Lisna Dan Hatinya

732 Kata
Pagi ini Lisna pergi bersama Rahmah. Sahabatnya itu menjemput Lisna untuk berangkat kerja bersamanya. Saat pulang kerja pun Rahmah mengantarkan Lisna pulang sampai depan pintu gubuk yg ditempati Lisna. "Mba, kamu nggak ada yang pingin diceritain ke aku?" Rahmah masih diatas motornya dan mematikan mesin motornya. "Yang mau diceritain apa si mah." Lisna melangkah ke teras dan duduk diatas balai. "Ya cerita apa kek," Rahmah mendekati dan ikut duduk mensejajari Lisna. "Aku tau mba, kamu sedang tidak baik-baik saja. Ayolah, meski cuma jadi pendengar aku siap. Jangan dipendam sendiri mba, nanti hidungmu makin mancung loh." Rahmah mencoba mencairkan keadaan yang mulai terlihat melow. "Emang aku kelihatan sedih atau menderita ya mah." Lisna menatap Rahmah dan memainkan alisnya naik turun menggoda Rahmah. "Ish mba Lisna ini, aku serius lho mba," berdecak kesal karna niatan baiknya terasa disepelkan. "Sikap Aini waktu itu aku bisa tau mba, hubungan mba Lisna dan mas Danar lagi nggak sehat." "Apa sih, trus kalo nggak sehat aku sakit, gitu?" Lisna menjawab dengan mengayun-ayunkan kakinya. "Mba! Aku serius lho mba." Rahmah menatap Lisna tajam. "Hahaha, udahlah mah. Nggak ada yg perlu dijelaskan bukan. Kalo kamu aja bisa menebak semua sedang tidak baik-baik saja, lantas apa yang perlu dijelaskan lagi mah." Lilis menunduk dan mengayun-ayunkan kakinya membuang kepedihan hati yang sebenarnya masih terus menggelayuti perasaanya. "Ya itu, kenapa? Ada apa? Kenapa bisa begitu? Kamu geh nikah baru kemarin mba. Masa iya udah bermasalah aja?" Rahmah merubah duduknya bersila dan menghadap Lisna yang masih asik memainkan kakinya. "Aku baik-baik aja cah ayuuu." Lisna tersenyum dan mengedipkan matanya. "Ya Alloh mba, aku masih sahabatmu kan?" Rahmah mengerutkan dahinya dan menatap tajam Lisna. "Sudahlah mah, yang pasti aku baik-baik saja. Kalo semua sudah tidak lagi mampu aku kendalikan. Kemana lagi sih aku mau cerita, kalo bukan ke kamu." Lisna berdiri dan menatap ke arah halaman yg kosong karna memang tanah lapang untuk berhenti mobil-mobil yang datang untuk mengangkut ayam-ayam hasil peliharaan Danar ketika panen tiba. Iya Danar adalah seorang plasma ayam negri yg berada dibawah naungan perusahaaan di kota Teluk, Bandar Lampung. Danar bekerja sebagai peternak ayam yg tugasnya menyediakan fasilitas kandang beserta perlengkapannya. Sementara perusahaan menyediakan bibit ayam, pakan, dan obat-obatan. Danar hanya bekerja membesarkan ayam-ayam bayi itu menjadi besar. Biasanya berkisar umur dua puluh delapan sampai tiga puluh lima hari saja ayam dipelihara. Setelah itu ayam akan dipanen oleh broker yang dipilih oleh perusahaan untuk mengambil ayam dikandang plasma. "Aku masih mengikuti yang masih bisa diikuti mah. Biarkan saja dulu semua begini. Aku tidak ingin hanya masalah begini mengganggu kerjaanku. Sekarang aku cuma ingin fokus kerja. Itu aja dulu." Lisna berbalik dan tersenyum simpul menatap Rahmah. "Selembut itu mba?" Rahmah menatap dalam mata Lisna. Gadis itu faham betul hati sahabatnya sedang terluka. "Lembut apanya? Adonan kue, kan nggak lagi bikin kue." Lisna mengalihkan pembicaraan tak mau larut dalam perih. "Mbaa, jangan sok kuat deh.," Rahmah mendekati Lisna dan merangkul bahunya. "Mas Danar sekarang dimana? Masih belum pulang kerumah juga?" "Halah mah, udah lah. Sana pulang, keburu maghrib nanti." Lisna berusaha menghentikan pembicaraan yang memang Lisna tak ingin membahasnya. Lisna tidak mau dia jadi membuka aib suaminya dihadapan sahabatnya itu. Bagaimanapun Lisna harus menjaganya. Itu tugas yang berat bagi seorang istri. "Serius nih mba Lisna nggak mau cerita ke aku?" Lisna masih ngotot. Karna memang Rahmah khawatir dengan keadaan sahabat yg sudah Rahmah anggap seperti kakaknya sendiri itu. "Nggak ada yang harus diceritain sayangkuh." Lisna menarik tangan Rahmah menuju motor yang diparkir dihalaman. Rahmah menyeret kakinya enggan. "Mba aku berbaik hati lho siap mendengar curhatanmu. Jarang lho nemu orang baik sepertiku." Rahmah mejawil hidung Lisna sambil memainkan alisnya naik turun. Berharap Lisna berubah pikiran dan mengungkapkan segala gundah hatinya kepada Rahmah. "Hihihi, gadis pinter. Emang kamu baik. Kalo nggak baik mana mau coba gratisan jadi ojek gratis aku." "Hahaha, besok gajian kita hitung-hitungan mba. Enak aja gratis. Wek" Rahmah ahirnya menstarter motornya. "Ih jadi dihitung nih?" Lisna berkacak pinggang. "Iyalah, enak aja gratis. Kecuali mba Lisna mau cerita nanti tak potong dua puluh lima persen deh." Rahmah tertawa. "Aiiih, dikit banget dua puluh lima persen, lima puluh persen dong." Lisna melipat tangan ke dadanya dan menaikan alisnya satu ke arah Rahmah "Hahaha, tak tunggu ceritamu mba." Rahmah menstarter motor dan berlalu keluar halaman gubuk Lisna. Hari mulai petang. Gegas Lisna dan bersiap membersihkan diri. Setelah siap Lisna meraih mukena dan pergi kesurau. Lisna menutup pintu dan mengapitnya dengan gembok. "Mau kemana!" ___bersambung ??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN