bc

I Love Your Mouth (END)

book_age18+
55.2K
IKUTI
282.5K
BACA
sex
one-night stand
badboy
drama
comedy
sweet
humorous
first love
intersex
like
intro-logo
Uraian

Cinta datang tiba-tiba tanpa bisa ditebak. Kata-kata itu nampaknya kini bernaung dalam perasaan Jorge Luis de Olmo, seorang CEO muda yang sejak dulu selalu menganggap wanita adalah permainan belaka.

Kecintaan pada sesuatu yang menyimpang sejak remaja membuat tersesat dan acap kali salah langkah, hingga waktu mempertemukannya dengan seorang gadis cantik bernama Felicia Vella.

Siapakah Felicia Vella sebenarnya? Mantra apa yang sudah gadis itu berikan pada seorang Jorge Luis de Olmo, sehingga ia tak tertarik dengan yang lain lagi? Lantas, dapatkah keduanya bersama mewujudkan rasa yang membuncah, ketika semua masa lalu buruk dijadikan satu pertimbangan oleh kedua orang tua Jorge Luis de Olmo yang bergelar 'konglomerat' di Ibu Kota Negara?

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 1 - Aku Suka Mulutmu
"Oh, s**t! Ayo, Sayang ... Ugh ... Ini enak banget! Ya, seperti itu, Sayang! Pakai lidahmu! Ough, ssttt ..." desah seorang pria berusia dua puluh lima tahun bernama Jorge Luis de Olmo. Ia terus saja memegangi kepala wanita yang sedang memberikan kenikmatan surga dunia, kesukaannya. Namun, satu insiden tak diinginkan tiba-tiba saja terjadi di sana. "Argh! Sialan, lo! Sakit, g****k!" teriak Jorge yang langsung saja menjambak kepala si wanita pekerja seks komersial tersebut. "Ampun ... Lepaskan! Ampun! Tolong lepaskan—" "Bego! Udah gue bilang jangan pakai gigi, kan? Argh! Kenapa lo masih pake gigi aja, hah?! Lo sengaja, kan biar gue suruh cepat pulang?! Bego banget, sih, lo jadi cewek! Dasar sialan!" amuk Jorge mengeluarkan sejumlah caci dan makian, bahkan ia juga tak segan untuk semakin keras menjambak rambut wanita tersebut. "Argh! Ng-nggak, Om! Gue—" "Cuih! Apa lo bilang tadi? Om? Sejak kapan gue nikah sama Tante lo, hah?!" potong Jorge mendorong wanita itu, hingga terjerembap ke lantai kamar hotel yang dingin. Jorge pun secepat kilat menurunkan seluruh celana berbahan kain, yang kala itu hanya terbuka sebatas lutut saja, dan kembali menjambak rambut si wanita bayaran. "Cepat lo keluarin punya gue sekarang! Isap cepat, g****k! Ough, yes!" teriak Jorge langsung memasukkan kejantanannya di dalam mulut sang wanita. "Emph! Emph!" Wanita itu hanya bisa mengeram dan menahan perlakuan gila Jorge di sana. Tak ingin disiksa lagi dengan sejumlah hal-hal menakutkan, ia pun mengikuti perkataan Jorge, dan berusaha membuka lebar-lebar rongga mulutnya. Dirinya juga menumpu tubuhnya, yang sedang berlutut di depan pangkal paha Jorge dengan kedua tangan. Sementara itu Jorge sendiri, sibuk menjambak rambut panjang sang wanita, dan memaju mundurkan kepalanya seperti seorang hamba yang mendapat hukuman. Sampai menit ke delapan Jorge belum juga merasakan hal nikmat yang sedari tadi ia cari. Namun, pada akhirnya di menit ke Sembilan, pria itu mendesah juga. "Ough ... Yeach ... Jangan pakai gigimu, Sayang! Good! Terus ... Ya! Seperti itu, Sayang ... Ough, yes!" racau Jorge tak karuan. Seluruh ruangan kamar hotel itu, kini hanya berisi teriakkan nikmat Jorge. Ia pun mulai dapat menikmati permainan oral seks yang sejak masa remaja selalu menjadi kegemaran utamanya, tetapi dirinya kembali berbuat kasar pada wanita bayarannya, karena hal yang sama seperti tadi terulang kembali. "Argh! b******k lo! Gue udah bilang jangan pakai gigi sialanmu itu, kan? Kenapa masih aja lo pakai lagi, hah?!" teriak Jorge mendorong sang jalang hingga membentur tembok, "Lo emang sengaja, kan? Lo pengen buat gue marah, kan? Jawab, Bego! Dasar sialan!" Plak! Sampai-sampai satu tamparan terlepas begitu saja dan saat itu juga wanita pekerja seks komersial tersebut pingsan, setelah tubuh kecilnya terlebih dulu membentur tembok. "Heh, bangun! Lo budeg ya? Gue bilang cepetan bangun, Cewek t***l!" bentak Jorge menjamah wanita itu. Namun, Jorge tak juga mendapatkan balasan dari amarah yang sudah dilontarkannya, sehingga sekali lagi ia memuntahkan kekesalannya. "s**t! Dasar g***o setan! Cewek bego begini dikasih ke gue! Lihat aja lo nanti. Gue bakalan hancurin bisnis sialan lo ini!" amuk Jorge yang langsung melangkah ke meja nakas, di samping tempat tidur. Di sana Jorge pun mengambil ponselnya dan mulai menghubungi g***o yang sekitar tiga jam lalu sudah bertransaksi dengannya. Tut tut tut tut tut "Halo, Ko?" "Halo, lo di mana, hah? Cepat bawa cewek bego ini keluar dari kamar ini. Lo tahu apa? Dia pingsan di sini!" sahut Jorge tanpa mau basa-basi, saat panggilan teleponnya sudah tersambung. "Astaga, Ko! Kenapa bisa begitu ya, Ko? Soalnya cewek itu—" "Soalnya apa lagi, g****k?! Soalnya apa yang lo mau bilang ke gue?! Lo tanya kenapa bisa, hah?! Harusnya lo seleksi dulu cewek yang mau lo kasih ke gue, Bego! Ini cewek nggak bisa apa-apa kali! Lo mau cari perkara sama gue, hah?!" bentak Jorge dengan wajah merah padamnya, mengeluarkan semua kekesalannya. Alhasil, dengan gelagapan sang g***o pun secepat mungkin membalas semua complain dari pelanggan tetapnya itu, "Aa..am..pun, Ko. Ane pikir Koko pengen yang perawan. Makanya ane kasih—" Jorge lantas secepat mungkin mencari nomor ponsel wanita janda yang sejak dulu selalu memberi pelayan terbaik baginya. Tut ... Tut ... Tut ... Tut ... Tut ... Tut ... "Astaga! Kenapa lama banget, sih, diangkat telepon gue? Biasanya kalau gue telepon si Mbak Say, cepet gitu deh diangkatnya!" Hanya saja, suara dering-dering panjang saja yang Jorge dapatkan di sana. Mematikan panggilan telepon dengan menekan ikon merah, hal tersebut ternyata tak membuat seorang Jorge Luis de Olmo berhenti sampai di situ saja. "Gue coba sekali lagi deh. Gila aja barang gue udah tegang begini harus main sama sabun hotel terus! Sudah dari kemarin gue di Singapura main sama sabun efek takut diemut sama mulut banci, masa sekarang harus kayak gitu lagi, sih? Ogah banget!" gerutu Jorge sembari terus saja bermain dengan layar ponselnya, menekan kembali nomor ponsel janda yang selama ini selalu menjadi langganannya. Tut ... Tut ... Tut ... "Halo, Ko?" Saat sambungan pun tersambung pada nada dering yang ketika, perasaan lega pun menyeruak ke dalam batin Jorge, bahkan amarah yang sedari tadi meluap tak terdengar lagi. Jorge bersama suara lembutnya membuat wanita di ujung saluran itu mengembangkan seulas senyum manisnya, "Halo, Mbak Mitha cantik ... Mbak cantik ada di mana, sih, sekarang? Aku ada perlu banget nih. Lagi pusing gitu. Di tempat biasa yuk, Mbak? Soalnya aku—" "Aduh ... Maaf banget ya, Kokoku yang paling ganteng? Mbak udah nggak kerja lagi sama Mami Siska, Koko. Soalnya itu, Koko ..." Namun, ketika wanita yang ternyata bernama Paramitha itu mendengar maksud dari sang pelanggan setia, ia dengan cepat memotong ucapannya. Hanya saja entah mengapa ujung kalimat Paramitha terdengar sangat menggantung di kedua indera pendengaran Jorge, jadi ia pun dengan cepat menjawabnya, "Itu apa, sih, Mbakku yang cantik? Lagi ada pelanggan ya? Udah deh disuruh pulang aja tuh laki ya? Nanti aku bakalan bayar tiga kali lipat dari tarif biasanya deh. Mau ya, Mbak Sayang?" "Aduh, Koko ganteng ini. Mau banget deh dikasih duit tiga kali lipat, apalagi duitnya dalam bentuk dolar ya, kan? Hehehe ... Cuma Mbak kali ini beneran nggak bisa banget, Koko Sayang. Bukan karena lagi ada pelanggan, kok, Koko Ganteng. Jadi ceritanya begini. Mbak baru aja menikah gitu, Ko. Jadi suami Mbak udah nggak kasih izin lagi buat kerja yang begituan lagi mulai dari sekarang. Maaf ya, Koko cakep?" Sempat terkekeh sebentar, Paramitha pun kembali menjawab di ujung telepon, bahkan dengan rinci ia memberikan penjelasan pada Jorge tentang status barunya yang sudah menjadi seorang istri. Alhasil, beberapa detik mereka saling sahut menyahut, menjelaskan, dan juga melakukan tawar menawar, "Aduh, Mbak Mitha. Terus junior aku udah berdiri gini harus digimanain dong, Mbak Say? Masa aku harus main sama sabun lagi?" "Hahahahaha ... Ya jangan main sama sabun dong, Koko Ganteng. Cari aja gitu cewek lain yang bisa dipakai mulut sama lidahnya buat emut si junior punya Koko ya, kan? Beres deh, Ko." Jorge menceritakan keadaannya yang sedang super tegang untuk saat ini, tetapi Mitha malah semakin keras menertawakannya, sebelum mencetuskan sebuah ide dari isi kepalanya. Tentu saja hal tersebut sempat membuat Jorge merasa sedikit kesal dan memajukan kedua bibirnya ke depan, tetapi sejurus kemudian ia pun kembali bercerita, "Cari ke mana lagi, Mbak? Lha barusan saya dapat rekomendasi g***o banci dari si Jimmy aja malah dikasih anak perawan kok. Nih, ceweknya masih pingsan di sini." Jorge mengatakan apa yang terjadi pada dirinya, lengkap dengan penjelasan tentang keadaan seorang gadis tak sadarkan diri di dalam kamar hotel akibat ulah gilanya, membuat mulut Paramitha terbuka di ujung saluran telepon. Dengan setengah percaya Paramitha melontarkan pertanya pada Jorge, "Astaga! Kok bisa pingsan gitu, sih? Emang Koko apain aja dia dari tadi di sana, Ko? Koko perawanin—" "Dih, Mbak Mitha! Ya nggak dong! Kan, Mbak tahu sendiri aku cuma suka sama mulut aja. Tadi dia aku paksa oral gitu, Mbak. Mungkin karena baru pertama kali atau gimana, pas aku goyang-goyang kepalanya malah pingsan dia, Mbak." Namun, Jorge dengan cepat memotong ucapan Paramitha, ketika si wanita langganannya menuduh dirinya berbuat terlalu jauh. Laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu memberikan penjelasan panjang lebar yang terdengar masuk akal di telinga, mematahkan semua tuduhan. "Oalah ... Ya udah, Ko. Telepon aja si g***o Banci yang Bang Jimmy kasih tahu tadi, Koko. Suruh dia datang terus bawa deh tuh cewek keluar dari kamar sana ya, kan? Habis itu kasih tahu alasannya apa gitu, Ko. Bilang ke dia, Koko tuh Sukanya diemut aja, nggak suka main kuda lumping. Hahahaha ..." Mencoba untuk mengerti, Paramitha pun kembali membalas ocehan Jorge. Ia memberi saran, tetapi masih saja tawa kerasnya terdengar di ujung sambungan telepon, sukses membuat bola mata sang CEO berputar akibat rasa jengah. Jorge yang juga sedang menahan konak, akibat terus saja melihat pemandangan tubuh tanpa busana milik si wanita pingsan itu, pada akhirnya pun melontarkan sedikit gerutuan, "Ih, Mbak Mitha ini. Malah diketawain akunya." "Lha? Beneran, kan, Ko? Koko kasih tahu aja sama dia apa kebutuhan Koko, biar nanti dia cari ganti sama cewek baru gitu yang udah pro sama acara emut-emutan burung gitu, kan? Hahahaha ... Gitu aja kok repot banget, sih, Ko?" Jujur saja, Paramitha bukan tak paham akan pelanggan setianya itu. Ia sangat tahu akibat jam terbang yang sering bertambah bersama si junior, tetapi dirinya juga tak mungkin mengkhianati janji suci yang sudah diucapkan ketika seorang pria baik-baik melamarnya atas dasar suka sama suka. Mulai merasa bosan dengan perbincangan yang terasa tak ada jalan keluarnya, Jorge pun berniat untuk benar-benar mengakhiri sambungan teleponnya itu, "Bukan repot atau gimana, Mbak Say. Aku kesel aja makanya telepon Mbak Mitha. Ya udah kalau nggak mau bantuin aku tutup aja telepon—" "Eh! Jangan ditutup dulu dong, Ko. Gitu aja marah sama Mbak. Ya sudah deh, Ko. Coba Mbak hubungi teman-teman di tempatnya Mami dulu, ya? Kali aja ada yang—" "Em, Mbak! Mbak punya lowongan pekerjaan ya? Apa boleh saya ikutan ngelamar kerja di tempat kerja itu? Cuma saya hanya lulusan SMA gitu, Mbak. Nama saya Felicia Vella dan ini ijazah saya kalau Mbak mau melihatnya lebih dulu." Namun, ternyata perbincangan telepon itu sejak tadi didengar oleh seorang gadis yang duduk tak jauh dari tempat Paramitha berada dan itu sungguh membuat Jorge sempat tertegun tiga detik lama di sana. Deg deg deg deg ... Tak ayal, secara tiba saja jantung seseorang di seberang telepon nyaris berlari dengan kencang, dan tentu pemiliknya adalah Jorge Luis de Olmo. Suara halus nan lembut Felicia Vella membuat si junior di pangkal paha kembali mengeras, lalu secepat kilat sebuah tindakan pun segera ia ambil sebelum Paramitha mengeluarkan bunyi di pita suaranya, "Mbak Mitha, antarkan aja cewek itu ke tempat aku di sini sekarang. Bisa nggak, Mbak? Bisa ya, Mbak Sayang? Please ..." "Tapi, Ko—" "Tenang aja, Mbak. Aku nggak bakal lupa kok jatah buat Mbak juga. Mau ya, Mbak Mitha Cantik? Punyaku sudah tegang banget nih, Mbak. Dengar suara Mbak aja buat aku semakin tegang, apalagi tambah suara cewek itu tuh. Berasa dikeroyok dua orang aja punya aku ini deh. Ugh!" Paramitha nyaris melontarkan penolakan atas permintaan yang ia rasa sangat konyol tersebut, akan tetapi bukan Jorge Luis de Olmo Namanya jika ia tidak berhasil merayu, dan membuat keinginannya segera terkabul. Mendengar perkataan dari pelanggan setianya seperti itu, Paramitha tentu saja terkekeh keras untuk yang ke sekian kalinya lagi di ujung telepon. Sampai-sampai membuat gadis cantik di sebelahnya sedikit terkejut, tetapi ia terus berusaha menetralisir rasa canggung yang ada dalam dirinya. Puas tertawa, Mitha pun kembali berlontarkan bahasanya di ujung saluran telepon, "Oke deh kalau gitu, Koko Ganteng. Mbak antarkan cewek ini langsung ke sana ya? Nanti di dalam taksi, Mbak jelasin semua sama dia. Maaf ya kalau selesai Mbak jelaskan, eh sampai sana ternyata Mbak cuma sendirian aja efek dia menolak pekerjaan yang Koko ganteng tawarkan. Soalnya cewek cantik ini, kan, bukan saudaranya Mbak Mitha gitu. Kenal aja baru sekarang. Jadi—" "Aduh, Mbak Mitha. Jangan gitu dong. Nggak usah Mbak Mitha yang jelaskan apa yang harus dia kerjakan nanti, Mbak. Biar sampai di sini, aku aja yang kasih tahu. Oke? Nanti benar-benar kabur lagi. Udah tanggung kali, Mbak Say!" Namun, Jorge memilih untuk menyela kalimat milik Paramitha yang menurutnya sangat tidak menguntungkan. Ting tong! Ting tong! Bersamaan dengan ucapan yang keluar dari mulut Jorge barusan, ia juga sedang berjalan menuju ke arah pintu kamar hotel. Suara bel terdengar dua kali banyaknya dan laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu yakin, jika orang di balik sana adalah sang g***o waria. Jorga membuka pintu kamar hotel dan memberi kode pada si g***o bernama Indra itu untuk melangkah ke dalam, "Masuk cepat!" Hanya saja, hal tersebut ternyata sukses membuat Paramitha salah kaprah, "Hah? Apanya yang masuk, Ko? Cewek yang pingsan tadi itu bangun terus minta dipera—" "Aduh, Mbak Mitha Cantik ... Aku bukannya mau perawanin cewek g****k itu, tapi si g***o banci satu ini nih yang sudah datang ke sini, makanya aku suruh dia cepat masuk ke dalam kamar ini, Mbak. Astaga!" Itulah alasannya, mengapa untuk yang ke sekian kalinya, Jorge harus kembali memotong omongan Paramitha. Entah harus menjawab apa pada pikiran konyol yang bergelayut manja di dalam isi kepalanya, Paramitha kembali memberikan tawa kerasnya sekali lagi, sebelum ia membalas kalimat Jorge, "Hahaha ... Oh, gitu? Mbak Mitha kira Koko mau belah duren. Hahaha ... Ya sudah deh kalau Koko maunya si cewek cantik di sebelah Mbak ini jangan tahu dulu. Mbak cari taksi sekarang ya?" Jadi di mana nih alamatnya, Ko?" "Di tempat biasa, Mbak. Nanti aku sms alamatnya ya, Mbak? Sekalian sama nomor kamar hotelnya juga. Intinya sekarang Mbak cari taksi terus cepat ke sini ya, Mbak Sayang?" Sang CEO pun memberi penjelasan singkat. "Siap, Bos. Siap! Bye, Koko Ganteng" "Bye, Mbak Mitha. Cepetan ya datang ke sininya? Jangan singgah ke mana-mana dulu deh." "Beres, Ko. Beres pokoknya mah!" Memuat Paramitha pun tersenyum lebar sembari menjawab perkataan Jorge, sebelum suara pria itu akhirnya hilang dari kedua indera pendengarannya. Paramitha lantas memutar tubuh sintalnya untuk menghadap langsung ke arah si gadis cantik yang sudah menyambar ocehannya dengan Jorge beberapa saat lalu. "Oke! Ko Gege bilang kamu boleh kok kerja sama dia. Jadi, sekarang kamu ikut Mbak ke san— Lho! Baju kamu kok kucel gini, sih, Cantik? Memangnya nggak ada baju lain yang lebih rapi sedikit gitu ya?" Namun, Paramitha sedikit terkejut, ketika mendapati penampilan si gadis yang terlihat tak sedap dipandang mata. Paramitha sangat paham bagaimana selera seorang Jorge Luis de Olmo yang selama ini menjadi pelanggan setianya, jadi ia pun bertanya sekali kali tentang penampilan si gadis cantik. Tak tahu harus menjawab apa, hanya itulah jawaban yang Paramitha terima, "Maaf, Mbak. Saya baru datang dari kampung. Saya itu, Mbak. Egh, saya—" "Itu apa, hm? Apa jangan-jangan kamu ini maling ya sebenarnya?" Menciptakan kedua mata yang menyipit milik Paramitha, lengkap dengan nada selidiknya. "Bu..bukan, Mbak. Saya bukan maling kok. Sa..saya kabur dari rumah Paman di Surabaya. Soalnya saya mau dijadikan istri anaknya gitu, Mbak. Kami ini, kan, masih sepupu dekat. Saya nggak mau, jadi kabur dari kemarin ke sini cuma bawa ijazah SMA saya ini aja, Mbak." Alhasil, suka tidak suka, si gadis cantik pun harus menjelaskan secara singkat siapa dirinya, karena ia tidak ingin dituduh sebagai seorang pencuri oleh Paramitha yang sudah menjanjikan sebuah pekerjaan untuk bisa menyambung hidupnya. "Astaga! Kamu mau dijodohkan sama sepupumu? Itu tapi beneran paman kandungmu gitu?" kaget Paramitha kembali melontarkan rasa keterkejutannya. "Iya, Mbak. Makanya itu saya bisa kabur kayak gini ke sini. Orang tua saya sudah lama meninggal waktu masih kecil, Mbak. Jadi Mbak bisa, kan, tolong kasih saya pekerjaan biar bisa makan sama bayar kosan petak gitu? Saya nggak punya satu saudara pun yang saya kenal di Jakarta, Mbak," sahut si gadis cantik itu lagi. Memberi satu keputusan agar segala sesuatu berjalan denga napa yang Paramitha kehendaki, ia pun memutuskan satu hal baik untuk diri si gadis cantik di sebelahnya, "Ya udah deh. Kamu tenang aja nanti Mbak bakalan bantuin kamu ya? Kalau gitu sekarang kamu ikut Mbak, oke? Di dekat sini ada pasar loak yang jualan pakaian masih bagus-bagus gitu. Kamu nanti Mbak carikan baju baru yang keren sedikit, baru kita ke tempat si Koko ya? Soalnya Ko Gege itu orangnya—" Wakuncar ... waktu kunjung pacar ... Wakuncar ... Cari-cari pacar ... Namun, alunan lagu dangdut milik seorang penyanyi wanita yang terkenal seksi itu terdengar dari dalam tas tangan yang Paramitha bawa sedari tadi, dan memotong kalimatnya. "Lha! Kok handphone Mbak bunyi lagi, sih?! Pasti dari si Koko Ganteng ini nih," gerutu Paramitha memutar bola mata jengahnya. Ia secepat kilat mengambil ponsel dari dalam tas tangan dan isi kepalanya itu tepat seribu persen. "Tuh, kan! Si Koko lagi ini. Ngebet banget deh dia kayaknya. Kamu tunggu sebentar di sini, Mbak angkat teleponnya dulu ya, Cantik?" cicit Paramitha dan si gadis cantik hanya bisa tersenyum kikuk sembari mengangguk-anggukan kepalanya ke atas dan ke bawah dua kali. Di detik selanjutnya Paramitha pun sedikit menjauh dari gadis cantik tersebut. Akan tetapi sebelumnya ia masih menyuruhnya untuk menunggu sebentar saja. Tergopoh-gopoh berjalan cepat ke sisi kanan, Paramitha pun menggeser ikon hijau bergambar gagang telepon pada layar ponselnya, "Halo, Ko? Kenapa—" "Udah sampai di mana, Mbak? Kok lama banget, sih, datangnya?" Namun, Jorge yang tak sabaran dengan cepat pula menyambar ucapan Paramitha. Keduanya pun kembali terlibat obrolan panjang yang berisi sejumlah penjelasan dari pita suara masing-masing, "Ck! Si Koko ganteng ini ya ampun ... Mbak aja dari tadi belum dapat taksi kok, gimana mau udah sampai ke sana?" "Lha? Emang Mbak ada di mana kok nggak dapat taksi, sih, dari tadi? Di dalam gang gitu ya?" "Ish! Mbak bukan di dalam gang rumah kontrakan Mbak, Koko. Mbak ada di halte Tugu Tani malahan. Cuma itu si cewek cantik bajunya kucel banget lho, Ko. Mbak jadinya pengen ajak dia ke tukang loak sebentar buat belikan satu atau—" "Aduh, Mbak Mitha yang baik hati dan tidak sombong ... Please deh, Mbak. Nggak usah pakai acara pergi ke tukang loak segala ya? Mbak cari aja taksi sekarang, biar cepat sampai di hotel ini, soalnya si junior udah tegang banget. Kumohon ya, Mbak Say? Please ..." Namun, sekitar satu menit berlalu, Jorge membuat pembicaraan menuju ke menit selanjutnya sedikit berubah, akibat rengekan manja miliknya. Ya, Jorge menolak hal baik yang akan dilakukan oleh Paramitha untuk semakin mempercantik tampilan luar si gadis cantik, dan itu sungguh membuat tawa mantan wanita seks komersial tersebut keras terjadi, "Hahahaha ... Udah nggak sabaran ya? Ya udah deh kalau memang Koko maunya kayak gitu. Ini Mbak meluncur ke sana sekarang ya? Cuma itu tadi Koko udah SMS belum alamatnya?" Usai berbasa-basi mengenai alamat dan membuat Jorge dengan sigap menjawab, "Udah dong, Mbak. Cepetan ke sininya nggak pakai lama ya, Mbak?" "Hahaha ... Siap, Koko Ganteng. Mbak bakalan terbang bawa cewek cantik itu ke sana sekarang ya?" "Hahahaha! Super Women dong terbang? Terima kasih banyak ya, Mbak Say? Mbak memang paling juara deh! Muach!" Pada akhirnya Jorge berhasil dibuat tertawa pula oleh Paramitha seperti dirinya. "Dih! Hahaha!" Tidak sampai delapan menit kemudian, Paramitha sudah kembali lagi di dekat si gadis cantik, dan ia pun mengutarakan apa yang dirinya dengar di telepon barusan. Paramitha mulai mengeluarkan suaranya, "Nggak jadi, Cantik. Soalnya si Koko—" "Panggil Vella aja, Mbak. Nama saja Felicia Vella." Namun, dengan sigap pula si gadis cantik itu memotong ucapannya. Tidak bermaksud lancang, rupanya ia kembali memperkenalkan diri di depan Paramitha untuk kedua kalinya. Gadis yang ternyata bernama lengkap Felicia Vella itu merasa perlu mengulanginya, karena bisa saja Paramitha tidak mendengarkan dengan baik, saat ia memperkenalkan diri beberapa saat lalu. "Alah, kamu ini. Iya deh! Vella. Pakai V bukan P ya, kan?" "Hehehehe ... Iya, Mbak." Berharap akan langsung mendengar sebuah penjelasan tentang pekerjaan yang telah dijanjikan padanya, ternyata selera humor tinggi membuat Paramitha lebih dulu melontarkan banyolan khasnya. Usai kekehan itu telah mereda, berulah seorang Felicia Vella menerima penjelasan yang ia nantikan, "Nah, jadi Jadi begini lho, Vella. Koko itu nggak mau kita ke pasar loak lagi. Katanya nanti dia aja yang suruh anak buahnya buat belikan baju. Kamu juga nanti mandi sama makannya di sana aja katanya. Jadi, ya udahlah. Ayo kita cari taksi deh." Tentu saja Vella hanya bisa menganggukkan kepala dan menurut dengan semua perkataan Paramitha. Ia bahkan sudah memikirkan segala jenis hal buruk yang akan terjadi padanya, sejak kedua bola matanya melihat bagaimana dandanan menor Paramitha. Namun, gadis itu hanya bisa pasrah, karena di ibu kota negara ini, dirinya tidak punya siapa pun yang berlabel keluarga. Menikah dengan sepupu kandung, adalah salah satu kesalahan terberat daripada bekerja yang tidak baik menurut Felicia Vella, dan saat kesepuluh jari-jarinya menggenggam ijazah yang hanya berlapis kantong kresek hitam, bayangan duduk di bangku kuliah sudah mengacaukan akal sehatnya. "Biarin aja kalau harus jadi l***e. Yang penting aku nggak menikah sama si Koko," tekad Vella dalam hati. Ia bahkan tidak fokus dengan beberapa cerita yang sudah keluar dari mulut Paramitha sejak tadi, melainkan terus saja membangun sejumlah khayalan tingkat tingginya. Sementara di dalam kamar hotel berbintang lima yang Jorge tempati, kini ia tengah kedatangan seseorang. Siapa lagi jika bukan Jimmy Waluyo, si anak buah kesayangan yang selama ini menemaninya. Ceklek! Suara pintu terdengar di telinga Jorge, "Aduh, Bos! Maaf itu anunya—" "Alah, biasa aja kali! Kayak lo nggak sering lihat gue bugil, hah?! Cepat masuk terus simpan semuanya itu di meja nakas sana. Udah gitu, lo tetap di lobi ya, Jim? Buat jaga-jaga dan kasih kabar ke gue, kalau sampai ada yang mencurigakan gitu. Gue nggak mau Mama sampai tahu gue udah balik dari Singapura. Lo paham maksud gue, kan, Jim?" Namun, Jorge dengan cepat memotong ucapan Jimmy ketika anak buahnya itu terkejut melihat dirinya yang tidak menggunakan sehelai benang pun, bahkan satu perintah pun hadir di sana pula. "Siap, Bos. Gue cabut dulu sekarang ya, Bos?" Alhasil, Jimmy pun segera berpamitan dan ucapan itu hanya diberi anggukan oleh sang tuan, Jorge Luis de Olmo. "Felicia Vella, hm! Nama yang bagus sekali. Suaranya juga halus banget. Ough ... Lama-lama gue bisa gila nih kalau kayak begini. Belum apa-apa udah bangun aja si junior. Ssttt ... Nggak papah deh kalau dia belum tahu gituan kayak si cewek gila itu tadi. Mungkin memang nasib gue hari ini sial, karena dapat anak perawan terus. Nanti biar gue ajari aja dia bagaimana cara muasin lo ya, Junior? Kita tunggu cewek itu datang sebentar lagi. Pasti nikmat banget deh rasanya. Ugh ... Jadi nggak tahan, kan ..." Alih-alih menjawab, yang dilakukan Jorge adalah kembali melanjutkan khayalan setinggi langit miliknya, lalu terkekeh geli, sebelum membanting tubuh telanjangnya itu ke atas tempat tidur berukuran king size di dalam kamar hotel tersebut.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Bermain Panas dengan Bosku

read
1.2M
bc

Call Girl Contract

read
330.4K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
953.1K
bc

Will You Marry Me 21+ (Indonesia)

read
618.7K
bc

SEXRETARY

read
2.2M
bc

Dependencia

read
194.4K
bc

THE DISTANCE ( Indonesia )

read
581.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook