajaran dengan tenang, tak ada yang berani mengganggu Rena seperti tempo hari atau Vino akan mengerjai anak-anak nakal itu lagi.
Saat jam istirahat, kantin begitu ramai hingga sulit mencari jalan untuk membeli makanan. Tapi berbeda saat Rena datang. Seperti pejabat tinggi macam presiden. Anak anak yang mulainya riuh saling berebut langsung diam begitu melihat Rena berjalan membelah mereka yang dengan suka rela memberi jalan untuk Rena membeli makanan.
Vino berdecak kagum dengan anak-anak sma jaman sekarang. Mereka melihat Rena seperti melihat hantu. Syok dan tak tau berkata kata. Untungnya mereka tidak langsung bubar seperti orang yang benar-benar ketakutan melihat hantu.
Kursi berderit tepat di depan Rena. Biasanya tidak ada yang berani mendekati Rena, Jangankan mendekat, Lihat saja mereka langsung minggir.
"Kenapa sendirian?" Tanya Arham. Rena memejamkan mata, menghela nafas sejenak sebelum menatap Arham yang seperti biasanya seakan kejadian tadi pagi tidak pernah terjadi.
"Mereka terlalu rebut." Jawab Rena. Arham mengangguk paham.
"Maaf untuk yang tadi. Aku tidak bermaksud untuk membebanimu." Ucap Arham tulus sambil tersenyum ramah pada Rena. Jika Rena adalah anak gadis normal mungkin akan langsung jatuh cinta pada senyuman Arham, tapi dia adalah tipe cewek yang tidak mudah jatuh cinta, melihat Arham tersenyum seperti itu justru terlihat biasa di mata Rena.
Rena mengedikkan bahu, "Tidak masalah. Jika kamu butuh bantuanku lain kali aku akan membantu tapi jika mengenai arwah aku sangat minta maaf, aku tidak bias." Kata Rena menekankan.
Arham menghela nafas sejenak, "Aku paham dan aku tidak akan melakukannya lagi." Katanya lalu memakan pesanan yang dia bawa dari salah satu stand ibu kantin. Rena ikut tersenyum sembari memakan makanannya juga.
"Oh ya Terima kasih atas makanan yang kamu berikan memarin." ucap Rena.
Arham tersenyum, "Sama sama. Jadi apa kita berteman sekarang?" Arham menatap Rena lagi. Rena mengangkat wajah untuk melihat Arham.
"Bukannya kita memang berteman? Kita kan satu sekolah?"
Sudut bibir Arham terangkat sebelah, "Bukan teman sekolah seperti yang kamu maksud. Tapi benar-benar teman yang seorang teman di sekolah atau di luar sekolah. Sejak aku mengenalmu kamu selalu menolak menerima tawaran pertemananku bahkan kamu adalah satu satunya orang yang membentakku di sekolah ini." ucap Arham dengan begitu santai dan tenang.
Rena meringis menyadari betapa kejamnya dirinya lewat perkataan Arham barusan. Tapi jujur yang di bentak Rena kala itu bukan Arham melainkan sosok pria tak jelas di sampingnya ini. Rena menghela nafas rendah, dia lupa jika Vino selalu mengikutinya terus.
Dan lagi jika Arham menjadi temannya jangan sampai para arwah ikut mengganggu Arham. Rena sangat ingin memiliki teman tapi Rena tidak ingin membawa mereka ke dalam sebuah masalah yang sulit tuk di pecahkan.
Saat SD beberapa teman yang dekat dengan Rena berakhir dengan tragis kali ini Rena tidak mau mengulangi nya lagi. Senyum di bibir Rena memudar dan itu di tangkap oleh penglihatan Arham.
"Kamu keberatan menjadi temanku?"
Rena menggeleng, "Bukan begitu. Aku hanya takut orang yang dekat denganku akan berakhir tragis. Aku tidak mau hal itu terjadi padamu juga." ucap Rena merasa bersalah.
Lagi lagi Arham tersenyum ramah dia menyentuh tangan Rena yang ada di meja. Karena terkejut Rena langsung menarik tangannya dari Arham.
"Sebelum berteman denganku kamu harus berpikir dua kali karena dekat denganku sama halnya cari masalah." saran Rena mencoba memberikan pengertian untuk Arham.
"Itulah gunanya teman. Selama ini aku selalu melihatmu sendiri dan aku sangat ingin menjadi temanmu aku akan membantumu, percayalah aku tidak akan kenapa-napa seperti apa yang kamu khawatir ‘kan." Kata Arham meyakinkan.
Rena tersanjung dengan perkataan Arham. Bukan hanya wajah tampannya saja tapi lelaki ini sangat ramah, betapa bahagianya punya teman sepertinya.
"Terima sajalah daripada setiap hari kau selalu kesepian." Celetuk Vino seperti biasanya cuman kali ini dengan joroknya lelaki itu memasukkan satu jari ke hidungnya sambil memalingkan wajah.
'Dasar jorok!' Rena ingin memaki tapi hanya bisa tertahan di hati karena jangan sampai Arham salah paham lagi seolah Rena sedang mengejek nya. Padahal yang dituju Rena adalah Vino.
Rena meringis saat Arham masih menatapnya. Kedua bola mata Arham yang meneduhkan sekaligus gelap menenggelamkan seakan Rena dapat tersedot ke dalam tatapan lelaki itu.
"Apa kamu serius dengan ucapanmu?" Tanya Rena dengan ragu tapi Arham malah mengangguk pasti tanpa ragu.
Helaan nafas keluar dari bibir Rena, meskipun dari tadi ia mendengar bisikan kurang mengenakkan dari beberapa bangku yang di huni para anak remaja yang cemburu.
Memblokir pendengaran tentang perkataan tidak mengenakan yang keluar dari mulut mereka. Rena menatap Arham lagi.
"Kalau begitu let's be friend." ucap Rena pada akhirnya. Arham terlihat senang sedangkan Vino malah memutar bola matanya jengah.
"Dari tadi aja kek ngomong nya. Mikir mau temenan aja sampe setahun." Celetuk Vino. Rena melirik Vino kesal lalu Vino malah menjulurkan lidahnya seperti anak kecil.
Rasanya Rena ingin menjitak kepala Vino saat ini juga jika bisa.
____
Bersambung...