Follow akun penulis sebelum membaca ya teman, subscribe ya, biar dapat pemberitahuan saat bab baru terbit. Kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu penulis bertumbuh. Terimakasih sudah membaca cerita receh aku ???
Lisna merebahkan dirinya ke kasur setelah selesai mandi. Suaminya belum juga pulang, entah pergi kemana tadi ia. Setelah merampas uang Lisna, Danar tak ada kabar lagi. Tiba-tiba Lisna teringat akan paket yang ia dapat tadi sewaktu di kantor. Gegas ia bangun dan mengambil bingkisan itu. Sebuah kotak, tidak terlalu besar. Tapi terbungkus rapi dan sangat cantik.
"Apaan ya isinya" tangan Lisna mulai membuka pembungkus kotak itu. Lalu membuka dan terlihatlah isi kotak tersebut. Mata Lisna melotot melihatnya, menutup mulutnya yang ternganga dengan telapak tangannya.
"Hah, apa ini? Siapa yang mengirim?" Sebuah kotak kecil pembungkus perhiasan. Lisna mengambil dan membukanya. Makin terkejut Lisna melihat isi kotak perhiasan tersebut. Ada kalung emas berliontin berlian dan gelang dengan ukiran namanya. Ia mengambil dengan jarinya. Hatinya tertegun. Nampak dibawah ada kertas kecil yang terselip. Lisna mengambil kertas itu.
"Andika?" Ada yang menghangat di relung hatinya. Ternyata seseorang yang mungkin sampai detik ini masih menyayangi Lisna dengan tulus. Tak ada kata-kata yang tertulis dari kertas mungil itu. Hanya nama saja, tapi masih ada kotak lagi yang agak besar dari kotak perhiasan itu. Lisna mengambilnya lalu membuka. Menatap tajam isi kotak tersebut. Sebuah STNK dan BPKB kendaraan juga sebuah kunci rumah. Lisna mengambil STNK itu dan mengamati tulisan yang tertera. Ada namanya, lalu membuka BPKB pun sama.
"Ah Andika" Lisna menatap satu persatu barang-barang itu. Lalu menyimpan kembali.
'harus disimpan di tempat yang aman. Tidak bisa disini. Em, dimana ya' batin Lisna. Matanya menyisir ruangan.
"Tidak akan aman kalau disini. Apa aku titipin saja ya. Tapi ke siapa?" Lisna mengerutkan keningnya. Alis tebalnya menyatu, sedikit memejamkan matanya Lisna berfikir.
"Kalau aku pakai, masa Danar pasti akan curiga. Bukan hanya itu, bisa saja ia mengambil dengan paksa untuk kemauannya sendiri." Lisna bergumam sendiri.
"Rahmah. Iya, hanya dia yang bisa bantu." Lalu hendak berdiri, tiba-tiba ada yang jatuh dari kotak itu lagi.
"Eh, masih ada kotak lagi? Apa ya?" Lisna memungutnya dari lantai tanah itu. Kotak persegi panjang yang ada gambar ponsel. Membolak balik kotak itu, rasa penasarannya pun menuntun Lisna untuk membukanya.
"Maa syaaAlloh, ini keluaran baru. Mimpi juga tidak aku bisa beli yang begini" mata Lisna menghangat, ada bahagia menjalar di qalbunya. Kenapa Andika masih begitu perhatian padanya. Meski ia telah meninggalkan Andika bahkan melukai perasaannya karena menolak dan menikahi pria lain. Tapi ia masih juga memberikan perhatian untuk Lisna. Tangan Lisna mencari tombol power ponsel itu dan memencetnya. Layar ponsel mulai menyala, ada gambar Lisna yang muncul disusul tulisan 'cinta abadi untuk selamanya' ah batin Lisna mulai perih membacanya.
"Andika, kenapa begini sih. Kamu mengacaukan perasaanku" tak terasa menetes juga air mata itu. Perih, iya sangat perih. Lisna tidak menyadari betapa Andika tulus mencintainya. Tangannya reflek memeluk benda pipih itu, erat sangat erat.
"Berdosakah aku Robb? Aku tak bisa menahannya? Ampuni ya Alloh?" Air mata itu semakin deras. Ia menatap lagi layar ponsel itu. "Tapi aku tak bisa mempergunakanmu, atau belum bisa aku pun belum tahu" hati dan pikiran Lisna di buat kacau oleh perang batinnya.
"Ah sudahlah, aku harus menyimpannya." Lisna meletakkan semua benda itu ke atas balai. Lalu mengambil tasnya dan mencari buku kecil miliknya. Iya, karna ponsel Lisna di ambil Danar ahirnya ia menyimpan nomor ponsel teman serta sahabatnya ia ke dalam Buku kecil. Ia membuka dan mencari nama Rahmah. Setelah ketemu ia menghubungi sahabatnya itu. Tak lama tersambung juga.
"Assalamualaikum? Siapa ini?" Suara dari seberang ponsel menyapa Lisna.
"Mah, bisa kerumah tidak? Urgent. Pelase? Sekarang ya?" Lisna langsung ke pointnya.
