"Allohu Akbar!" Lisna menjerit.
Motor Rahmah oleng karna ulah seseorang yang tiba-tiba mengklakson dari belakang, lalu menikung motor Rahmah. Alhasil Rahmah harus mengerem mendadak yang membuat Rahmah kebanting.
"Mah, Rahmah. Kamu nggak apa-apa?" Lisna mendekati Rahmah yang masih meringis memegang tangannya.
" Kayaknya keseleo deh tanganku mba. Auw." Rahmah memegang erat tangannya. Lalu mencari sumber masalah insiden kecelakaan itu.
"Subhanalloh mas!" Lisna kaget ternyata Danar mengejarnya.
Danar merebut tas Lisna dan mengambil dompet yang tersimpan didalam tas tersebut. Mengambil dua lembar uang kertas berwarna merah, lalu melempar tas itu kembali ke tubuh Lisna.
"Nih ambil!" Danar menaiki motornya dan berlalu tanpa dosa.
"Dasar nggak tau adab! Nggak diajarin sopan santun ya! Kualat kamu mas nyakitin bini sendiri!" Rahmah mencaci Danar dengan sumpah serapah. Rasanya marah, kesal, sedih pokoknya campur aduk.
"Mah, kita ke klinik ya. Itu tanganmu kayaknya perlu diobatin deh." Lisna mengangkat motor dan menyetandarkan ke tepi jalan. Untung gang masuk ke kantor Lisna sepi. Jadi tak banyak yang tau dan tidak mengganggu perjalanan.
"Nggak usah lah mba. Cuma luka gini aja. Nanti dikantor kasi Betha***ine aja." Lisna mengibas-ibaskan tangannya yang pasti terasa perih, dan pegal.
"Yakin kamu nggak mau ke klinik?" Lisna mengambil alih kemudi. Menstarter motor Lisna.
"Iya mba, nanti sore aja ke tukang urut biar diurut aja. Kayaknya keseleo aja nih tangan. Pegel." Rahmah masih mengibas-ibaskan tanganya sambil meringis-ringis menahan sakit.
"Ya udah nanti sore aku anterin ya. Tak temenin sekalian deh." Setelah Rahmah naik ke boncengan Lisna melajukan motornya.
Hanya butuh beberapa menit mereka sudah sampai.
"Itu kelakuan suamimu mba?" Rahmah membuka pintu kantor lalu menuju kotak p3k dipojok lemari berkas.
" Udah lah nggak usah dibahas. Sarapan yuk. Aku laper." Mengeluarkan nasi uduk dan gorengan ke atas meja.
"Nggak selera aku mba inget kelakuan mas Danar tadi. Kelewatan tu orang. Jadi ini yang bikin mba Lisna pengen pindah kantor cabang? Itu juga yang bikin mba Lisna selama ini diem dan banyak melamun." Rahmah menyalakan AC dan duduk mendekati Lisna.
"Makan dulu, nanti pingsan kamu." Lisna mengalihkan pembicaraan dan asik memakan nasi uduknya.
"Bisa lahap makan ya? Suami kamu tuh nggak normal lho mba?" Rahmah merebut sendok yang kupegang dan ikut makan nasi uduknya.
"Yang nggak normal kamu mah. Bilang nggak nafsu makanan orang direbut dimakan juga." Lisna menyenggol bahu Rahmah. Dan mereka tertawa bersama.
"Assalamualaikum."
Tiba-tiba ada yang nongol di depan pintu dan mengucap salam. Rahmah dan Lisna menengok bersamaan
"Waalaikumussalam" mereka menjawab serentak.
"Iya, cari siapa mas? Ada yang bisa kami bantu?" Rahmah dengan santun menyapa sang tamu ya g ternyata seorang kurir.
"Ini mba ada kiriman paket atas nama Lisna Andira. Alamatnya dikantor ini." Menyerahkan paket kepada Rahmah.
"Mba paketmu." Menyerahkan ke Lisna.
"Eh, aku nggak ada pesen paket tuh. Apaan ya? Dari siapa mas? Coba cek pengirimnya?"
Rahmah mengecek alamat pengirim tapi tak ada nama pengirimnya.
"Ada nomer telfon ya itu mba, coba dihubungi aja. Saya minta tanda tanganya aja biar tanda bukti bahwa paket sudah mendarat dengan aman." Si kurir tersebut menyerahkan kertas dan menyodorkan ke tangan Lisna.
Selesai menandatangani kertas tersebut kurir pun pergi. Lisna masih mengamati kotak berwana abu-abu itu dan mencari-cari siapa gerangan yang mengirimkan paket untuknya itu.
"Siapa ya? Nomornya.. hah! Itu"
*****Hayoo, siapa ya yang mengirimi paket Lisna..