Nasib ... nasib! Kapan Sih Gue Bahagia?

1893 Kata
“Sayang gak sih kalau enggak ke pantai dulu?” tanya Wirda. Kamera yang ada di tangannya dia bersihkan dulu sebelum dimasukkan kedalam tempatnya. “Gue sih ayo aja, masa nyetir dari kota Garut ke sini aja mampu, lah dari sini ke pantai Cuma 8 menit masa gak sanggup.” Jemima memberi tanggapan dengan senyuman. Agak kesel juga sih, masalahnya, Fei alias Ferry Gustian editor yang baik hati dan tidak sombong itu lagi bucin-bucinnya sama salah satu cewek yang dia dapetin dari aplikasi Hanhan, Wanwan, ah ... pokoknya itu. Nyesel juga kemarin Jemima menyetujui ide gila Fei yang merupakan ide dia juga sebenarnya. Namanya, Marini. Katanya hanya nama samaran, nanti kalau kenalan dan cocok barulah Marini akan buka identitas aslinya. Jemima sih ngintip sekilas fotonya sih foto cewek yang diyakini pake filter. Soalnya mulusnya enggak ketulungan. “Gue takut telat, udah janjian soalnya. Beneran ini ada hubungannya dengan masa depan gue. Gue bisa jadi gembel kalau kelamaan ngejomlo.” Fei tidak peduli dengan tatapan sinis Wirda dan Pungkit. Kan memang kedua orang itu kepengen banget main-main di pantai. Sekalian buat nambah-nambahin konten kan lumayan. “Lagipula,” ucapnya pelan. “Gue kan Cuma editor, bisa gue kerjakan di kantor semua kerjaannya, bener kan, Jem?” “Lo mau balik ya balik aja, bener, tugas lo hanya editor. Balik sendiri ya, gue maasih mau ngonten. Kitty, lo siap kan handle semua sendiri, cowoknya Cuma lo aja, lho.” Pungkit mengangguk tanda sanggup. Senang senang saja soalnya sudah lama dia enggak main-main di pantai. “Its okay, gue bisa naik kendaraan umum. Duit sejuta dari bokap masih nyisa banyak.” Fei semakin tergesa-gesa memasukkan semua barang barangnya. Memang tidak banyak, tetapi karena Fei memasukkannya sembarangan akhirnya ranselnya tidak bisa ditutup. Lelaki berambut kribo itu harus mengeluarkan kembali isi tas dan menatanya dengan baik. “Wokeh,” tukas Jemima. “Kit, sudah siap siap bukannya malah bengong. Gue make up dulu habis itu cabut.” Wirda beranjak dari tempat duduknya, dia mah lumayan rajin, kibas kibas sprei dan melipat selimut serta membuang sampah. Katanya sih kasian sama Room Service yang nantinya akan bersihin setelah mereka chek out. Malah Wirda dengan senang hati menyelipkan beberapa lembar uang pecahan lima puluh ribu di bawah bantal. “Gue duluan, ya, Bro, Sist,” ujar Fei. Ranselnya dia sampirkan asal-asalan di bahu. Outfitnya kali ini gak ada keren-kerennya. Denim belel yang udah keliatan buluk banget dipadu padankan dengan kemeja kotak-kotak. “Hati-hati, Fei. Sini gue iketin dulu rambutnya, biar gak berantakan.” Cepuk berisi aksesoris Jemima kini ditambah dengan satu pack ikat Rambut. Bukan buat dirinya, karena Jemima lebih asik pake jedai. Dengan senang hati Fei duduk di salah satu kursi, memeriksa kelengkapan barang bawaan dan juga dompet. Matanya tertuju pada sepatu yang sedikit kotor karena kemarin terpaksa berjalan di kebun teh yang lumayan becek karena sisa hujan. Kepala Fei yang agak pening lumayan enakan saat Jemima mulai mengumpulkan semua rambut Fei dalam genggaman. Kemudian mengikatnya dengan ikat rambut warna biru dongker. Jemima mulai kecanduan mengikat rambut Fei dan Fei mulai keenakan dengan perlakuan Jemima. “Sebelum lo jadian, biar gue liat ceweknya modelan gimana.” Fei mengangguk, “Cuma ketemuan aja, Jem. Gak bakal langsung jadian lah, kan kudu diliat dulu.” “Oke, sudah sana, sudah rapi. Hati-hati di jalan, jangan lupa kabarin kalau dah sampe Garut.” “Siap Bunda Ratu,” ucap Fei. “Bunda Ratu bunda gue, woi!” Fei senyum senyum. Bersama matahari yang terus beranjak naik hingga ke puncak, Fei meninggalkan hotel. Sementara itu Jemima, Wirda dan Pungkit bertolak menuju pantai yang jaraknya tidaklah jauh. Jadi konten kreator haruslah pandai memilih tempat yang bisa dijadikan untuk syuting. Mengeksplorasi wilayah atau tempat wisata khususnya yang berada di Kabupaten Garut ini. Syukur syukur nanti Jemima jalan jalan bisa menjelajah seluruh Indonesia. *** Pulang ke kota Garut ternyata bukanlah hal yang mudah. Fei harus berdesakan di satu satunya kendaraan umum yang jalan saat itu. Dia tidak bisa memilih kendaraan yang lebih bagus atau lebih luas. Jalanan yang luar biasa banyak tikungan tajam dan juga sedikit mengerikan Fei lalui dengan mual yang luar biasa hebat. Dia jadi bertanya-tanya, apa kemarin ketika perjalanan ke tempat ini medannya begini juga? Sejujurnya dia tidak memerhatikan karena sepanjang perjalanan menuju Curug Jagapati dia terlalu fokus dengan beberapa perempuan yang dia kenali dari aplikasi chatting cari jodoh. Dua ratus lima puluh menit yang sangat menyiksa. Begitu sampai di kota Garut Fei tidak tahan dan akhirnya memuntahkan seluruh isi perutnya. Rasanya dia tidak sanggup melanjutkan perjalanan menuju ke rumahnya. Lagipula jam dating dengan perempuan dari Garut, Marini, si manis yang katanya rumahnya di Jalan Cikuray sudah sangat mepet. Janjian di Uchiha Ramen. Katanya sih ramennya enak, Fei entah sudah coba atau belum. Kerjaannya ngedit video membuat dia tidak pernah sempat untuk makan di luar. Kalaupun ada makanan enak enak pastinya dibawakan Jemima atau beli nitip ke Wirda dan juga Pungkit. Sempat punya pikiran untuk mandi dulu dan ganti baju. Sekalipun harus numpang di masjid. Namun, Marini katanya sudah ada di Uchiha, berkali-kali dia terus menghubungi Fei yang berpenampilan kurang elok. Fei berdiri di depan restoran yang ternyata bukan restoran biasa. Di beranda terdapat beberapa meja kursi yang estetik di isi oleh remaja berpasangan. Sebelah kanan beranda terdapat meja yang lebih besar dengan delapan kursi yang mengelilinginya. Satu keluarga makan di sana bercengkrama mengingatkan Fei dengan keluarganya yang selalu ramai jika mengunjungi tempat makan seperti ini. Ferry Gustian berdiri dan sedikit minder, mencari Marini yang katanya sudah pesan meja di dalam restoran. Kehadiran Fei disambut hangat oleh perempuan dengan seragam yang pas dengan tubuhnya. Fei jadi ingat salah satu personil JKT48, persis dengannya. "Maaf, Aa, meja sudah penuh, apa Apa sudah reservasi?" tanya perempuan ramah itu. Beberapa pengunjung melihat Fei dengan tatapan jijik. Mungkin karena rambutnya acak-acakan, ikatannya hampir terlepas tetapi belum. Ujung ujung rambut yang mencuat dan kabur dari ikatan. Belum lagi kemeja, celana Jeans dan juga sepatu yang rupanya sudah tidak enak dipandang. "Saya janjian sama temen, katanya sudah ada di sini. Namanya Marini." Fei sengaja mengencangkan suaranya, berharap Marini mendengarkan. "Baik silakan Aa." Perempuan dengan name tag Naila itu mempersilakan, dan mundur untuk melayani pelanggan lainnya. Fei merogoh tempat penyimpanan ponsel. Lalu menghubungi Marini dan mengatakan bahwa ia sudah ada di Uchiha. Suara Tulus mengalun merdu, Manusia Manusia kuat sengaja di pilih sebagai lagu di ruangan itu. Fei terus melihat seisi ruangan, kiri dan kanan mencari sosok yang menyebut dirinya Marini. Sekali lagi lelaki itu menghubungi Marini lewat sambungan telepon. Fei masih dilihat oleh pengunjung yang sedang menikmati ramen. Mungkin beberapa di antaranya risih karena penampilan Fei. Akhirnya Fei mendapatkan balasan. Dan mengatakan di mana tempat Marini. Fei tersenyum kepada Naila, lelaki itu berjalan melewati sebuah pohon mini dalam pot di pojok dekat kasir. Di pojokan dekat panggung yang kosong Terdapat beberapa meja, semua terisi. Fei mencari meja yang diisi oleh satu orang. Perempuan yang yah, bisa dibilang dibawah standar Fei duduk di sana. Berlagak menikmati ramen dengan anggun, tetapi nyatanya gak ada anggun anggunnya. "Marini?" tanya Fei. Perempuan itu mengangguk, lantas mempersilakan Fei untuk duduk. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Fei kencan seperti ini dengan perempuan. Dulu waktu sekolah dia paling pacaran di pinggir jalan raya sambil menunggu angkutan umum. Pas kuliah Fei sama sekali tidak menemukan pacar. Dia seperti apa yang dikatakan Wirda adalah jomlo ngenes. "Maaf terlambat, Marini sudah menunggu lama?" Fei bertany dengan hati hati. Perempuan yang Fei sebut sebagai Marini itu mengangguk. "Maaf juga makan duluan, aku lapar." Fei maklum. Pelayan yang bernama Naila kembali mendatangi meja Fei. Dan menawarkan menu kepada Fei. "Yang ini saja," tunjuk Fei pada buku menu. Marini mengintip, dan menemukan bahwa Fei memesan ramen yang paling murah. Marini berpikir bahwa Fei adalah pria kere. "Minumnya es teh aja." Fei menutupi kegugupannya. Benar kata Jemima, Marini kebanyakan foto pake filter, wajah aslinya tidak sebagus wajahnya dalam foto. Begitu juga dengan Marini yang sedikit risih dan kecewa dengan penampilan Fei yang tidak karuan. Di foto Fei berfose seperti aktor yang berambut kribo. Fei memberikan foto ketika ZonaJemima syuting di Taman Satwa Cikembulan. "Maaf, kamu gak mandi?" tanya Marini. "Belum," jawab Fei santai."Dari Pamengpeuk langsung ke sini." Marini terlihat risih, dia juga kelihatan malu duduk di sana bareng Fei. Anggapan Marini, udah kucel, kere lagi. Fei juga terlihat lahap ketika pesanan sudah tiba. Lelaki itu buru buru menyantapnya karena memang lapar. "Ferry," panggil Marini. Mata perempuan itu bergerak gerak seperti seorang yang takut ketahuan. Pokoknya gelisah dan sedikit resah. Padahal dia agak malu diliatin para pengunjung. Fei mendongak menyeruput es teh tanpa sedotan. Marini makin risih. "Maaf saya harus pulang," ucapnya. Dia memang sudah selesai makan. Fei yang sedang mengunyah ramen menghentikan kegiatannya. "Kita belum ngobrol, kenapa buru-buru?" tanya lelaki itu sedikit kecewa. "Tujuanku nyari temen di aplikasi biro jodoh itu kan buat nyari jodoh, kali aja ada calon jodoh yang cocok buatku. Awalnya aku merasa kamulah orangnya, baik perhatian kalau chat itu nyenengin. Tapi nyatanya kamu tidak sesuai dengan ekspektasi aku. Mana ada permpuan yang ingin pacaran sama cowok kayak kamu." Ucapannya terhenti karena Fei mengangkat tangannya memberi isyarat agar Marini berhenti bicara. "Cowok kayak gue emang gimana?" Jujur saja Fei tersinggung mendengar ucapan Marini. "Emang siapa, sih yang mau pacaran sama cowok bau, kucel dan kere kayak kamu. Sudah jangan hubungi aku lagi. Aku mau milih Mas Tommy, dia gantengnya gak cuma di foto." Fei naik pitam, dia bangkit seraya menggembrak meja. Orang orang di sekitarnya sontak menolehkan wajah melihat ke arah Fei. "Lo bilang apa anj–" Fei tidak melanjutkan ucapannya. Gak bakalan bener ngelayanin orang kayak Marini. Sialan, memangnya dia gak tahu, Fei bela belain ninggalin tim di Pamengpeuk demi dirinya. Fei juga bela belain naik kendaraan bau dan kotor dengan kecepatan gila gilaan bertaruh nyawa. Sebelum Marini yang pergi meninggalkan Fei, dia terlebih dahulu menyambar tas yang disimpan di lantai lalu pergi menuju kasir untuk membayar. Apes dompetnya hilang. Fei cari ke mana mana di tas bahkan berkali-kali merogoh kantong celananya semua kosong. Dobel sialan, Fei malu juga dilihatin kasir cantik yang sabar menunggunya. "Gak punya uang gak usah berlagak kehilangan dompet, dari penampilan kamu aku sudah bisa tebak kamu gak mampu bayar makanan di sini. Mbak dua sama makanan dia, ya." Marini menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada kasir. "Mbak kembailannya kasih dia aja, kasian gembel. Itung itung sedekah." Marini pergi meninggalkan tempat itu. Fei rasanya seperti dikuliti. Dia dilihat orang yang juga sedang antri untuk membayar pesanan. Nanda menyerahkan beberapa lembar uang dua ribuan kepada Fei. Dia menerima dengan tangan bergetar. Merasa terhina. Pengennya sih enggak usah diambil, tapi Fei pulang pake apa toh dompetnya kini sudah raib. Lelaki menyedihkan itu berjalan gontai. Digenggamnya uang yang jumlahnya kurang dari sepuluh ribu itu. Dia terus berjalan hingga sampai di alun-alun Tarogong. Duduk selonjoran dekat dengan pos polisi. Dia tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan. Mending nelpon Jemima, siapa tahu perempuan itu sudah ada di Garut. Ketika membuka gawai, perih rasanya melihat chat mesra dengan Marini. Dan kenyataan pahit lainnya adalah ternyata Marini sudah memblokir dirinya. "Perempuan sialan!" umpat Fei. Menghapus Chat dan nomor Marini sekalian. Kesedihannya bertambah ketika melihat story Jemima, Wirda dan Pungkit yang terlihat bahagia tertawa di tepi pantai yang indah. Ah ... andai saja tadi tidak nekad buru buru pulang, tidak akan begini jadinya. Dia harus rela kehilangan uang satu juta pemberian ayahnya. Kehilangan teman Chatting yang asik kayak Marini dan juga kehilangan momen indah bersama Tim ZonaJemima. Nasib ... nasib! Kapan sih gue bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN