Rasanya puas banget saat tujuan syuting konten ke Curug Jagapati malah dapat bonus keindahan pantai Santolo.
Meski main di pantai hanya satu jam karena takut kemalaman berhubung perjalanan menuju kota Garut lumayan menguras waktu.
Sayangnya memang agak mengecewakan karena tidak sesuai dengan ekspektasi Jemima. Pantai Santolo penuh dengan pengunjung. Agak sulit menemukan spot foto walau pada akhirnya bisa juga foto dalam keadaan sepi.
"Gak ada kabar dari Fei?" tanya Pungkit memecah keheningan, Jemima yang sedang menikmati indahnya pemandangan di luar menoleh ke arah Pungkit.
Tidak lama kemudian Jemima menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar juga biasanya Fei cerewet memberondong dirinya dengan banyak chat. Sejak memutuskan untuk nyari jodoh lewat aplikasi chatting, dan menemukan beberapa kenalan. Chat Jemima sepi. Bahkan chatroom Zona Jemima mendadak sepi padahal biasanya berisik membahas hal hal yang tidak penting sama sekali.
Keadaan di mobil kembali hening. Jemima berusaha menurunkan sedikit sandaran jok agar dia bisa meluruskan kaki yang lumayan pegal. Setelah belusukan menuju Curug Jagapati yang indah.
Sesekali terdengar suara dengkuran halus Wirda, rasanya Jemima juga pengen nyusul tapi gak enak sama Pungkit. Jadinya dia tahanntahan sembari bolak balik ngecek sosmed.
"Jem kalau mau tidur dulu tidur aja. Gue gak apa apa kok, nanti kalo gue cape palingan gue menepi."
Pungkit mengerti sebenarnya Jemima mengantuk tetapi ragu untuk memejamkan matanya.
"Gak apa-apa?" tanya perempuan itu. "Gue senderan gini cukup, kok, lagipula sayang banget pemandangannya banyak yang indah indah."
"Ih indah apaan," ujar Fei.
Bagi seorang konten kreator seperti Jemima, segala sesuatu dia pikirkan barangkali bisa dijadikan salah satu bahan ngonten.
Jemima duduk gelisah karena memang kakinya semakin sakit dan itu membuat dia sangat tidak nyaman.
Bagi Jemima bikin konten Jemima jalan-jalan bukan sekadar kewajiban, tetapi juga pelarian.
Menjadi dirinya memang terlihat begitu didambakan oleh setiap orang di seluruh dunia. Terkenal banyak uang. Masih muda sudah punya rumah sendiri dan lain sebagainya.
Namun, patokan kebahagian yang sesungguhnya ternyata bukan itu. Ada banyak hal yang tidak bisa Jemima dapatkan dengan mudah. Jodoh misalnya.
Sebenarnya sih, tidak masalah bagi Jemima dengan circle nya. Toh banyak juga yang belum menemukan jodohnya. Tim ZonaJemima tidak ada satu pun yang sudah menikah, padahal jika bicara soal umur, Wirda dan Pungkit jauh lebih tua daripada Jemima.
"Serius, Jem. Lo tidur aja, masih jauh loh ini. Nanti kalau misal udah deket Garut gue bangunin. Lo pengen mampir makan apa gimana?" tanya Pungkit.
"Kepengen beli cipak, sih. Kemarin temen dari Pekanbaru chat gue nanyain Cipak koceak. Seriusan gue baru tahu makanan kayak gitu. Gak taunya emang viral."
"Lah, itu yang waktu si Wirda sakit perut tuh dia makan Cipak kepedesan," ungkap Pungkit.
"Ih gak bagi bagi."
"Gak bagi bagi gimana? Orang kami makan di situ, bruk brak, sama sekali enggak ada yang disembunyikan."
"Ya udah gue beneran boleh tidur nih?"
"Iya," jawab Pungkit.
"Tapi beli cipak jangan lupa. Jangan Lo bablasin sampe kantor."
"Udah kayak Fei aja Lo, cerewet."
***
Masih terang ketika mobil yang mereka tumpangi tiba di kantor ZonaJemima. Wirda yang sudah bangun dari satu jam lalu sekarang tengah berkeringat karena makan Cipak kepedasan.
Zemima sendiri masih tidur, saking lelahnya dia bahkan tidak terbangun saat Pungkit dan Wirda beli Cipak dan Es tebu.
Kata cipak merupakan singkatan dari kata cimol dempak atau gepeng. Sementara itu, kata "koceak" bermakna "teriak" yang berasal dari bahasa Sunda.
Dengan demikian, cipak koceak merupakan cimol gepeng yang bisa membuat orang teriak. Pasalnya, makanan ini memiliki beragam tingkatan pedasnya dan bisa disesuaikan dengan selera.
Bumbunya campuran cabai dan limau, membuat cipak koceak mempunyai rasa pedas dan asam. Bagi mereka yang menyukai camilan dengan rasa pedas dan asam, cipak koceak bisa menjadi salah satu pilihan.
"Kit, ada ODGJ," ucap Wirda. Saat Pungkit hendak turun dan membuka gerbang. "Kok bisa masuk, sih?"
Pagar terkunci sebenarnya, tetapi ada sosok yang mereka kira ODGJ atau orang dalam gangguan jiwa yang berselimut sarung dan meringkuk di teras Zona Jemima.
Pungkit yang trauma karena pernah dikejar membeku. Dia tidak tahu harus gimana.
"Jem," panggil Pungkit.
Jemima menggeliat. Dia sedikit terbelalak ketika melihat mereka sudah ada di depan kantor. Padahal Jemima kan minta diturunkan di penjual Cipak koceak, bukan di kantor ZonaJemima.
Pungkit bisa membaca kekecewaan Jemima, buru buru dia menunjukkan bungkusan di dashboard. Cipak yang tinggal setengah.
"Gue beli banyak tenang. Lagian mau gue bangunin rasanya kok gak tega anjir, Lo pules banget sampe ngorok."
Jemima menggosok matanya. Jujur dia juga merasa sangat enak dan nyenyak tidurnya hingga sekarang lumayan segar.
"Anjir mikirin Cipak, pikirin itu ODGJ kudu gimana? gue takut."
Tatapan Jemima langsung terkunci melihat sosok manusia yang tidur berselimut sarung hijau. Tubuhnya membungkuk seperti udang. Dari ujung sarung paling bawah mencuat kaki yang lumayan gak kotor kotor amat. Dan dari ujung lainnya mencuat rambutnya yang lumayan panjang.
Mereka perkirakan sosok itu adalah seorang perempuan. Bagaimana caranya masuk? kan dikunci.
"Gak apa apa, dia juga manusia seperti kita. Perlakukan dengan baik maka mereka juga akan baik. Kit, Lo ke warung Teh Tati beli nasi rames. Sama teh nya sekalian. Kasian mungkin dia belum makan."
Jemima menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan. Kemudian bersamaan turun.
Pungkit ke warung Teh Tati sedangkan Jemima mulai berusaha membuka gerbang dengan kunci yang dia miliki.
Wirda sih inginnya di mobil aja, tapi Jemima memaksa Wirda untuk menemani.
Benar juga, sih gimana kalau orang itu ngapa ngapain Jemima karena dia sendirian.
"Punten," sapa Jemima. Berlagak tidak takut padahal mah hatinya sungguh enggak karuan.
Orang itu masih bergeming.
"Jem, mati gak sih?" Pikiran buruk mulai menghantui Wirda. Kebayang nantinya bakal tersebar, telah ditemukan sesosok jenazah di teras kantor Zona Jemima.
Bakalan banyak polisi dan warga berkerumun.
Dipasangi garis polisi dan terakhir muncullah makhluk tak kasat mata.
"Itu napas, dodol, nih liat naik turun sarungnya. Plus deh jangan mikir aneh aneh."
Wirda nyengir.
"Punten," sapa Jemima satu kali lagi. Masih tetap gak ada jawaban. Apa perempuan itu salah cara panggilnya?
Tidak lama Pungkit tiba bawa sebungkus nasi lengkap dengan kerupuk dan teh hangat.
"Bangun, enggak?" tanya lelaki itu dengan logat Sunda yang kental.
"Ngebluk banget kaya Jemima," goda Wirda. Sialan, eh tapi emang iya sih Jemima sadar diri kalau dirinya memang agak agak susah buat dibangunin.
"Sini biar gue aja. Punten, bangun ini ada makanan. Kalau mau tidur pindah rumah sebelah. Kan itu kosong."
Mendengar cara Pungkit membangunkan, Jemima gak tahan untuk enggak ngakak.
Tawa Jemima lah yang membuat sosok bersarung hijau itu menggeliat.
Tawa Jemima semakin kencang ketika sarung itu terbuka dan sosok yang mereka kira ODGJ ternyata adalah Fei.
"Buset, gue kira!" Pungkit menepuk keningnya.
Lelaki menyedihkan itu tersenyum lalu nagih makanan yang dijanjikan oleh Pungkit.
Nasi rames dengan lauk ayam serundeng dan tumisan dilahap Fei tergesa-gesa.
"Gue kira ODGJ, sumpah." Wirda berjalan melewati Fei dan membuka pintu depan kantor.
"Gue emang segembel itu, ya?" Fei tiba tiba sedih teringat kejadian beberapa jam lalu saat dirinya dihina terang terangan oleh Marini.
Kan jadi sedih lagi, untungnya selera makan tidak hilang.
Jemima duduk di sebelahnya sambil menikmati Cipak sementara Pungkit memasukkan mobil.
"Kok bisa masuk sini, kan dikunci?" tanya Jemima.
"Walau sakit karena jalan kaki dari Uchiha ke sini kaki gue masih sanggup buat sekadar manjat pagar."
"Lo apa?" tanya Jemima.
"Gue jalan kaki dari Uchiha ke sini. Coba kalau tadi gue ikut kalian. Mungkin semua sudah selamat, dompet, terus Marini. Tadi gue kucel banget turun dari elf naik angkot trus pulangnya jalan kaki."
"Kan Lo punya duit banyak," sambar Pungkit yang sedang mengeluarkan barang bawaan dari dalam mobil.
"Ilang anjir, gue apes banget udah dikira gembel sama Marini, trus pas mau bayarin makanan dompet raib, dong. Rasanya dunia mau hancur, eh enggak, rasanya dunia gue hancur saat itu juga."
"Apesnya lagi pas tiduran di teras gini Lo kami kira ODGJ." Wirda keluar dari dalam kantor lalu bergabung dengan Jemima. Menikmati Cipak koceak.
"Gue kayak abis digebukin makanya tiduran aja di sini. Tadi ke masjid, tapi diusir. Katanya kalau mau tidur mah udah di rumah aja."
"Kenapa gak pulang, dodol?" tanya Jemima.
"Paling dekat kan ke sini."
Fei meremas kertas nasi pembungkus lalu memasukkan ke dalam kantong kresek dan membuangnya.
Dia lantas mencomot Cipak punya Jemima.
Pungkit dan Wirda akhirnya pamit pulang setelah ojek mereka masing-masing sudah datang menjemput.
Tinggallah Jemima dan Fei berdua. Mereka pindah lokasi ke dalam kantor, Jemima santai di sofa, kakinya dipijat pijat sendiri. Keduanya memetakan rencana awal yang ternyata gagal.
"Tapi masih ada harapan loh sama orang Rancaekek itu. Coba jajal dulu."
Fei sebenarnya sudah kapok, tetapi bukankah untuk kali pertama wajar saja jika menemukan kegagalan?
Obrolan mereka diinterupsi oleh ketukan pintu. Jemima lah yang bangkit dan memeriksa siapa yang datang.
Lelaki tampan, tinggi dan berwajah cerah tersenyum ke arahnya.
Sejenak Jemima terhipnotis, oh Tuhan inilah surga?
Ketika bicara, suaranya benar benar lakik banget.
"Mau tanya, kalau mau info rumah sebelah ke mana, ya?" tanya lelaki itu.
Dalam hati Jemima bersorak. Mantap sekali bakal tetanggan sama orang cakep macam dia.
Menyadari Jemima mendadak Oon, Fei menghampiri.
"Mas mau beli rumah itu?" tanya Fei.
"Kepengen liat aja," ungkapnya.
"Dari sini Mas lurus ke jalan yang itu," tunjuk Fei. "Nanti di ujung jalan ketemu toko agak gede, nah itu yang punya rumah ini."
Lelaki itu sesekali melirik Jemima yang terpaku. Lalu tersenyum dan berterima kasih.
"Sadar, oy!" tegur Fei.
Jemima senyum senyum gak jelas. Lalu menyambar dompet dan meninggalkan Fei.
"Mau ke mana anjir?" tanya Fei.
Jemima menunjukkan dompet, dan bilang mau jajan.
"Dasar! Lelaki liat yang bening gak boleh, perempuan mah bebas kali, ya, malah lebih gercep dan nyeremin." Hih ... Feri bergidik.
"Apa pun yang bisa dilakukan untuk cari jodoh maka lakukan selama itu jalannya bener."
Suara gerbang tertutup mengiringi kepergian Jemima menuju warung.