"Aku baru selesai mandi mba?" Jawab Rahmah.
"Ya makanya buruan. Aku tunggu. Tidak pakai lama! Titik!" Tanpa aba-aba Lisna mematikan ponselnya. Gegas merapihkan lagi kotak-kotak itu. Lalu membungkusnya lagi. Mematikan ponsel yang ia genggam lalu memasukkan lagi ke kotaknya. Beberapa menit kemudian Rahmah datang.
"Mba? Mba Lisna?" Rahmah memanggil-manggilnya.
"Iya tunggu sebentar" Lisna memasukkan kotak itu ke dalam kantung paper bag miliknya. Lalu membawa keluar menemui Rahmah yang sudah duduk di atas balai di teras gubuk.
"Mah, aku ngrepotin lagi ya. Ini, tolong simpan. Aku tidak ada tempat aman untuk menyimpannya" kata Lisna.
"Isinya apa mba? Dari siapa sih mba? Penasaran aku" Rahmah membuka paper bag itu. Lisna menahannya.
"Ish, tidak sopan" Lisna menjitak kepala sabahatnya itu.
"Ye, kalau bom gimana? Meledak dong nanti di aku. Siapa yang kena? Kan aku. Haha" Rahmah tertawa.
"Yang pasti itu barang berharga mah, kalau aku punya tempat aman aku simpan sendiri. Tolong ya?" Lisna menatap Rahmah sendu.
"Iya iya mba Lisna cantik" Rahmah mencolek hidung sahabatnya itu.
"Besok aku jemput ya" kata Lisna. Karna besok ada kegiatan kantor yang mengharuskan Lisna ikut dan menginap di hotel selama sepekan.
"Siap Bu Lisna?" Jawab Lisna.
"Aku pulang ya mba. Bentar lagi gelap. Serem di sini Deket jurang. Nanti aku di culik sama harimau ganteng bagaimana coba?"
"Buaya darat banyak tuh di pondok milik pak tua" mereka tertawa. Setelah Rahmah tak terlihat Lisna kembali ke gubuk.
Ia mempersiapkan beberapa baju ganti untuk di bawa besok. Setelah memasukkan ke dalam koper kecil Lisna meletakkan di atas meja. Supaya terlihat mengantisipasi kelupaan. Baru saja duduk terdengar deru motor berhenti di pelataran. Gegas Lisna keluar dan mengecek siapa yang datang.
"Mas, baru pulang?" Sapa Lisna ke Danar.
"Hm" jawab Danar datar.
"Sudah makan mas?" Tanya Lisna lagi.
"Sudah" jawab Danar lagi.
"Mau mandi atau.." belum selesai Danar sudah membentak Lisna.
"Berisik banget si kamu. Bisa diam tidak! Capek tau! Sana-sana pergi!" Danar mendorong tubuh Lisna kasar. Sehingga mengakibatkan Lisna terjatuh ke lantai. Lisna menatap suaminya perih.
"Kenapa si mas? Perasaan dulu tidak seperti ini? Ada apa? Kamu menyesal mas menghalalkan aku?" Dengan mata mengembun Lisna memberondong pertanyaan yang memang sudah menumpuk sesak di d**a. Baru hampir sebulan mereka menikah, tapi sudah begini. Lisna merasa ada yang salah dengan pernikahannya.
"Iya! Sangat menyesal! Puas kamu! Sudah sana aku mau tidur!" Tanpa beban Danar mengatakan semua itu. Lisna terduduk di samping Danar yang sudah terpejam. Air matanya tak lagi terbendung. Hatinya luluh lantah, hancur lebur menjadi butiran debu. Jantungnya berpacu lebih cepat. Napasnya memburu sesak dan menghimpit d**a.
"Maksud kamu apa mas? Apa salah aku?" Lidahnya kelu berbisik sendiri. Menekan dadanya yang terasa kian sesak. Lisna tergugu dalam Isak. Lelakinya berubah, begitu drastis. Di pernikahan yang baru seumur jagung ia sudah di acuhkan oleh suaminya.
Lisna ke kamar mandi mebasuh wajahnya, mengambil wudu dan pergi ke mushola. Masih dengan isak-isaknya Lisna melangkah lemah. Sudah terdengar kumandang adzan, Lisna mempercepat langkahnya.
Di pintu mushola ia bertemu dengan bulek Tati. Lisna tersenyum menyapanya. Lalu bergegas melaksanan sholat dua rokaat tahiyatul masjid.
Berbarengan dengan suara iqomah Lisna menyelesaikan sholatnya. Lalu berdiri untuk ikut berjamaah sholat Maghrib.
***
Semua jamaah telah pulang, tinggal Lisna sendiri di mushola. Ia sengaja tak segera pulang, ia ingin menenangkan hatinya yang melebur bagai debu. Ia mengambil Al Qur'an dan membacanya. Air matanya luruh tak terhenti, suara isaknya terdengar menyayat qalbu.
Ia menghentikan bacaannya ketika pundaknya ada yang menyentuh. Lisna menolehnya, matanya membelalak melihat sosok yang tiba-tiba hadir di belakangnya.
"Kamu....?
★★ bersambung