Bab 4 Bertanggung Jawab

1098 Kata
Lian terkejut bukan main ketika melihat kedatangan Dylan. Dylan datang secara tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, apalagi Regan tak memberikan informasi apapun kepadanya. Lian sudah bilang tak ingin menemui Dylan, tapi kakak sepupunya itu rupanya tidak pernah mau mendengarkan keinginannya. "Mau kemana kamu?" Tanya Regan pada Lian yang sudah rapi dan berdandan cantik seperti biasanya. Dylan bahkan sampai meneguk ludah ketika melihat lipstik merah merona milik Lian yang sangat menggoda. "Mau keluar cari angin, minggir!" Lian menatap Regan dengan tatapan bar-bar seperti biasa, Regan sampai gemas sendiri karena sang adik begitu galak dan susah sekali dijinakkan. "Kita perlu bicara, kita bertiga." Tutur Regan dengan nada kesal. "Bicara apa lagi sih mas? Kan aku udah bilang kemarin kalau aku nggak mau ketemu sama dokter gila itu, kenapa sih mas nggak pernah mau dengerin omongan aku?" Dylan yang mendengar dan melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala, ternyata benar Lian itu sangat galak dan susah sekali diajak untuk bernegosiasi. "Mas mohon dengarkan Dylan dulu, setelah itu terserah kamu mau ngapain." "Aku nggak mau mas, nggak mau ya nggak mau, jangan maksa aku deh." "Saya mohon sebentar saja, beri saya waktu beberapa menit untuk bicara, setelah itu saya akan pergi." Pinta Dylan dengan penuh permohonan. Ditatap Dylan seintens itu, entah kenapa Lian jadi salting sendiri. Saat orangnya tidak ada Lian sok-sokan marah dan tidak mau bertemu, tapi ketika orangnya sudah ada dihadapannya Lian jadi gugup sendiri seperti orang gila. Astaga, jangan sampai ia jatuh begitu saja, tipe pria idamannya adalah pria bule bertubuh atletis, bukan pria cantik bertubuh atletis seperti Dylan. "O-Okay." Angguk Lian pada akhirnya, dan hal itupun memuat Regan dan Dylan merasa sangat lega. "Huh, giliran dr. Dylan yang minta aja, mau." Ledek Regan pada adik sepupunya itu, Lian pun lantas menatap Regan dengan tatapan membunuh. Lian memang lebih respek pada Dylan karena pembawaan Dylan yang lembut, bukan seperti Regan yang suka marah-marah tidak jelas. Lian memang galak dan keras, tapi jika digalaki pula, maka ia akan semakin meledak-ledak. Lian, Regan dan Dylan pun segera menuju roof top untuk bicara. Suasana malam ini sangat cerah karena banyak bintang bertaburan diatas langit. "Ayo dok mulai dok, nggak perlu sungkan untuk menceritakan segalanya. Anggap saya orangtuanya Lian, dan saya adalah walinya. Kita sama-sama sudah dewasa, dan saya bisa menjaga rahasia dengan sangat baik." Tutur Regan pada Dylan. "Iya dok." Dylan menoleh kearah Regan lalu tersenyum samar, setelah itu tatapannya pun kembali kepada Lian yang tengah duduk sembari menatapnya pula. "Sebelumnya Berlian, saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena sudah, karena sudah membuat kamu ternoda." Ungkap Dylan dengan penuh penyesalan. "It's okay, aku nggak apa-apa. Kan aku udah bilang kalau niat aku cuma nolong waktu itu. Lagian kamu waktu itu pulling out kan? Jadi nggak ada masalah kan?" "Jadi begini Lian, metode pulling out yang seperti kamu sebutkan itu bukan satu-satunya metode yang efektif untuk mencegah kehamilan, ketika dua orang berlawanan jenis berhubungan badan, cairan pra ejakulasi bisa selalu mengandung s****a meskipun itu sedikit. Jadi kemungkinan besar Kehamilan masih bisa terjadi dan peluangnya adalah tiga puluh persen, apalagi waktu itu saya tidak menggunakan pengaman sama sekali, jadi kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja terjadi." Lama Dylan menjelaskan secara panjang lebar pada Lian. Lian pun bukan orang bodoh dan ia paham apa yang sudah Dylan jelaskan padanya. Hal itupun membuat dirinya menjadi semakin was-was, tapi bukan Lian namanya jika tidak keras kepala. Lian tetap percaya jika dirinya tidak akan mungkin hamil. "Dengar sendiri kan apa yang udah dr. Dylan jelasin?" Tanya Regan pada Lian. "Hm." Balas Lian ogah-ogahan. "Jadi dr. Dylan maksud kamu adalah?" "Sebelum kehamilan itu terjadi, izinkan saya untuk melamar Berlian." Deg Mendengar itu, sontak Lian pun langsung menatap Dylan dengan tatapan tajam. "Tentu boleh, saya sangat setuju sekali. Langsung menikah saja, tidak perlu menunggu lama lagi." Ujar Regan dengan senyuman hangat, hal itupun membuat Lian semakin meradang. "Dasar dokter gila, seenaknya aja mau ngelamar aku, mau nikahin aku. Emangnya kamu siapa? Kita berdua itu nggak pernah kenal. Mas egan apaan sih main setuju-setuju aja? Aku nggak mau mas nikah sama dia. Aku nggak akan pernah mau nikah sama siapa-siapa. Lagian aku itu nggak hamil, dan nggak akan mungkin hamil. Aku masih mau berkarir, karir modelingku masih panjang mas. Lagian aku masih punya tiga kontrak, kalau aku main batalin gitu aja, aku bisa kena denda puluhan Milyar." Tutur Lian dengan penuh emosi. "Mas bisa bayarin denda kamu, kamu nggak usah takut." Seru Regan. "Mas! Aku bilang enggak ya enggak! Lagian aku nggak akan hamil, aku nggak mau hamil, aku nggak mau punya anak, aku nggak mau badanku jadi jelek gara-gara melahirkan." "LIAN!" Regan sudah habis kesabaran, melihat Lian yang meluap-luap membuatnya jadi ikut terpancing emosi. "dok sabar dok, jangan emosi. Emosi tidak bisa dihadapi dengan emosi." Ungkap Dylan pada Regan sembari memegang lengan pria itu. "Dasar dokter-dokter gila, aku nggak mau lihat muka kalian berdua lagi. Lebih baik besok aku pulang ke Sydney. Maunya liburan disini, disini malah dapat petaka." "Mas bilang itu bukan sepenuhnya salah Dylan. Salah kamu juga Lian!" "Ya emang salah aku, semuanya salah aku yang emang murahan banget. Aku salah karena udah nolongin dokter gila itu dari jebakan perawat maniaknya itu. Aku yang salah, semuanya emang salahku, puas? Aku mau pergi!" Setelah mengatakan hal itu, Lian pun segera pergi meninggalkan Regan dan juga Dylan. Lian pergi dengan penuh emosi yang rasanya ingin sekali ia luapkan dengan cara apapun. "Kita beri dia waktu dulu dok, saya tidak ingin membuatnya semakin emosi. Biarkan waktu yang akan membuatnya tenang dulu, baru setelah itu kita bicarakan lagi. Watak seperti itu tidak bisa dikasari, membujuknya harus dengan perhatian dan kelembutan." "Saya tidak bisa seperti kamu, saya dan Lian itu sama, sama-sama keras. Dan saya tidak bisa sesabar kamu dalam menghadapi orang seperti Lian. Mungkin kalian memang sudah berjodoh. Entahlah, semoga saja memang begitu. Karena saya lebih percaya sama kamu dari pada laki-laki manapun." Mendengar itu, Dylan jadi sedikit tersanjung. Tapi ia tidak ingin besar kepala dulu. "Intinya saya mau bertanggung jawab dok, saya tidak akan lari dari masalah ini. Meskipun dia tidak mau dinikahi tidak masalah, toh kehamilan itu juga belum terjadi." "Ya, saya tau kamu pria gentleman." "Kalau begitu saya pulang dulu! Selamat malam dok, maaf sudah mengganggu istirahat dokter." Pamit Dylan pada Regan. "Tidak masalah. Setidaknya sekarang kamu bisa merasa lebih plong kan?" "Iya dok." Angguk Dylan. "Ya sudah ayo saya antar!" "Baik dok." Regan pun segera mengantar Dylan sampai ke mobil. Dylan pun akhirnya pulang meninggalkan kediaman Regan. Dylan bahkan sampai heran dengan Lian, Lian itu bukan wanita sembarangan memang, apalagi dia adalah adik kesayangan dr. Regan. Disaat semua gadis ingin menjadi istri dari dr. Dylan, tetapi Berlian malah menolaknya mentah-mentah. Sungguh wanita yang langka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN