Bab 2 Pulling Out Please?

1494 Kata
Esoknya, Dylan terbangun di pagi hari dengan tubuh yang remuk. Sial, ini jam berapa? Jam sembilan ia ada praktek, bagaimana mungkin ia bisa melalaikan tanggung jawabnya disaat seperti ini. Dylan pun buru-buru turun dari ranjang, namun saat melihat tubuhnya yang naked, Dylan langsung jatuh terduduk. Pikirannya langsung blank. Otaknya langsung buntu. Memorinya langsung memutar kejadian panas semalam bersama Lian. Astaga gadis, bukan lagi, dia sudah menjadi wanita sekarang. Wanita yang pernah ia lihat dirumah dr. Regan atasannya. Ya ampun, wanita itu siapanya dr. Regan? Bagaimana kalau dia adalah saudaranya? Bisa gawat kalau begini. Dylan pun langsung celingukan mencari sosok wanita yang ia cari, namun sepertinya tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Dylan lalu menemukan secarik memo, lalu iapun membacanya. 'Lupakan semuanya, anggap aja nggak pernah terjadi apapun diantara kita. Yang semalam itu aku cuma berniat untuk menolong aja. Nggak lebih.' Memo yang singkat dan tanpa nama. Oh Tuhan, bagaimana mungkin Dylan bisa menghadapi ini semua? Setelah ini hari-harinya pasti akan jauh lebih buruk. Dylan tentu saja tak akan pernah bisa melupakan malam panas yang telah terjadi kemarin. Bagaimana mungkin wanita itu menyuruh Dylan untuk melupakannya? Dylan bahkan tidak memakai pengaman apapun, astaga, dokter macam apa dirinya ini? Kemarin malam Dylan benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya. Dylan benar-benar dokalahkan oleh nafsu sialannya. "Kemarin aku Ejakulasi berapa kali? Sialan aku lupa." Dylan lantas mengusap wajahnya dengan frustasi. Ia teringat ketika Lian memperingatkannya supaya membuang spermanya diluar, Dylan memang melakukannya, namun sesi terakhir, ia tak mendengarkan ucapan Lian dan membuangnya didalam. Dylan bahkan langsung menindih tubuh Lian tanpa memberikan wanita itu kesempatan untuk bangun. Lalu bagaimana jika Lian sampai... "Bertanggung jawablah dan menjadi laki-laki sejati, meskipun wanita itu tidak meminta, tapi sekarang dia sudah menjadi tanggung jawabmu." Tutur Dylan pada dirinya sendiri. "Ejakulasi diluar itu bukan cara yang efektif untuk mencegah kehamilan, cairan s****a masih bisa keluar sebelum terjadinya ejakulasi, astaga aku bisa gila." Dylan kembali mengusap wajahnya dengan kasar. "Disaat seperti itu harusnya kamu menggunakan kewarasanmu bukan malah menggunakan batangmu. Sial, gimana nanti urusan sama dr. Regan, aku pasti dipecat kalau wanita itu benar-benar saudaranya." Keluh Dylan dengan perasaan cemas. Sekarang semuanya sudah terjadi, Dylan hanya mampu bertanggung jawab, menyesal boleh, tapi bertanggung jawab itu yang lebih penting. Dylan tidak mau dicap sebagai dokter b******k meskipun ia memang benar-benar sudah menjadi pria b******k sekarang. Tapi sumpah demi Tuhan, Dylan tidak pernah punya niatan sama sekali untuk merusak hidup Lian. Walau bagaimana pun juga Dylan akan mencari Lian dan bertanggung jawab atas semuanya. Dan semoga saja kehamilan yang Dylan cemaskan itu tidak pernah terjadi, jika sampai terjadi pun, Dylan akan bertanggung jawab sepenuhnya. *** Dylan menjadi sangat gelisah akhir-akhir ini, tak ada senyuman tulus seperti biasanya, yang ada hanya senyuman paksa yang tidak bermakna sama sekali. Setiap hari ia celingukan di rumah sakit untuk mencari keberadaan Lian. Siapa tahu Lian datang kesini, dan Dylan bisa mengajak wanita itu bicara empat mata. Dylan bahkan jarang bertemu dengan Regan, padahal ia ingin sekali bicara dengan orang itu. Dylan ingin menanyakan tentang Lian, namun Dylan juga bingung mau memulai dari mana jika berhadapan dengan Regan nantinya. Ini sudah tiga hari, dan ia belum juga bisa bertemu dengan Lian. Perasaannya sangat mengganjal, Dylan tak bisa fokus bekerja, pikirannya terlalu kacau balau. "dr. Dylan! Dok!" Sapa Regan pada Dylan yang tampak melamun. Kebetulan sekali, Dylan sedang mencari keberadaan Regan, dan kini Regan sedang menyapa dirinya secara langsung. "Dokter! Are you okay?" Seru Regan sekali lagi. "O-Okay." Dylan tampak gelagapan, namun dirinya langsung terkejut setengah mati ketika melihat siapa orang yang ada didepannya saat ini. "Ya ampun dok, dari kemarin saya cari-cari dokter, akhirnya sekarang ketemu juga." Ujar Dylan dengan penuh kelegaan. "Memangnya dr. Dylan ada apa mencari saya?" Tanya Regan penasaran. "Bisa kita bicara hanya berdua saja dok? Saya... Saya ada sesuatu yang sangat penting yang harus segera saya bicarakan dengan dokter." Jawab Dylan sedikit gugup. "Ada apa sih? Kok kayaknya penting banget." Regan benar-benar semakin curiga. "Dok tolong jangan disini." Pinta Dylan. "Baiklah, ayo kita cari tempat. Sepertinya ini urusan pribadi." Regan dan Dylan pun akhirnya memilih berbicara di taman rumah sakit yang agak sepi. Dylan benar-benar harus menceritakan segalanya kepada Regan saat ini juga karena sekarang adalah momen yang sangat pas. Dylan harus menjadi laki-laki gentle, karena laki-laki pengecut tak pernah ada dalam kamus hidupnya. "Ada apa?" Tanya Regan. "Malam itu... Saya pernah ke rumah dokter untuk menyerahkan berkas, tapi saya tidak masuk ke dalam rumah dokter dan-" "Dan Lian yang menerimanya kan? Kamu jangan khawatir berkasnya sudah sampai ke tangan saya kok." Sahut Regan dengan senyuman samar. "Lian?" "Iya, namanya Berlian. Dia adalah adik sepupu saya, sudah seperti adik kandung saya sendiri sih. Maaf kalau dia agak jutek, dia orangnya memang seperti itu. Dia tinggal di Australia dan kebetulan sedang liburan disini." Balas Regan. 'Astaga, mampus aku.' gumam Dylan dalam hati seraya menelan ludahnya susah payah. "dr. Regan, sebelumnya... Saya benar-benar minta maaf. Saya minta maaf yang sedalam-dalamnya kepada dokter." Ungkap Dylan dengan penuh penyesalan. "Minta maaf kenapa sih dok? Memangnya dokter salah apa sampai harus minta maaf kepada saya?" Tanya Regan dengan tatapan heran. "Tiga hari yang lalu, perawat bernama Fiona bersama empat perawat lainnya mengajak saya untuk makan malam disebuah restoran yang lokasinya tidak jauh dari rumah sakit. Fiona itu adalah salah satu perawat yang sering membantu saya untuk menangani operasi. Malam itu rasanya sangat aneh karena sikapnya tidak seperti biasanya. Dan benar saja ternyata dia sedang merencanakan sebuah jebakan untuk saya. Minuman yang saya minum ternyata sudah terkontaminasi dengan Viagra dengan dosis yang cukup tinggi. Saya yakin sekali jika orang yang memasukkan Viagra ke dalam minuman saya adalah Fiona. Selang lima belas menit, obat itu langsung bekerja dengan memberikan efek yang sangat luar biasa ke tubuh saya. Terutama bagian itu, dokter pasti sudah tahu sendiri kan?" "Ya saya paham. Pasti rasanya sangat tersiksa karena dulu saya juga pernah merasakannya. Tapi mungkin tidak seekstrim dokter." "Fiona memaksa saya untuk pergi, dia terus menarik tangan saya, tapi saya terus menolaknya. Sekeras apapun dia berusaha saya tidak akan pernah mau melakukan hal itu dengannya." "Lalu yang jadi masalah adalah?" "Lian datang." Dylan menatap Regan dengan tatapan takut-takut, namun ia tetap harus menyampaikan semua ini sampai tuntas. "Lian? Berlian?" Tanya Regan dengan tatapan tak percaya. "Dia datang disaat yang tepat, dia dengan sengaja menolong saya dengan mengaku sebagai pacar saya didepan Fiona. Lian pun langsung membawa saya keluar dari restoran. Namun ketika dia ingin meninggalkan saya, saya mencegahnya. Saya memohon padanya supaya dia mau menolong saya karena saya sudah tidak tahan lagi. Saya harus menuntaskannya saat itu juga dan satu-satunya wanita yang saya percayai hanyalah Lian. Dia awalnya menolak, tapi akhirnya dia bersedia menolong saya. Kami melakukannya di hotel dekat rumah sakit. Tapi paginya, Lian pergi begitu saja. Saya... Saya bukan laki-laki pengecut dok, makanya saya menceritakan semua ini kepada dokter supaya dokter tau. Saya memang b******k, saya akui itu, saya lebih mengedepankan nafsu ketimbang kewarasan saya." Mendengar itu Regan jadi merasa tersindir, ia langsung teringat akan peristiwa beberapa tahun yang lalu, dimana sang istri tengah mengandung benihnya. Bukannya bertanggung jawab tapi Regan malah ingin melenyapkan calon anaknya. Sifat Regan yang dulu sangat jauh berbeda dengan sifat Dylan yang sangat gentleman. Regan benar-benar merasa sangat malu sekaligus salut dengan Dylan yang mau berterus terang. Dari awal Regan memang sudah menduga jika Dylan adalah pria yang baik dan jujur. Dylan juga sangat bertanggung jawab dalam segala hal terutama profesinya. "Oleh sebab itu kenapa saya menceritakan ini semua kepada dokter, karena... Karena saya ingin bertanggung jawab. Saya tidak mungkin melupakan peristiwa itu begitu saja. Apalagi jika sampai terjadi sesuatu kepada Lian, yah... Meskipun saya tidak ingin jika hal itu sampai terjadi, namun jika memang terjadi sekalipun, maka saya sangat siap untuk mempertanggungjawabkan perbuatan saya." Imbuh Dylan dengan penuh kesungguhan, hal itupun membuat Regan merasa takjub. Ia memang marah awalnya, tapi setelah mendengar seluruh penuturan Dylan, rasa marah itupun langsung menguap begitu saja. "Jujur saya memang sangat menyayangkan sekali atas tindakan kalian berdua, terutama kamu. Tapi kembali lagi, kalian berdua sudah sama-sama dewasa, tentu kalian sudah tau sendiri resiko dan konsekuensinya. Saya sangat salut akan keberanian kamu untuk mengakui semuanya. Tidak mudah mengatakan hal seperti itu secara gamblang. Tapi kamu benar-benar pemberani dan penuh akan tanggung jawab. Saya pasti akan membantu kamu." "Benarkah dok?" Dylan menatap Regan dengan tatapan tak percaya. "Tentu saja. Lian adalah adik kesayangan saya, saya juga pasti tidak mau bila dia sampai mendapatkan masa depan yang buruk akibat peristiwa ini. Kamu benar-benar harus bertanggung jawab kepadanya." "Iya dok saya pasti akan melakukannya. Tapi... Apakah dokter tidak memecat saya?" "Pecat? Ya ampun mana mungkin, saya bahkan tidak kepikiran sampai situ. Kesalahan kamu memang fatal, tapi tenang saja, masih bisa saya tolelir kok." "Syukurlah, terimakasih banyak dok." Ungkap Dylan dengan penuh ketulusan. "Sama-sama. Nanti kita akan bicarakan masalah ini lagi, tunggu kabar dari saya ya!" "Baik dok." Angguk Dylan patuh. Kini perasaannya jauh lebih baik, rasanya sungguh lega meskipun belum lega sepenuhnya. Namun setidaknya Regan sudah tahu semuanya dan Regan pun bisa membantu Dylan tanpa harus memecatnya. Sungguh keberuntungan yang sangat luar biasa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN