Jangan lupa subscribe, follow akun, like n komennya ya teman. Aku akan berterimakasih sekali untuk itu. ♥️♥️♥️
***
"Mau kemana."
Lisna menoleh ke arah sumber suara. Mas Danar tepat dibelakangnya. Lisna tersenyum, ahirnya orang tersayang yang ditunggunya datang juga.
"Lisna mau ke mushola mas, yuk mas. Lisna tunggu ya?"
"Sholat dirumah aja!" Danar menjawab dengan ketus dan langsung masuk ke dalam gubuk.
"Em, ya udah Lisna ke musholah dulu ya mas, assalamualaikum."
"Aku bilang sholat dirumah! Mau ngrumpi kamu dimusholah hah! Danar membentak Lisna dan menarik kasar lengan Lisna.
Lisna terhuyung hampir saja tubuhnya ambruk. Untung saja Lisna masih bisa menyeimbangkan badannya. Sehingga Lisna masih bisa kembali berdiri.
"Iya mas, kita jamaah ya. Abis itu kita simakan yuk. Kayaknya seru deh mas." Lisna mencoba untuk membujuk Danar untuk mencairkan suasana.
"Sholat sendiri! Aku ngantuk mau tidur."
Danar masuk ke dalam bilik dan menghempaskan badanya ke atas balai beralas kasur tipis.
Lisna ahirnya sholat sendiri. Jika terus merayu suaminya pasti waktu sholatnya akan habis. Sementara sholat Maghrib waktunya sangat sempit. Setelah selesai berdzikir Lisna melepas mukena dan melipatnya. Lalu menyimpan diatas lemari kecil didalam bilik mereka. Lisna mendekati Danar dan duduk didekat tubuh suaminya yang sudah terlelap. Lisna mengusap rambut suaminya lembut. Cintanya masih sama. Sayangnya masih ada. Meski bathinya terluka.
"Maas?" Lisna memanggil suaminya dengan suara lembut. Tak ingin membuat suaminya kaget.
"Mas." Lisna menyentuh pipi suaminya dan sedikit menepuknya dengan lembut. Suaminya tak juga membuka matanya. Lisna mencium pipi suaminya lembut.
"Maaas? Bangun yuk, kita makan dulu. Mas." Lisna sedikit mengguncangkan badan Danar.
"Apa sih kamu! Gangu orang tidur aja. Kenapa!" Danar membuka matanya dan melototi Lisna. Namun Lisna tersenyum.
"Makan dulu, yuk. Aku belum makan dari tadi siang mas. Nungguin mas dari kemarin nggak pulang-pulang. Nggak enak makan sendirian. Yuk mas." Lisna berkata dengan logat manjanya dan menggenggam erat tangan suaminya.
"Aku udah kenyang. Makan sendiri sana." Danar membalikkan badannya dan kembali tidur.
"Maas, ayolah. Apa mas nggak kangen sama Lisna." Lisna memeluk tubuh suaminya. Berharap suaminya mendengar keinginannya.
"Hah, aku bilang aku udah kenyang nduk! Makanlah sendiri! Nggak usah ganggu orang tidur kenapa! Sana sana!" Danar terduduk dan menarik Lisna lalu mendorong tubuh Lisna dengan kasar.
"Astaghfirullah, seperti inikah mas? Mas tuh kenapa si mas? Ada apa? Salah Lisna apa? Kenapa mas begini ke Lisna?" Lisna gemetaran menyandarkan badanya ke dinding geribik bambu gubuknya. Tak terasa air matanya menetes tak terhenti.
"Pikir sendiri!" Danar masih dengan terbaring dan tak menatap Lisna sedikit pun.
"Apa? Pikir sendiri. Mas? Bagaimana bisa aku berfikir sendiri. Mas itu bersikap aneh setelah pembagian gaji mas itu. Aku tak menyimpan sepeserpun gajimu mas. Bahkan mas nggak pulang setelah itu. Kenapa?" Lisna kembali mendekati suaminya.
"Haah! Udah sana sana. Aku amu tidur. Pakai otakmu untuk berfikir. Jangan nyusahin orang." Danar kembali mendorong tubuh Lisna.
"Aku ini istrimu mas. Baru kemarin kau ucapkan janji suci untuk menjagaku. Tapi kenapa kau biarkan aku ditengah hutan begini sendiri?" Lisna tergugu.
Lisna berdiri dan mengambil Al-Qur'an. Dia keluar bilik dan duduk diatas amben. Lalu membaca Al-Qur'an dengan mata yg basah. Iya, hanya dengan membaca Al-Qur'an hatinya menjadi tenang.
*****
"Mas, aku ke kantor ya? Itu sarapannya udah aku siapin di atas balai."
"Hm." Danar masih menikmati tidurnya.
"Ya sudah Lisna pergi dulu mas," meraih tangan suaminya dan mencium punggung tangan suaminya. "Assalamualaikum." Lisna keluar bilik.
"Lis," bulek Tati dari kejauhan berjalan mendekati gubuk Lisna. "Sudah mau pergi ya?"
"Hehe iya bulek." Lisna menyalami tangan Tante dari suaminya itu dan mencium punggung tangan wanita setengah baya itu dengan takjim.
"Danar belum pulang?"
"Udah kok bulek, kemarin sore." Lisna tersenyum.
"Pantesan kemarin kamu nggak ke musholah. Ada Danar rupanya. Kenapa nggak diajak ke musholah sekalian kemarin?"
"Anu bulek, mas Danar kecapekan mungkin, jadi minta sholat dirumah aja." Lisna bingug harus bagaimana menjelaskan tentang suaminya itu. Meski mungkin bulek Tati lebih faham siapa mas Danar, tapi Lisna tidak mungkin membuka aib suaminya sendiri.
"Hm, ya sudah. Lebih disabarin aja. Siapa tau nanti Lisna bisa ajakin Danar ke musholah. Aslinya Danar itu ngajinya bagus lho Lis. Kesayangan banget itu sama Mbah Kakung ya dulu." Bulek Tati menarik lenganku untuk mengajakku berjalan.
"Iya kah bulek?" Aku hanya meringis.
"Nduk! Tinggalin duit! Aku mau pergi nanti sama mama!" Mas Danar berteriak dari gubuk. Langkahku terhenti begitupun bulek Tati. Kami saling pandang.
"Berapa kamu dijatah sama suamimu Lis?" Bulek Tati menatapku.
"Nggak ada bulek." Aku tertunduk. Sepertinya bulek Tati tau betul bagaimana keponakan dan keluarganya itu. Sampai beliau bertanya seperti itu.
"Lisna!" Danar kembali berteriak. Dan keluar dari gubuk. "Lisna!"
Langkah mas Danar terhenti ketika melihat aku sedang bersama tantenya.
"Sini kamu!" Mas Danar menarik lenganku dan menarik ke dalam gubuk.
"Danar!" Bulek Tati berteriak.