Jorge mengajak sang Ibu keluar dari apartmennya, tapi sebelum itu ia harus meminta nomor ponsel Vella dulu karena ritual mengeluarkan lendir nikmat belum selesai tadi.
Setelah sang Ibu keluar dari pintu kamar, Jorge segera menutup dan menguncinya.
Brak!
"Lho, Ge! Mama kok di tinggal lagi. Ayo buka pintunya! Ge... Gege...!" teriak sang Ibu dari luar pintu sambil menggedornya berulang-ulang kali.
"Bentar, Ma! Gege mau ke belakang dulu bentar! Mau pipis!" teriak Gege asal membalas perkataan Ibunya.
Segera ia pun secepat kilat merunduk dan menghampiri Vella yang sedang bersembunyi di bawah tempat tidur.
"Sayang, aku minta nomor ponsel kamu. Kalau aku kangen biar aku bisa hubungi kamu. Ayo, cepat bilang kamu simpan di mana handphone mu? 'Tuh si Mama udah teriak-teriak kebakaran jenggot," bisik Jorge.
Vella pun merogoh saku celananya, dan mengambil benda pipih itu dari sana.
"Pantesan aku cariin tadi nggak ketemu. Ternyata di saku celana toh? Ya udah sini," seru Jorge mengulurkan tangan dan mengambil ponsel gadis berbibir tipis itu.
Vella masih berada di kolong tempat tidur, dan Jorge pun dengan cepat menekan sejumlah angka yang merupakan nomornya ke aplikasi telepon Vella.
Ia lantas menekan simbol gagang telepon, lalu tak sampai lima detik handphonenya pun berbunyi, dan menampilkan nomor ponsel Vella.
"Nih. Makasih ya, Sayang? Nanti sampai rumah, aku hubungi kamu. Jadi jangan tidur dulu. Aku masih kangen sama kamu. Ya, udah. Aku pulang dulu, Sayang."
"Hati-hati, Ge," balas Vella ikut berbisik.
"Kok hati-hati aja? Kiss-nya mana?"
"Ck! Nanti ketahuan, Ge!" rungut Vella.
"Nggak. Cepetan kamu dekat-dekat sini dong. Aku mau kiss dulu tau!"
Vella membuang nafas kasar, lalu mendekat ke tempat Jorge dan ciuman singkat ala kadarnya pun terjadi di sana.
"Ughhh... Bibir atas ciuman, malah junior gue yang kenceng. Ck! Dasar nih junior!" batin Jorge dalam benaknya.
Kemudian Jorge beringsut bangkit berdiri lalu menuju pintu kamar, di sana sang Ibu memperlihatkan wajah masamnya.
"Kamu ngapain sih, Ge? Pipis aja pakai di kunci segala! Terus tadi bisik-bisik sama siapa, hah?" omel sang Ibu hendak membuka pintu kamar kembali.
"Sudah, Ma! Ayo pulang! Gege ngantuk, Ma! Udah capek semua badan Gege nih. Itu tadi Gege telepon Nindi. Habis itu anak di titipin pesan sama Mama malah nggak disampaikan. Emosi lah Gege, Ma, " bohong Jorge sembari mengapit lengan Ibunya menuju pintu apartemen.
Mereka pun menutup pintu tersebut, tanpa menguncinya karena untuk masuk ke sana tentu saja hanya perlu memasukkan beberapa angka di panel yang berada di pintu apartemen.
Ibu cerewet dan anak semata wayangnya itu lantas masuk ke dalam lift, dan bergerak menuju ke lantai dasar.
"Apes banget malam ini! Udah junior gue masih kenceng belum nyembur, egh si Mama bawel aja! Gemes lama-lama gue sama Mama! Arghhh..." rutuk Jorge dalam hati.
Setibanya di luar gedung, mereka bertemu dengan Pak Tono. Jorge hendak melangkah menuju ke mobil sport miliknya, namun sang Ibu cepat-cepat menahan lengannya.
"Heh! Mau ke mana? Kasih kunci mobil kamu itu ke Pak Tono. Mama nggak mau kamu ajak kebut-kebutan! Biar kamu bawa mobil Mama aja," seru sang Ibu, "Pak Tono, tukeran mobil sini!" lanjutnya memanggil sang Sopir.
"Ck! Apaan sih, Ma. Gege nggak ngebut kok nanti! Lagi juga kenapa sih Mama nggak sama Pak Tono aja?" gerutu Jorge benar-benar frustasi dengan sikap protektif Ibunya.
"Lha! Pake nanya lagi kenapa? Ya, biar kamu nggak kabur lah. Lagian tuh Mama pakai mobil baru kali. Bukan mobil yang kata kamu nggak enak persnelingnya kemarin. Tuh, liat sana! Papa yang belikan," tunjuk Ibu Jorge ke arah Mercedez Benz terbaru miliknya.
"Cih, gaya banget si Mama. Pantesan tadi Gege nggak lihat pas Mama di basement kantor. Ternyata pakai mobil baru toh?" kekeh Jorge pada akhirnya.
"Iya dong! Di pikir kamu aja yang pinter bohongin Mama? Mama juga bisa dong," celetuk Ibu Jorge membuat mereka bertiga terkekeh.
Laki-laki dua puluh lima tahun itu pun pada akhirnya pasrah, lalu berbalik menuju ke mobil baru sang Ibu. Setelah sebelumnya ia sudah lebih dulu menyodorkan kunci mobil sport miliknya pada Pak Tono.
Selama perjalanan pulang, Jorge tidak berbicara sepatah kata pun pada Ibunya. Pikirannya hanya tertuju pada wajah cantik Vella, dan ingin buru-buru sampai ke rumah untuk menghubungi gadis itu.
Setengah jam berlalu dan sampailah Jorge bersama Ibunya di rumah.
Dengan wajah muram Jorge menuju kamar dengan membanting pintu keras.
BRAK!
"Kenapa Gege, Mam?" tanya sang Ayah sambil menyibak koran yang sedang dibacanya.
"Biasa, ngambek! Karena Mama suruh pulang. Dia tadi di apartmentnya, Pap! Mama takut dia pesen cewek bayaran lagi, makanya tadi Mama ikutin dia dari pulang kantor," jelas Ibu Jorge pada Suaminya.
"Lagian si Mama, anak udah gede masih aja di kuntit. Udah lah, Mam! Biarin tuh anak mau tidur di mana terserah dia," kata sang Ayah menenangkan Istrinya.
"Tapi Mama nggak suka, Pa. Anak kamu itu suka pesen cewek-cewek nggak jelas gitu. Nanti kalau keterusan terus hamil gimana? Apa kata temen-temen arisan Mama, masa Mama punya menantu nggak jelas asal usulnya? Terus kalau ternyata apes, ketemu sama cewek penyakitan dan ketularan HIV juga gimana? Anak kita itu cuma satu aja ya, Pap! Mama nggak mau hal mengerikan kayak begitu terjadi dalam hidup Gege!" tegas Ibu Jorge melenggang ke kamarnya.
Sementara itu di dalam kamar, Jorge langsung mengeluarkan ponsel dan segera mencari nomor ponsel Vella. Ia ternyata bukan ingin mendengar suara Vella, tetapi ingin melakukan video call dengan gadis itu.
Tuttt... Tuttt... Tuttt...
Sedetik kemudian muncullah wajah Vella pada ponsel Jorge.
"Halo, Sayang? Belum tidur 'kan?" tanya Jorge, menatap wajah Vella lekat-lekat di ponselnya.
"Belum, Ge. Nungguin telepon dari kamu, katanya tadi di suruh jangan tidur dulu karena kamu mau telepon, kan?"
"Hemmm... Iya, Sayang. Gitu deh. Soalnya yang tadi belum kelar, Sayang. Nih si junior masih tetep kenceng. Sakit banget kepala aku," ucap Jorge dengan wajah memelas.
"Terus gimana, Ge? 'Kan aku lagi jauh sama kamu sekarang," jawab Vella polos.
"Kamu telanjang, ya? Terus emutin ibu jari kamu sambil ngebayangin itu junior aku. Mau ya, Vel? Aku udah nggak tahan nih. Kepala ku nyut-nyutan terus kalau si junior belum nyembur. Seriusan deh, Sayang. Nanti malah jadi kanker prostat kayak yang ada di video Youtube kemarin lagi. Kamu nggak mau 'kan aku sakit itu, Sayang?" rengek Jorge.
"Terus kamu ngapain aja nanti, Ge? Emang liat aku telanjang gitu junior mu bisa nyembur sendiri, ya?" tanya Vella dengan nada polos.
Seketika Jorge pun terkekeh dengan pertanyaan gadis itu.
"Oh, aku. Nanti aku nanti mau keluarin sendiri pakai tangan aku sih. Habis kepepet. Mama udah nyeret aku pulang ke rumah. Kalau nggak, ya lebih nikmat kamu keluarin langsung lah kayak biasanya. Jadi sambil liatin kamu telanjang, nanti aku buat si junior nyembur. Mau 'kan, Sayang? Besok pagi baru kamu manjain junior aku deh kayak tadi. Habis si junior ini ketagihan sama bibir tipis kamu terus tau," jelas Jorge dengan serangkaian rayuan gombalnya.
Vella pun terkekeh mendengar perkataan sang CEO yang terdengar konyol di telinganya itu. Dalam hati Vella tak menyangka jika pria yang baru ia kenal, ternyata sangat maniak seks. Dan ia bisa apa selain menurut demi impian duduk di bangku kuliah.
"Sayang! Kamu ngelamun? Ayo dong, Sayang. Kita mulai sekarang, ya?"
Jorge segera membuka celana bahannya dan mulai mengurut juniornya perlahan, sembari menunggu Vella melepas pakaiannya.
Setelah Vella melepas semua pakaiannya, ia pun mulai beraksi. Gadis itu mulai mengulum ibu jarinya sendiri.
Di seberang ponselnya, Vella melihat Jorge juga sedang mengurut si junior.
"Achh... Sayang..." erang Jorge menatap Vella yang sedang mengulum ibu jarinya, "Sayang, buka kaki kamu lebar-lebar dong. Aku pengen liat punya kamu! Ughhh..." racau Jorge tak berkedip menatap betapa indahnya tubuh Vella.
Gadis itu pun hanya menurut saja, lalu menyusun bantal menjadi dua untuk menyimpan ponsel agar dua tubuhnya bisa terlihat semua oleh Jorge di seberang sana.
"Udah nih, Jorge. Terus aku ngapain lagi?" tanya Vella kikuk.
"Sedot ibu jari kamu, Sayang. Terus tangan yang satunya lagi pegangin punya kamu, ya?" Jorge mulai mengajari.
Lagi-lagi Vella menuruti perkataan Jorge dan kini layar ponsel Jorge tengah menampilkan bagaimana cantiknya tubuh Vella di mata sang CEO.
"Ughhh... Merah banget punya kamu, Sayang. Bulunya juga tipis gitu lagi. Oughhh... Si junior kayaknya makin ketagihan deh sama kamu, Vel. Nanti kapan-kapan aku juga pengen jilatin punya kamu boleh ya, Sayang? Achhh..." racau Jorge terus mengurut juniornya lebih cepat.
"Kamu nggak jijik, gituin punya aku, Ge? Kemarin 'kan kesepakatan kita nggak gitu!" gerutu Vella.
"Ya emang aku nggak doyan berhubungan intim, Sayang. Soalnya aku sendiri nggak pernah masukin si junior ini ke lubang mana pun. Tapi sama kamu lain kali, Vel. Aku 'kan pengen lihat kamu mendesah-desah gitu," Jorge terkekeh, sembari mengedipkan sebelah matanya.
Vella tidak membalas perkataan Jorge yang menurutnya semakin hari semakin frontal itu. Namun kedua pipinya bersemu merah dan geleyar rasa aneh pun bermunculan di hatinya
"Vel, tangan aku capek nih. Si junior nggak mau nyembur juga. Dia kayaknya cuma mau nyembur sama bibir kamu deh. Besok aja pagi-pagi sebelum ke kantor, aku mampir ke apartmen dulu, ya? Biar kamu bisa puasin aku sampai si junior lemes lagi. Nggak apa-apa 'kan, Sayang?" ucap Jorge terlihat sangat letih.
"Iya, Ge! Besok aja deh."
"Ya, udah. Sekarang kamu tidur ya, sayang? Tapi besok itu puasinnya dua kali, karena tadi 'kan si junior belum nyembur. Gimana?"
"Ck! Kamu tuh banyak maunya, ya? Sekali aja belum tentu keluar, malah minta dua kali. Gimana kalau pas lagi gituan, Mama kamu datang? Pasti nggak bisa keluar lagi 'kan si junior tuh?" kekeh Vella meledek.
"Yeee... Jangan gitu dong doainnya. Bisa mati muda nih aku kalau si junior nggak nyembur-nyembur," jawab Jorge memberengutkan wajahnya.
Tak ayal, Vella semakin keras menertawakan Jorge. Namun kali ini sang CEO pun ikut tertawa, membayangkan bagaimana nasibnya jika besok sang Ibu benar-benar melakukan hal yang sama seperti tadi.
"Ya, udah deh. Met bobo, Sayang. Good night and sweet dream."
"You too. Bye-bye..."
Klik
Sambungan ponsel pun terputus dan Jorge kembali menenangkan si junior yang masih tegang.
"Kamu sabar dulu ya, junior? Besok pagi kamu nyembur sampek dua kali kok. Tadi kamu dengar sendiri 'kan si bibir tipis itu mau hisap kamu dua kali?" ucap Jorge terkekeh, sembari mengelus juniornya.
Ia lantas masuk ke kamar mandi, dan berniat menguyur tubuhnya dengan air dingin agar si junior kembali melemas.