Assalamualaikum teman-teman semua ?☺️ trimakasih untuk dukungan kalian semua ya. Sebelum lanjut membaca mohon follow akun aku ya teman-teman, jangan lupa subscribe buku-buku aku juga ratenya. Dan trimakasih banyak untuk tap ❤️nya. Trimakasih tak terhingga.
******
"Danar!" Bulek Tati berteriak. Dan melangkah mendekati Danar. Meraih tangan Lisna dan melepaskan dari genggaman Danar.
"Bersikaplah yang baik kepada istrimu nak. Kalau memang butuh sesuatu dari istrimu, cobalah bicara baik-baik. Jangan dengan cara kasar begini." Bulek berkata dengan lembut.
"Dia itu nggak sopan bulek. Bagaimana aku bisa baik-baik ke dia kalau kelakuan dia saja tidak sopan terhadap mama." Danar menunjuk wajah Lisna dan menatapnya dengan kebencian.
"Danar, kamu yang memilih Lisna untuk dijadikan istrimu. Kamu yang membawa Lisna sampai kemari. Jadi apapun kondisi dan apapun yang terjadi Lisna mutlak penuh menjadi tanggung jawab kamu." Bulek Tati dengan suara lembut mencoba mendinginkan suasana.
"Dia itu udah nggak sopan bulek. Pergi dari rumah mama tanpa pamit. Lusa pergi kerja juga nggak pamit ke aku. Eh pulang kerja bukan pulang malah dia kelayapan. Apa pantas istri begitu di sopanin." Danar menatap tajam ke wajah Lisna.
"Betul begitu Lisna?" Bulek Tati menatap Lisna mencari kebenaran dari kalimat Danar.
"Tak ada asap kalau tak ada api bukan bulek?" Lisna menatap mata bulek Tati.
"Mas belum pernah bertanya kepada Lisna kenapa Lisna bersikap begitu." Wajah Lisna kini menatap ke wajah suaminya.
"Apa yang perlu aku tanyakan, hah?" Danar justru membentak Lisna.
"Sudah jelas bukan waktu itu kamu pulang dari rumah mama tanpa pamit. Nggak merasa bersalah kamu!" Danar menatap Lisna tajam.
"Apa yang salah dariku mas, aku ada diantara mereka, tapi apa mereka dan mas Danar mengganggap aku ada waktu itu? Bahkan untuk berbicara sepatah kata pun aku tak bisa. Lalu apa perlu aku pamit pada mereka yang asik dengan uang-uang mereka. Bener nggak sih itu uanga mereka. Ah entah lah. Yang ada mereka juga nggak peduli mas. Jadi, pamit atau tidak, bagiku tak berpengaruh buat kalian." Lisna kini menatap dalam mata mas Danar.
"Nah itu bulek, apa sopan sikap menantu seperti itu kepada mertua dan keluarga suaminya. Istri macam apa dia." Danar tersenyum sinis.
"Sudahlah mas, Lisna belum gajian. Maaf? Ini ada sedikit buat ongkos pulang pergi Lisna kerja." Lisna mencoba menyudahi perdebatan dengan suaminya. Dan melangkah mendekati bulek Tati.
"Terimakasih ya bulek, Lisna kerja dulu. Udah siang ini. Takut nggak ada angkot lagi." Lisna menyalami bulek Tati dan melenggang pergi.
"Heh," Danar menarik kasar tangan Lisna. "Aku nggak peduli ya kamu ada ongkos angkot atau tidak. Yang aku tau aku mau pergi dan harus bawa uang untuk ongkos. Siniin uangmu!" Danar merebut tas Lisna.
"Danar!" Bulek Tati merebut tas Lisna dari tangan Danar dan menyerahkan lagi ke Lisna.
"Sudah nduk sana berangkat. Hati-hati dijalan ya?" Bulek Tati mengusap pundak Lisna dan menyuruh Lisna untuk segera pergi.
"Bulek! Dia istriku bulek. Harus nurut sama suami. Malah diajarin bangkang." Danar mengejar Lisna.
"Tapi bukan begitu caranya Danar." Bulek Tati ikut mengejar langkah Danar.
"Lis jangan kasih." Bulek Tati menghalangi langkah Danar dan berdiri membelakangi Lisna.
"Seberapa upah istrimu sebulan danar? Dan seberapa upahmu sebulan? Bulek faham betul masalah itu. Sudah berbuat adil kamu ke istrimu nak? Bulek Tati menatap Danar tajam.
"Suami itu milik ibunya. Dan istri mutlak milik istrinya. Bulek juga pasti faham itu bukan." Danare menarik lagi tangan Lisna.
"Lalu apa tanggung jawab suami terhadap istrinya jika memang istri itu milik suami Danar?" Bulek Tati memegang dengan kuat tas Lisna.
"Nggak penting bulek." Danar merebut tas Lisna dari genggaman bulek Tati dengan kasar. Lalu membuka tas itu dengan cepat dan mengambil dompet Lisna.
"Mba! Mba Lisna!"
®®Bersambung®®
Siapa ya yang memanggil Lisna.