Arloji mahal dengan merek Rolex yang melingkar di pergelangan tangan Jorge itu, kini sudah menunjukkan pukul 19.45 WIB.
Ponsel Jorge terus saja berdering, namun ia sama sekali enggan untuk mengangkat panggilan telepon yang diketahui ternyata dari Ibu kandungnya sendiri.
Sekali lagi ia terus memfokuskan dirinya pada tumpukan berkas yang berada tepat di depan mata. Sampai pada akhirnya arloji mewah tadi terus berputar dan kini telah membawa waktu menjadi pukul 21.23 WIB.
"Huft... Akhirnya kelar juga nih kerjaan. Bisa ketemu sama Vella deh kita. Benar 'kan, junior? Kamu masih mau nggak ketemu sama bibirnya Vella yang udah jadi couple mu itu?" gumam Jorge dan si junior pun sedikit mengeliat di bawah sana.
Tak ayal, kekehan keras pun keluar dari pita suara Jorge. Dan ia segera membereskan tumpukan berkas tersebut.
Ponselnya ia masukkan ke bagian dalam saku jas hitam yang baru saja ia kenakan, lalu ia beralih mencari kunci mobil sport dan sedikit mengecek wajahnya di cermin wastafel.
"Hem, tetap ganteng kok. Nafas? Huhhh..." gumam Jorge menghembuskan nafasnya dengan keras ke telapak tangan, "Emmm... Kurang wangi, kumur-kumur aja deh pake mouthwash," cicitnya sembari mengambil obat kumur.
Lalu setelah tiga menit berlalu, ia pun melenggang dengan penuh percaya diri keluar dari ruangannya.
Ketika melintas di depan meja kerja sang Sekertaris, Nindi sempat terpaku dengan wangi fresh yang timbul dari tubuh Jorge. Sampai-sampai ia lupa mengabarkan jika Ibu kandung Jorge tengah menunggunya di basement untuk pulang bersama.
Alhasil ketika sampai di bawah, Jorge sama sekali masa bodoh berjalan menuju ke mobil sportnya. Dan hal tersebut tentu saja membuat sang Ibu geram.
"Mau ke mana lagi anak itu! Bukannya aku udah nitip pesan sama sekertarisnya kalau aku ada di sini? Apa si cewek genit itu nggak kasih tau?" batin Ibu Jorge, bertanya-tanya.
"Mau ke mana kita, Nyonya?" tegur Pak sopir saat melihat mobil Jorge sudah keluar dari basement.
"Ya di ikutin lah, Pak Tono! Malah diam aja. Cepet nanti ngilang lagi tuh anak!" perintah sang Nyonya.
Maka mobil Jorge pun dimata-matai oleh mobil baru Ibunya, hingga sampailah mereka semua ke sebuah pelataran parkir bangunan megah, tempat di mana Jorge juga memiliki beberapa unit hunian di berbagai cluster-nya.
"Ngapain dia ke sini? Bukannya tadi siang sudah aku suruh pulang ke rumah? Kok malah mau nginep di apartemen? Kayaknya ada yang nggak beres nih," batin sang Ibu mulai curiga.
"Nyonya mau turun atau mau--"
"Sssttt... Diem dulu, Pak Tono! Saya lagi telepon Pak Gege nih. Awas sampai kita ketahuan ada di sini, kamu saya pecat nanti!"
"Astaga! Ampun, Nyonya."
"Ya, makanya diem. Ribut aja dari tadi nih orang satu," kesal Ibu Jorge.
Tuttt... Tuttt...Tuttt...Tuttt...
Sambungan telepon terus saja terhubung, hanya saja Jorge sama sekali tidak mau merespon telepon tersebut.
"Sialan ini anak! Kenapa lagi handphonenya nggak di angkat-angkat sih?"
Pada akhirnya wanita paruh baya itu pun memilih untuk diam sembari sesekali melihat ke arah jam tangan di pergelangan.
Sementara itu di tempat lain, Jorge dengan langkah gembira sudah berada di lantai tempat salah satu unit apartemennya berada.
Dengan percaya dirinya ia menekan tombol yang ada di panel pintu apartemen, namun lagi-lagi tak ada tanda-tanda berhasil akan ia dapatkan.
"Ck! Kenapa sih kok nggak bisa kebuka juga nih pintu sialan?! Perasaan nomornya bener, kan?" gerutu Jorge dengan kesabarannya yang mulai menipis.
Setelah dua kali mencoba kembali, akhirnya Jorge pun menyerah. Lalu sibuk menekan tombol bell yang juga berada dalam rangkaian panel di pintu apartemen tersebut.
Tak sampai satu menit berdiri, maka terbukalah pintu tersebut bersama dengan wajah mengantuk Vella di sana.
"Gege?!" kaget gadis itu melihat siapa yang datang.
Raut wajah bingung yang menggemaskan di mata Jorge pun berhasil membuat rasa kesal sang CEO muda itu terbang entah ke mana, tergantikan dengan letupan ekspresi kegembiraan.
"Hai, boleh kan aku masuk ke dalam?" tanya Jorge kikuk.
"Egh! Ya, boleh dong. Ini 'kan apartemen kamu, kok pakai izin segala. Ayo, masuk?"
"Kalau gitu geseran dikit dong, Vel. Apa mau aku tabrak aja nih?" kekeh Jorge, dan Vella pun tersenyum lucu mendengarnya.
"Maaf," sahutnya segera bergeser dari pintu.
Keduanya kini sudah melangkah menuju ke ruang tamu dan saat Vella hendak terus melangkah, tubuhnya tiba-tiba saja bertabrakan dengan d**a bidang Jorge.
"Auwww...! Ge?"
"Aku kangen, Vel. Kangen banget."
"Iya, tapi-- Hemphhh..." sahut Vella tercekat ditenggorokan.
Hal itu tentu saja karena Gege sudah mencuri ciuman di bibir sang gadis. Dan setelah gigitan halus yang ia hadiahkan untuk bibir bawah Vella, barulah ciuman sepihak itu berubah menjadi pagutan liar dengan aksi saling melilitkan lidah.
"Hemphhh... Hemphhh..." berontak Vella memukul d**a bidang Jorge setelah paru-parunya kehabisan nafas.
Jorge yang tidak rela pun pada akhirnya melepaskan bibir candu Vella, namun kedua tangan pria itu dengan sigap mengangkat gadisnya menuju ke dalam kamar.
"Geee... Kamu mau apa?" tanya Vella masih terkejut dengan tingkah Jorge.
"Aku kangen, Sayang. Kenapa? Nggak boleh?" Jorge balik bertanya.
"Ya, tapi 'kan ini udah malam. Kamu mau nginap sini? Kalau iya, aku tidur di kamar sebelah aja ya? Soalnya 'kan perjanjiannya nggak pake acara nusuk-nusuk segala, kan?" sahut Vella dengan mata terbelakaknya.
Tawa keras Jorge pun terdengar akibat perkataan Vella, sampai-sampai dua titik air ikut keluar dari sudut matanya.
"Ck! Kok malah ketawa sih! Maksud kamu datang ke sini tuh apa sih, Ge?" kesal Vella.
Jorge yang baru saja berhenti terpingkal pun segera menarik satu telapak tangan Vella menuju ke pangkal pahanya, dan di sana tentu saja si junior sudah semakin mengeras.
"Junior aku yang kangen sama bibir tipis mu ini, Sayang. Jadi udah tau 'kan apa yang harus kamu lakukan buat ngobatin rasa kangennya si junior?" jawab Jorge memainkan dua alis matanya naik turun.
Blushhh...
Semburat merah jambu pun tak dapat lagi ditutupi dari kedua pipi putih Vella yang merona, namun alarm di kepala gadis itu berbunyi seketika.
"Tapi, Ge. Kamu bilang 'kan setiap hari tugas aku cuma bantuin junior kamu ini sekali, kan? Terus kalau sekarang aku bantuin lagi, berarti dua kali dong? Terus kalau besok-besok ternyata sampai tiga atau empat kali? Untung di kamu lah itu namanya. Curang, ich!" celetuk Vella, lagi-lagi berhasil menerbitkan senyum lebar di bibir Jorge.
"Udah, kamu tenang aja. Kali ini aku bayarnya double. Mau, kan? Emangnya kamu nggak kasihan tuh sama dia yang udah dari tadi bilang kangen terus sama bibir kamu? Laki-laki kalau spermanya nggak dikeluarin bisa jadi kanker prostat lho, Sayang. Coba ya kamu lihat nih video penjelasannya di Youtube," sahut Jorge mulai melancarkan rayuan mautnya.
Ia pun segera mengambil ponsel miliknya dari dalam saku setelan jasnya, dan mendapati ponsel itu menyala akibat sang Ibu yang menelponnya.
Segera saja Jorge mereject panggilan tersebut, lalu beralih ke papan pencarian di aplikasi Youtube dan mencari penyebab dari kanker prostat.
Setelah ketemu, dengan cepat Jorge memberi ponselnya pada Vella dan sang gadis pun serius menyimak penjelasan dari video tersebut.
"Tuh! Bener, kan? Laki-laki kalau udah keras kayak gini itu harus segera dikeluarkan spermanya, Sayang. Nanti jadi penyakit. Kamu mau aku penyakitan gara-gara salurannya tersumbat?" rayu Jorge memasang tampang memelasnya.
Melihat hal itu, hati peri Vella pun luluh seketika. Dengan lembut ia membuka gesper kulit, lalu resleting celana berbahan kain yang Jorge kenakan, dan tak lama kemudian muncul juga senjata utama Jorge di sana.
"Hai, Sayang. Aku kangen kamu," lirih Jorge bersuara seperti anak balita.
Ia memegang batang keras itu lalu menggoyangkannya, sehingga Vella pun tak dapat menahan kekehannya.
"Kamu tuh ya, junior. Kayaknya sehari nggak bisa deh kalau nggak keras kayak gini. Nggak kasihan apa sama Tuan kamu?" sahut Vella ikut bersuara seperti yang Jorge lakukan.
"Makanya ayo cepet di hisap, Sayang. Biar si junior nggak nyiksa aku terus. Mau, kan?" perintah Jorge secara halus.
Tak lama kemudian Vella pun berlutut di depan pangkal paha Jorge lalu sepersekian detik kemudian si junior sudah berada dalam rongga mulutnya.
"Oughhh... God! Luar biasaaa... Ughhh... Nikmat banget, Sayanggg..." Jorge mulai meracau tak jelas.
Vella terkekeh dalam hati mendengar seruan nikmat Jorge, dan lima jarinya pun kini ikut membantu mengurut kejantanan itu.
"Ughhh... Sialan! Enakkk... Sayanggg... Oughhh... Yes! Lubangnya dimainin juga dong, Say-- Yeachhh... Kayak gitu! Iyaaa... Oughhh...!" desah Jorge lagi.
Vella terus saja mengoral batang keras itu tanpa memedulikan desahan frontal pemiliknya, hingga lima menit waktu sudah bergulir dan menyisakan gejolak panas yang semakin terasa di sekitar s**********n Jorge.
Sialnya tak lama kemudian suara keras akibat dari gedoran di pintu utama apartemen terdengar di telinga Vella, sehingga mulut dan jarinya pun berhenti bergerak secara tiba-tiba.
"Pop! Ge... itu?"
"Ck! Ini pasti ulah si Jimmy! Mau apa sih tuh orang malam-malam gini datang ke mari?" umpat Jorge.
"Bukan kali, Ge. Jimmy bilang malam ini tuh dia mau ke Depok tempat Emaknya. Jadi nggak mungkinlah yang di luar itu dia. Coba aja kamu telpon nomor handphonenya dulu," sahut Vella.
"Ya udah aku telepon deh tapi kamu hisap lagi dong, Sayang. Kok malah berhenti sih? Si junior tadi padahal udah mau nyembur tuh. Masih mau, kan?" jawab Jorge membelai pipi lembut Vella yang kebetulan sedang mendongak di depan juniornya.
"Iya. Aku bantuin, kok."
Vella pun kembali memasukkan batang keras itu ke mulutnya, namun lagi-lagi suara gedoran pintu membuatnya merasa tak nyaman.
"Geee... Katanya mau telepon Jimmy. Kok malah merem melek aja sih?"
"Maaf, Sayang. Iya ini aku marahin dia nih. Ganggu aja kesenangan orang!" gerutu Jorge menyalakan ponselnya.
Namun alangkah terkejutnya Jorge ketika melihat ada satu notifikasi ponselnya yang berasal dari aplikasi pesan, dan ternyata pengirimnya adalah sang Ibu.
Lekas ia membuka dan membaca pesan tersebut, kemudian terbelalak akibat isi pesan yang lagi-lagi membuat jantungnya hampir copot.
"Sayang, cu-kup Say-- Oughhh... Cukup, Sayang. Mama ku ada di-- Achhh... Mama... di luar, Sayang," racau Jorge, akhirnya berhasil membuat Vella berhenti mengulum.
"Terus gimana, Ge?"
"Mama nggak bisa masuk efek kode pintu apartemen ini kamu ubah. Jadi--"
"Bukan aku yang mau. Itu Jimmy yang kasih saran, katanya emang karena mantan-mantan pacar kamu tahu kode kunci di pintu itu. Jadi pas dia suruh aku masukin angka baru yang aku suka, ya udah aku ikutin aja," potong Vella.
"Iya. Nggak apa-apa, Sayang. Untung juga kamu udah ganti kodenya itu. Tapi sekarang kamu harus sembunyi dulu ya, Sayang. Soalnya Mama bilang mau ketemu sama pengelola apartemen ini di bawah buat tanyain berapa kode baru yang kamu buat tadi."
"Ya! Seriusan ini? Gimana dong? Aku bakalan diomeli ya? Apa di jambak-jambak gitu?" Vella benar-benar ketakutan hingga matanya mulai memerah.
"Nggak sampai jambak-jambak segala, sih. Cuma biasanya cewek bayaran aku yang lain itu suka dimarahin efek di kira mereka godain aku gitu. Ya, udah kamu jangan panik ya? Mendingan kamu sembunyi di... Ah, di bawah kolong tempat tidur aja. Badan kamu kecil 'kan, Sayang. Jadi nggak kenapa-napa kan kalau kamu ngumpetnya di situ?" tanya Jorge menatap sedih ke arah Vella.
Gadis itu segera saja menyeka bibirnya dengan kaos yang ia kenakan, lalu merunduk dan lekas masuk ke kolong tempat tidur.
Sementara itu dari arah luar sang Ibu terus saja menggedor pintu, hingga membuat Jorge semakin gerah, namun ia tak lekas membukakan pintu. Secepat kilat ia memakai kembali celana kainnya, lalu menyisir segala barang-barang wanita yang ada di kamar itu, dan membawanya menuju ke kamar sebelah.
Di sana Jorge segera melempar semua barang-barang Vella ke bawah kolong tempat tidur. Lalu setelah semuanya beres, barulah Jorge berakting di depan sang Ibu.
Ceklek
"Hoammm... Siapa sih yang--"
"Siapa siapa! Siapa apanya, hah?! Kamu ngapain kok sampai ada di sini? Mama 'kan sudah kasih tau sekertaris kamu kalau Mama udah sampai di basement kantor! Kenapa kamu malah ada di sini sekarang? Kamu sama siapa di dalam, hah?! Sama siapa, Gege?!" amuk Ibu Jorge tanpa ampun.
"Lho! Nindi nggak kasih tahu aku kok, Ma. Makanya aku terus ke sini soalnya aku mau istirahat dengan tenang. Habisnya di rumah itu nanti Mama--"
"Nanti Mama apa?! Ngeles aja bisanya! Awas Mama mau masuk! Kalau udah bohong ya bohong aja. Itu sampai kode pintunya di ganti segala! Kalau nggak karena modus mau bohong, apa namanya coba?!" repet sang Ibu mendorong Jorge agar menyingkir dari pintu.
Wanita itu langsung masuk dan memeriksa kamar tidur utama sang Putra, namun ia tak menemukan hal siapa pun di sana.
"Mama mau cari siapa sih sebenarnya? Nggak ada siapa-siapa, Ma! Gege itu datang sendiri dan Mama pasti dari tadi ngikutin mobil Gege, kan? Udahlah kalau Mama mau Gege pulang ke rumah, ya ayo kita pulang sekarang! Gege ngantuk, Ma. Capek seharian kerja itu. Gege mau tenang bukannya mau berantem terus kayak gini!" kesal Jorge menaikan satu oktaf suaranya.
Sang Ibu pun bergidik ngeri mendengar kemarahan sang Putra, hingga akhirnya ia pun dengan cepat melangkah keluar kamar.
"Oke. Ayo kita pulang sekarang! Tapi kalau sampai Mama tau kamu masih ngumpet-ngumpet berhubungan seks sama perempuan jalang di belakang Mama? Bakalan Mama suruh Papa buat coret nama kamu sebagai ahli waris tunggal de Olmo Corporation bersama semua aset milik kami berdua!" ancam sang Ibu begitu sengitnya.