Bab 3 Kegelisahan Dylan

1663 Kata
Setelah tiba di rumah, Regan buru-buru mencari keberadaan Lian. Demi Tuhan ia sudah tidak sabar untuk mencecar sang adik dengan berbagai pertanyaan. Ini adalah masalah serius baginya, mungkin bagi Lian tidak, tapi bagi Regan dan Dylan ini adalah hal yang sangat penting. "Li! Ikut mas ayo!" Regan tiba-tiba saja menarik tangan Lian yang sedang menonton bersama Beby dan juga si kecil Diandra. "Mas egan apaan sih pulang-pulang belum mandi main narik-narik orang aja!" Seru Lian dengan nada kesal. "Kita perlu bicara berdua, ini penting." Tutur Regan. "Bicara apaan sih? Nggak bisa disini aja apa?" "Nggak bisa Li, ini masalah personal." "Ya udah ya udah, bikin bete aja malem-malem." Lian yang telanjur sebal pun akhirnya meninggalkan Regan duluan. "Sayang aku bicara sama Lian sebentar ya!" Ucap Regan pada Beby, sedangkan Diandra tampak tak mempedulikan sang ayah karena ia masih fokus mengerjakan kegiatan menggambarnya, Regan sampai gemas sendiri melihat sang putri yang tampak begitu cuek. "Okay, aku nemenin Diandra dulu." "Ya!" Regan pun lantas segera menyusul Lian yang sekarang sedang duduk bersantai didepan kolam renang. Cepat-cepat pria itu segera menghampiri adik sepupunya. "Ada apa sih? Penting banget ya?" Tanya Lian kembali. "Sangat penting sekali." "Apaan cepetan!" "Galak banget sih, tapi sama dr. Dylan mau-mau aja." Sindir Regan membuat Lian langsung menatap sang kakak dengan tatapan tajam. "Apa?" "Ya kan? Ada hubungan apa kamu sama dr. Dylan? Ngaku kamu cepetan!" Tuntut Regan dengan tatapan penuh intimidasi. "Hu-hubungan apa? I nggak pernah punya hubungan apapun sama sesorang disini mas." "Nggak usah ngelak, dr. Dylan udah cerita semuanya sama mas." "Emangnya dokter b******k itu cerita apa aja sama mas egan?" "Dia orang baik Li, semua hal yang terjadi pada kalian berdua itu bukan sepenuhnya salah dia. Waktu itu dia sedang terdesak, dia pengen banget ketemu kamu untuk minta maaf sekaligus berterimakasih. Bukan hanya itu, dia juga mau membicarakan tentang masa depan kalian berdua. Mas sangat setuju kalau kamu sama dia." Jelas Regan membuat Lian langsung menatapnya dengan tatapan kesal. "Apaan sih mas? Mas egan kenapa tiba-tiba main setuju-setuju gini? Masa depan yang kayak apa? Masa depan aku ya biar aku yang tentuin sendiri. Ngapain dokter gila itu mau ikut-ikutan ngatur masa depanku?" "Lian, lebih baik kalian berdua ketemu deh, tolong dengar baik-baik penjelasan dia. Dylan akan menjelaskan segalanya secara ilmiah. Tentang kegiatan yang kalian lakukan kemarin, tentang akibat yang akan terjadi kedepannya. Kamu pikir setelah kamu melakukan hal seperti itu sama pria lain maka semuanya akan selesai gitu aja?" "Aku aja nggak masalah kenapa malah dia yang jadi repot sendiri sih mas?" "Kamu ini ya... Dia kayak gitu itu karena dia adalah pria yang bertanggung jawab Lian! Dia bukan pria pengecut, dia bukan pria yang akan pergi begitu saja setelah mendapatkan sesuatu yang berharga dari kamu." "Terus kalau aku nggak mau gimana?" Sentak Lian. "Lian!" Regan mulai kesal. "I tuh udah nggak mau berhubungan sama dia, sama siapapun juga, kemarin itu I cuma bantuin dia, niat I cuma mau bantu dia doang mas udah gitu aja. I nggak tau tentang masa depan yang mas egan maksud, masa depan yang kayak apa lagi? Karir I udah bagus, dan akan sema-" "KALAU KAMU HAMIL GIMANA?" Bibir Lian tentu langsung mengatup saat mendengar kata-kata itu. Pikiran Lian langsung blank. Wanita itu langsung menatap Regan dengan tatapan tajam. "Nggak mungkin..." Ucap Lian dengan suara yang hampir tak terdengar. "Sangat mungkin. Kenapa enggak? Pede banget kamu bilang nggak mungkin. Makanya mas mau besok kamu ketemu sama dr. Dylan. Dia itu dokter Obgyn, dia akan menjelaskan semuanya sama kamu." "Meski hamilpun, aku nggak akan mau. Aku ini model, apa kata dunia kalau aku sampai hamil?" "Kamu bisa berhenti dan nikah sama Dylan." "BIG NO!" "Lian! Lian!" "Sial! b******k! Kalian berdua emang gila! Aku benci sama mas egan!" Setelah mengatakan hal itu, Lian pun segera berlari meninggalkan Regan yang terus memanggil namanya, namun sayangnya Lian sudah tak mempedulikannya. Wanita itu terus berlari menuju lantai atas. "Hhh... Anak itu, selalu keras kepala." Gumam Regan sembari mengusap wajahnya dengan kasar. "Re! Ada apa sih? Emang siapa yang hamil? Kasih tau mama Re!" Tuntut Diana yang tiba-tiba saja datang menghampiri Regan. "Okay, Regan akan jelasin semuanya ma. Mama juga harus tau masalah ini." Ucap Regan pada Diana. Sedangkan di kamar, Lian tampak bingung, panik sekaligus gelisah. Ia kini dirundung penyesalan yang teramat sangat, harusnya kemarin itu ia tidak menolong Dylan, harusnya ia pergi saja. Biasanyakan dirinya tidak pernah mau mengurusi orang lain. Tapi kenapa kemarin itu ia malah peduli begitu saja pada Dylan. Tidak mungkin kan seorang Lian tiba-tiba jatuh cinta pada dokter yang memang sangat tampan itu. Tapi tipe Lian kan orang bule, secara dirinya tinggal di Australia. Tapi kenapa sekarang ia malah tertarik dengan pria berwajah oriental seperti Dylan? "Enggak! Big no, nggak boleh." Lian terus berusaha meyakinkan dirinya supaya tidak berpikiran yang macam-macam. Lian yakin kehamilan yang Regan maksud tidak akan pernah terjadi kepadanya. Lagipula waktu itu Dylan membuangnya diluar. Pasti para pasukan spermatozoa itu tidak akan bisa masuk ke dalam rahimnya dan membuat huru hara. Jika memang itu terjadi maka Lian... "Ya ampun aku bisa gila, lalu karirku gimana? Mommy pasti akan bunuh aku. Tapi... Dia mana pernah peduli sama hidupku? Pasti dia cuma ber-oh ria ketika tau masalahku. Yang peduli sama aku cuma mama Diana, dan dia pasti nyuruh aku untuk nikah sama dokter gila itu. Aku nggak mau nikah, aku nggak mau terkekang, karirku bisa hancur lebur kalau aku emang beneran hamil." Keluh Lian sambil meremas perutnya. Oh Tuhan, bagaimana ini? Lian tidak mau hamil, sungguh ia tak mau perutnya membesar dan membuat tubuhnya terlihat seperti monster. Semoga saja mimpi buruk itu benar-benar tidak pernah terjadi padanya. Lian masih ingin berkarir dan mengembangkan karirnya. Apalagi setelah kembali ke Australia nanti segala macam pemotretan sudah menantinya. Lian tidak mungkin membatalkan tiga kontrak yang sudah ia tanda tangani. Apalagi dendanya tidak main-main jika Lian main membatalkan begitu saja. Lian akan segera kembali ke Australia secepatnya. Ia tidak mau bertemu dengan Dylan. Dylan cuma membesar-besarkan masalah. Padahal hal seperti ini sudah biasa baginya, mungkin biasa bagi orang seperti Lian yang punya pergaulan bebas. Tapi tidak bagi Dylan. Dylan sangat menjunjung tinggi adat ketimuran, Dylan pasti tidak akan pernah lari dari tanggung jawabnya kepada Lian. *** Jika Lian masih bisa santai, maka lain halnya dengan Dylan yang terlihat begitu stres dan tertekan. Bahkan untuk makan saja rasanya ogah-ogahan. Tapi Dylan harus tetap makan supaya ia tidak sampai sakit. Ini sudah hari yang ke lima setelah kejadian itu dan belum ada kabar sama sekali dari dr. Regan. Dylan benar-benar frustasi. Ia ingin segera bertemu dengan Lian dan membicarakan semuanya, memberikan kejelasan dan kepastian kepada wanita itu tentang masa depan mereka. Jika Lian yakin bila dirinya tidak akan hamil, maka lain halnya dengan Dylan yang yakin sekali jika kehamilan itu akan segera terjadi. Entah kenapa Dylan bisa seyakin itu, karena bisa saja Lian tidak subur, ada kelainan pada rahimnya atau masalah lain sehingga pembuahan itu tidak bisa terjadi. Tapi insting Dylan mengatakan jika sebentar lagi akan ada sesuatu yang terjadi. Dylan benar-benar khawatir jika Lian sampai bersikap ceroboh mengingat kelakuan wanita itu yang sangat petakilan. "Aku harus ke rumah dr. Regan sekarang, aku udah nggak bisa nunggu lebih lama lagi. dr. Regan nggak ada kepastian gini." Dylan pun segera bergegas mengambil jaket dan kunci mobil, pria itu segera berlari menuju garasi mobilnya, masuk ke dalam salah satu mobil Mercy-nya menuju rumah Regan. Selang beberapa menit, Dylan akhirnya sampai di rumah Regan. Jantungnya sudah berdebar tak karuan ketika melihat rumah megah yang beberapa kali ia kunjungi itu. Dylan yang seharusnya memanfaatkan waktunya untuk tidur dan istirahat tidak bisa melakukan hal itu sama sekali untuk beberapa hari. Dylan jadi jarang tidur karena kepikiran terus dengan Lian. Jika Lian masih bisa tidur nyenyak maka tidak untuk Dylan. Karena Dylan memang menganggap ini masalah serius, beda sekali dengan Lian yang terlihat begitu sangat santai dan tak pernah peduli dengan hubungan satu malamnya bersama Dylan. "Eh ada pak dokter, silahkan masuk pak!" Beruntung sekali ada satpam kali ini, apalagi satpam tersebut sudah hapal dengan Dylan sehingga langsung mempersilahkan Dylan masuk begitu saja ke dalam rumah. "Terimakasih." Ungkap Dylan dengan penuh ketulusan. Dylan pun segera memarkirkan mobilnya. Dan setelah itu iapun segera turun, tepat pada saat itu tiba-tiba saja mobil Regan datang dan membuat Dylan sedikit terkejut. Regan pun segera keluar dari mobilnya setelah memarkirkan mobil dalam garasi. Ia yang tadi sudah melihat kedatangan Dylan pun segera menghampiri juniornya itu. "Malam dok, maaf kalau saya datang kesini tanpa sepengetahuan dokter." Ungkap Dylan tak enak hati. "Nggak masalah. Santai aja. Saya juga minta maaf kalau saya belum sempat hubungi kamu. Jadwal saya padat sekali dua hari ini." Tutur Regan. "Ah ya dok, saya mengerti. Lalu bagaimana? Apakah saya boleh bertemu dengan Berlian? Saya benar-benar sudah tidak sabar ingin berbicara dengannya dok. Akhir-akhir ini perasaan saya sangat kacau balau, dan itu benar-benar membuat saya menjadi tidak fokus dalam bekerja." "Tapi operasi tetap lancar kan?" "Lancar dok, tidak ada masalah, seberat apapun masalah yang sedang saya hadapi, jika menyangkut tindakan operasi, pembedahan maupun penanganan secara normal, sebisa mungkin saya akan bekerja secara profesional. Saya tidak akan membawa masalah pribadi ke depan meja saya." "Syukurlah kalau begitu. Saya tau kamu adalah dokter yang sangat berkompeten dan profesional. Buktinya pasien kamu banyak sekali, kinerja kamu sungguh luar biasa ditambah dengan paras yang good looking." "Dok!" Dylan jadi malu sendiri dipuji berlebihan oleh Regan. "Ayo kita temui Lian dan bicara pelan-pelan dengannya. Adik saya itu gampang emosian, galak banget, tapi nggak tegaan. Sama kamu aja dia nggak tega kan?" "I-iya dok." "Dia itu tipenya yang kebarat-baratan, mantannya bule semua. Tapi anehnya dia rela lakuin hal itu sama kamu, saya yakin pasti ada sesuatu, misalnya tertarik sama kamu gitu." "A-apa?" Mendengar itu Dylan jadi gugup sendiri. Membayangkan wajah Lian yang sangat cantik ketika diranjang, membuat degub jantung Dylan semakin menggila. Lian memang sungguh cantik dan menawan. Jika wanita itu jadi hamil, maka anak yang akan ia lahirkan pasti akan sangat luar biasa. Apalagi bapaknya seperti dr. Dylan. Dylan bahkan sampai merona ketika membayangkan bayi-bayi mungil yang akan ia hasilkan nantinya. Sial!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN