Part 7 - Aku Menginginkanmu, Sayang ....

1574 Kata
Pagi-pagi sekali, Jorge sudah bangun dan segera melenggang ke kamar mandi. Ia bahkan mengabaikan ponselnya yang terus berdering. Bayangan wajah cantik Vella bersama bibir tipis yang sibuk mengoral juniornya adalah penyebab mengapa ia begitu bersemangat. "Kita mandi dulu ya, junior? Habis itu kita goes ke tempat Vella-mu yang caem. Aku mau buat kamu wangi biar dia betah deket-deket sama kita berdua terus. Bener, kan?" kekeh Jorge mulai yang sudah tak mengenakan sehelai benang pun. Kucuran air hangat pun kini membasahi tubuh atletisnya dan terjadilah aksi bersih-bersih ala Jorge itu di sana. "Udah ah cukup. Jangan lama-lama mandinya nanti Mama keburu bangun," gumam Jorge lekas mengambil selembar handuk bersih dari dalam laci meja di kamar mandi tersebut. Ia buru-buru keluar kamar dan langsung saja masuk ke dalam walk in closed miliknya. Di sana pelbagai setelan suit sudah tersedia. Biasanya Jorge tinggal memilih hendak memakai yang mana, lalu mencari sendiri pasangan dasi yang cocok untuk memadupadankannya. "Hari ini aku nggak mau pakai kemeja ah. Biar kelihatan muda, pakai kaos sama celana jeans aja. Nanti di luarnya baru deh tambahin jas. Bosen kalau pakai pakaian formal terus. Aku 'kan masih muda. Iya 'kan, junior?" gumam Jorge berbicara dengan miliknya di bawah sana, seperti biasa. Ya, begitulah Jorge Luis de Olmo. Sejak memasuki masa puberitas ia paling suka mengajak kejantanannya bercerita berbagai hal, terutama tentang para wanita yang ia bayar untuk memuaskannya. Kali ini ia ingin sekali berkata-kata pada si junior alasan mengapa tiba-tiba saja dirinya ingin berganti style. Namun logikanya seolah tak mau menerima kenyataan, jika itu ia lakukan karena ingin tampak lebih muda dan gaul di depan Vella.Oleh sebab itu ia secepat kilat memakai pakaiannya. Lima menit berlalu, kini Jorge sudah tampak rapi dengan kaos berleher V, celana jeans pensil ala anak jaman sekarang, jas hitam, bersama sepatu kets putih yang ia beli ketika meeting di Singapura kemarin. "Kece juga ini sepatu. Gue pikir bakalan di pakai kapan-kapan aja karena gue sering sibuk di kantor. Egh, ternyata seru juga ganti gaya model gini. Cuma rambut gue nih kayaknya yang perlu di permak. Udah kepanjangan belakangnya sih," gumam Jorge sibuk menyisir rambutnya ke belakang, "Ah, itu gampang lah! Intinya pagi ini gue harus cepat keluar dari rumah, biar bisa ketemu sama Vella Sayang," ucapnya lagi sembari tersenyum m***m. Jorge lantas segera keluar dari walk in closed, lalu menuju pintu kamar dan menutupnya dengan sangat hati-hati. "Tuh! Pintu kamar Papa sama Mama masih tertutup. Coba di bawah?" batinnya berjalan ke pagar pembatas lantai dua. Kepala laki-laki dua puluh lima tahun itu sibuk celingukan ke kiri dan ke kanan, lalu segera saja ia berlari ke arah tangga setelah telinganya tak mendengar bunyi berisik apapun. "Selamat! Papa sama Mama belum bangun," kekeh Jorge melangkah lebar menuruni tangga. Kini sampailah ia di depan pintu utama rumah mewah milik sang Ayah. Namun alangkah terkejutnya ia ketika pintu berdaun ganda itu sudah lebih dulu terbuka sebelum tangannya menarik handle pintu. BRUGH! "Aduh! Sakittt...!" teriak Jorge memegang kepala dan bokongnya secara bergantian. "Astaga, Bos?!" Jimmy yang ternyata dalang dari insiden itu pun lekas-lekas menghampiri sang Tuan, namun Jorge sudah lebih dulu menarik tangannya hingga ikut terjatuh ke lantai. "Ampun, Bos! Gue nggak sengaja, Bos! Amp-- Hemphhh..." "Ssttt... Berisik! Gue suruh lo datang pagi-pagi ke sini itu bukan buat rempong kayak begini, Bego! Gue mau ke apartemen ketemu sama Vella dan lo awasi semua gerak gerik Mama di sini. Kalau Mama mulai curiga? Lo harus cepet laporin ke gue. Bukan malah bikin kepala gue sakit model gini! Sialan emang lo!" bisik Jorge akhirnya melepas telapak tangannya yang membungkam mulut Jimmy. Pria dua puluh tiga tahun itu secepat kilat menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, dan Jorge kembali mengomelinya di sana. "Woi! Ngerti nggak lo?" "Ng-ngerti, Bos! Siap, Bos. Siap!" "Siap-siap! Awas aja lo nggak becus lagi kerjanya, ya? Gue potong setengah gaji lo bulan ini!" "Yah! Jangan dong, Bos. Gue janji nggak bakalan ketiduran di pos security depan lagi deh, Bos. Seriusan," sahut Jimmy lekas mengangkat dua ruas jarinya ke udara. "Good! Gue cabut dulu! Awas ya kalau lo kasih tahu Mama ke mana gue pergi? Lo bilang aja pas datang gue udah nggak ada. Oke?" "Oke, Bos. Tapi tunggu dulu, Bos!" jawab Jimmy mencegat langkah kaki sang Tuan. "Ck! Apa lagi, sih? Mau minta duit rokok?" ucap Jorge bersiap mengambil dompetnya dari saku. "Handphone, Bos! Handphone-nya Bos mana?" "Lho! Kenapa emangnya sama Handphone gue?" bingung Jorge. Jimmy lantas segera mendekatkan bibirnya ke telinga Jorge. Walaupun sedikit risih, sang CEO muda itu akhirnya memberikan juga ponselnya ke tangan Jimmy. "Lo yakin ini penyebab kenapa Mama bisa sampai tau semua apa yang gue buat selama ini?" tanya Jorge kurang yakin. "Gue yakin sembilan ratus tujuh puluh depalan ribu lima ratus dua puluh lima koma sembilan persen, Bos! Masa udah jaman now, Bos nggak tau juga kalau nomor handphone itu bisa gampang di sadap atau di intai pakai sistem GPS?" "Ya, mana gue tahu soal begituan. Lagian 'kan gue pikir untuk apa Mama sampai capek-capek sadap nomor handphone gue? Emang gue ini penjahat?" timpal Jorge masih kurang yakin. "Yaelah, Bos. Ya semua itu karena Bos hobi sewa cewek buat ngocok lah! Apa la-- Auwww...!" "Kalau ngomong itu sopan dikit, Bego! Gue ini Bos lo! Dasar kaleng rombeng emang tuh mulut! Ajarin sopan santun kalau ngomong sama gue!" kesal Jorge setelah menyentil mulut Jimmy. "Lha emang kenyataannya gitu, kan? Lo mah hobinya craat croot sana sini sama cewek-cewek jalang. Jelas ajalah Emak lo khawatir takut dedek kecil lo kena Sipilis atau parahnya lagi AIDS. Dibilangin malah nggak percaya," batin Jimmy mematung di depan Jorge. Orang kepercayaan Jorge itu lantas sadar dari lamunan sesaatnya, namun ia sudah tak lagi menemukan Jorge di sana. "Lho, Bos?!" serunya berniat mencari Jorge. "Siapa itu ribut-ribut di bawah?!" "Waduh, Nyonya udah bangun tuh kayaknya! Ngacir ke gazebo belakang, deh! Sekalian gangguin Nuning di dapur. Pasti Mbok Wati pagi-pagi gini udah ke pasar sama Pakde. Jadi kita gangguin deh anak perawannya," batin Jimmy berlari ke arah dapur. Sementara itu di dalam mobil sport miliknya, Jorge benar-benar sedikit merasa plong, setelah berhasil keluar dari rumahnya. "Tungguin si junior ya, Sayang? Pokoknya pagi ini si junior harus dikeluarin dua kali," kekeh Jorge terus membayangkan betapa nikmatnya bibir Vella. Sampai-sampai ia mengabaikan lampu merah yang baru saja menyala, dan tentu saja dari arah belakang motor patroli Polisi Lalu Lintas buru-buru mengejarnya. Tittt... Tittt.... Tittt... "Ck! Apaan sih tuh di belakang ribut bener?" geram Jorge menatap kaca kecil di dekat wajahnya, "Lho! Kok di kejar Pak polisi sih? Emang aku habis ngapain tadi?" pekik Jorge. Tittt... Tittt... Tittt... "Sialan! Terpaksa deh nih!" kesal Jorge menepikan mobilnya. Tak lama kemudian motor besar berwarna putih itu pun ikut menepi di depan mobil sport milik Jorge dan turunlah sang Polisi dengan pakaian dinasnya yang terlihat begitu berwibawa. Tok... Tok... Tok... "Selamat pagi!" ujar Polisi dengan tag name Marzuki, terus mengetuk kaca mobil Jorge. "Ada apaan sih Bapak kejar-kejar saya dari tadi? Bukannya nomor plat mobil saya sudah ganjil, Pak? Atau ini sedang dalam mode tilang sembunyi-sembunyi? Bapak lagi butuh uang? Bilang aja berapa yang Bapak butuhkan, Pak? Saya iklas ngasihnya asal Bapak jangan ngejar-ngejar saya lagi kayak tadi. Duh, emangnya saya ada tampang maling, Pak? Aneh-aneh aja Pak Pol Zuki ini," repet Jorge panjang lebar, sembari melirik tag name di baju sang Polisi. "Bapak bisa tunjukkan surat-surat berkendaraan Anda, Pak?" jawab Pak Polisi mengabaikan omelan Jorge. "Oh, bisa dong! Nih, STNK mobil saya. Ini juga nih SIM A saya, Pak. Gimana? Masa berlakunya belum jatuh tempo, kan? Atau Bapak butuh KTP saya juga? Tunggu saya ambilkan di dom--" "Tidak perlu, Pak. Jadi ini STNK saya bawa dan Bapak Jorge Luis de Olmo ini saya beri Surat Tilang saja ya?" "Lho! Memangnya salah saya apa, Pak?" Jorge terkejut seketika. "Bapak baru saja menerobos lampu merah sekitar lima ratus meter dari sini tadi, Pak. Apa Bapak ini mengidap penyakit kebutaan sehingga tidak bisa melihat jika saat itu lampu lalu lintas sedang berwarna merah?" "Nggak! Emangnya tadi itu saya nerobos lampu merah, Pak?" Oh, my God! Jorge benar-benar sukses membuat darah sang Bapak Polisi mendidih tiba-tiba. "Tentu saja Bapak menerobos lampu merah tadi. Memangnya Bapak ini buta beneran, ya?" kata Pak Polisi bertanya. Jorge segera saja menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lalu tersenyum paksa menampilkan sederet gigi putihnya yang rapi. "Ini Surat Tilangnya! Dan ini SIM A-nya juga boleh Bapak ambil lagi. Saya sedang banyak tugas di depan lampu merah tadi, Pak. Jadi saya hanya bisa menginformasikan jika Bapak harus mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengambil STNK mobil mewah Bapak ini. Selamat pagi!" seru Pak Polisi berlalu dari hadapan Jorge setelah sang CEO menerima Surat Tilang tersebut. "Apesss... Apes! Belum ketemu sama Vella, tapi udah kena Tilang model gini. Untung aja mobil ini atas nama gue! Kalau tadi gue pakai mobil sport yang nomor plat-nya genap? Bisa berabe tuh karena STNK-nya atas nama Mama. Oh, my God!" gumam Jorge mulai fokus memperhatikan jalanan. Akan tetapi fokus tersebut hanya berlangsung sebentar saja, karena kini wajah cantik Vella kembali merasuk dalam pikiran Jorge layaknya Hantu si Manis jembatan Ancol. "Vella Vellaaa...! Lo itu sebenarnya manusia atau hantu sih? Nih, liat! Kenceng lagi si junior," ujar Jorge diikuti dengan gelak tawa lepasnya, "Jangan bilang gue udah jatuh cinta sama dia, God! Kasihan gadis baik seperti Vella harus di benci Mama nanti."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN