Jonathan senyum-senyum sendiri mengingat kejadian di mana tadi dia telah berhasil merenggut kecusian istrinya. Setelah empat bulan dia biarkan menganggur dan menganggap bahwa anak itu adalah tukang asuh putrinya.
Rasanya memang berat untuk menerima kehadiran Larisa waktu itu untuk menjadi mama baru bagi Angel. Tetapi, bukan berarti Jonathan menolak sepenuhnya. Paras Larisa yang cantik juga membuat Jonathan tertarik. Apalagi ketulusan istri mudanya yang menyayangi Angel seperti anak kandungnya sendiri. Kesehariannya bahkan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Angel dibandingkan dengan mengurus Jonathan.
Jonathan selesai menyiapkan sarapan untuk Larisa. Mengalah untuk membuatkan istrinya sarapan, itu karena ia rasa bahwa Larisa akan kesulitan berjalan karena perbuatannya tadi yang membuat istrinya harus menahan sakit.
Roti bakar dan beberapa cemilan ringan lainnya serta s**u yang telah ia siapkan untuk mereka berdua nantinya ketika berada di kamar. Jonathan bahkan pertama kalinya melakukan itu dengan seorang gadis perawan dan baru merasakannya tadi. Dahulu ia tidak pernah peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Kini justru ia sedang berbahagia telah berhasil menyetubuhi Larisa, bahkan menjadi yang pertama bagi gadis itu.
Perlahan ia melewati tangga sambil membawa sarapan yang telah ia buat tadi. Perihal Angel, Jonathan melupakannya sejenak untuk memberi ruang kepada Larisa agar bisa berduaan.
Setibanya di dalam kamar. Jonathan mengedarkan pandangannya, tidak menemukan Larisa di sana. Segera Jonathan meletakkan sarapan itu di atas nakas dan mencari keberadaan Larisa. Bahkan seprei putih Jonathan juga tidak ada di sana. Seingatnya, ia memasang seprei putih itu tadi pagi.
"Cha!"
Jonathan terus memanggil.
Sekali.
Hingga beberapa kali tak menemukan Larisa di sana. Jonathan mendengar suara mesin cuci saat mencari keberadaan Larisa di kamarnya. Ia segera turun menuju tempat di mana asistennya biasa mencuci.
"Kamu ngapain sih?" Jonathan mendekati Larisa dan memeluknya.
Larisa gelagapan, "Aku nyuci, kenapa?"
"Kamu bikin aku khawatir, ngapain nyuci segala?"
"Darah di sprei, malu,"
"Kenapa harus malu? Kamu ngelakuin itu sama suami kok,"
"Tetap aja bikin malu karena pagi pertama, bukan malam pertama,"
"Jadi, Icha mau malam?"
"Enggak,"
"Beneran?"
"Nggak mau lagi, sakit banget,"
"Kalau udah sakit. Selebihnya enak, aku yakin kamu nanti nggak mau berhenti. Itu enak banget, Cha. Apalagi kalau kamu yang di atas. Terus kamu yang gerak, beneran enak banget,"
Larisa menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Sedangkan Jonathan terkekeh melihat tingkah istrinya yang menggemaskan. Jonathan melepaskan pelukan Larisa dan merangkulnya ke kamar untuk sarapan.
"Pergi, Jonathan! Aku nggak mau lagi,"
"Kamu mendesah dari tadi. Enak banget, apalagi pas kamu keluar banyak banget. Aku jadi pengin lagi,"
"Stop!" Tangan Larisa berusaha meraih mulutnya tetapi Jonathan berhasil membuat Larisa salah tingkah.
"Mau ku cium lagi?"
"Nggak,"
"Mau dicium lagi dadanya?"
"Jonathaaaaaan!"
Jonathan pergi dari sana meninggalkan Larisa sendirian. Di dalam kamar, Jonathan sedang sibuk dengan laptopnya sementara menunggu kedatangan Larisa ke kamarnya. Jonathan telah mengganti sepreinya sendirian. Ia memang harus pandai dalam hal apa pun, termasuk mengurus rumah jika tidak ada asisten.
Di kamar yang biasanya berantakan dengan mainan Angel. Bahkan tidak ada satupun orang yang berhak masuk ke dalam kamar itu. Jonathan mengeluarkan pakaian kotornya dan benar-benar tidak memperbolehkan siapa pun masuk semenjak menikah. Itu karena foto pernikahannya dengn Larisa terpampang begitu jelas dia cetak begitu besar di kamarnya. Sebagai bukti di mana pernikahan sakral itu pernah dilakukan.
Tentang Geofani, sudah lama sekali dirinya tidak rindu dengan sosok perempuan itu. Bagaimanapun juga Jonathan benci terhadap istrinya yang meninggalkan Angel sendirian.
Dengan paras wajah yang teramat tampan, mudah saja bagi Jonathan untuk membuat perempuan jatuh cinta padanya. Terlebih Astrid, sudah beberapa kali perempuan jalang itu minta untuk dinikahi, tidak semudah itu bagi Jonathan mengikuti kemauan teman ranjangnya itu. Astrid adalah perempuan yang menjadi teman ranjangnya. Bukan untuk menjadi pendamping hidup dan menggantikan posisi Geofani.
Di kamar yang bernuansa hitam-putih, Jonathan ingin bahwa Larisa betah di kamar itu nantinya jika mereka berdua nantinya bersama. Beberapa saat bergelut dengan laptopnya di atas ranjang, Larisa datang dengan penampilan yang baru selesai mandi dan mengenakan celana pendek serta kaos yang lebih panjang dibandingkan celananya yang hanya sampai pahanya.
"Sarapan dulu, Cha!"
"Kapan ke rumah nyonya?"
"Mama! Ingat, Mama! Bukan nyonya lagi,"
Larisa duduk dipinggir ranjang dan mengangguk pelan. "Lapar,"
"Tuh sarapannya, lagian kenapa nyuci segala?"
"Aku bilang malu ya malu,"
Jonathan menutup laptopnya dan menaruhnya di atas meja. Kemudian berjalan menuju tempat di mana ia meletakkan sarapan tadi.
"Aku kangen, Angel,"
"Iya nanti mereka pulang kok,"
"Aku tidur sama, Angel ya?"
"Angel tidur bertiga sama kita sebelum ada pengasuh,"
"Kenapa nggak aku aja?"
"Kamu tetap jadi Mama dia, tapi kamu nggak bisa ngasuh dia setiap hari. Itu karena aku ingin punya anak dari kamu. Sebelum itu, di manapun aku mau ngelakuinnya kamu harus nurut, entah itu di kantor sekalipun. Aku maunya kamu nurut,"
Jonathan menatap Larisa yang mengangguk pelan. Sekilas Jonathan mengecup dahi Larisa.
"Sekarang sarapan dulu, nanti kita bahas,"
Larisa mengangguk dan membuka mulutnya saat Jonathan menyuapinya roti bakar.
"Kamu hamil, aku akan sangat bersyukur, Cha. Aku pengin punya anak yang banyak. Istri yang penurut, apalagi itu kamu, kamu juga sayang sama, Angel,"
"Aku sayang, Angel,"
"Aku?"
Larisa mengangguk pelan. Dibalas dengan genggaman oleh Jonathan.
******
Jonathan sibuk membuat Jus untuk mereka berdua nantinya saat berenang. Tadi pagi Jonathan dan Larisa sudah berjanji akan berenang berdua. Istrinya tengah bermain ponsel di ruang tamu. Meski sudah Jonathan belikan, akan tetapi ia membiarkan istrinya menggunakan ponselnya entah untuk membuka apa itu. Semua urusan sudah ia serahkan. Tak ingin menyembunyikan apa pun lagi dari Larisa.
"Cara-memuaskan-suami-di atas-ranjang," Jonathan menyangga dagunya di ujung sofa belakang Larisa. Istrinya yang tadinya sibuk dengan ponsel tiba-tiba terkejut dan memukul kepala Jonathan.
"Cha, kalau mau muasin doang mah gampang. Icha, sering-sering dimainin. Nggak usah nyari artikel begituan,"
Jonathan meraih ponsel yang ada ditangan Larisa. Duduk di sebelah istrinya di ruang tamu. Raut wajah yang ditampilkan seketika berubah drastis saat dia membaca judul artikel tadi.
"Bu-bukan gitu," Larisa gelagapan. Justru membuat Jonathan gemas dengan tingkah istrinya. Hari sudah siang, setelah beristirahat tadi dirinya lebih sering menggoda kegiatan Larisa dibandingkan mengurus pekerjaannya.
"Terus kenapa nyari artikel seperti itu, Cha?"
"Pengin aja. Aku nggak ada pengalaman. Jadi takutnya nggak bisa puasin, Bapak,"
"Bapak-Bapak, lagi mau nyium malah dipanggil Bapak, Cha! Sadar aku suami kamu," omel Jonathan saat Larisa memanggilnya seperti itu. Tadinya ia hendak mencium bibir Larisa. Akan tetapi dengan cara istrinya yang memanggil seperti itu membuatnya mengurungkan niat.
Jonathan berdiri hendak meninggalkan.
"Mau ke mana?"
"Mau renanglah,"
"Kamu marah?"
"Bodo amat,"
"Kamu jahat,"
"Ya udah telanjang! Kalau memang kamu itu mau nurut sama suami,"
Larisa berdiri dan melepas kaos serta pakaian dalam. Menyisakan bra dan celana dalam saja pada tubuh seksinya. Jonathan sebenarnya ingin tertawa melihat tingkah istrinya yang polos. Tetapi tidak ingin merusak suasana menjadi lebih parah lagi. Akhirnya jonathan mendekati Larisa.
'Dasar, polos atau nafsu juga sih?' Bathin Jonathan membuatnya sedikit b*******h saat melihat istrinya yang bahkan melepas semua pakaiannya.
"Udah,"
Jonathan langsung menyergap Larisa saat itu juga. Mulai mencium bibir istrinya terus menerus dengan nafsu yang tidak bisa ditahan jika sudah berhadapan dengan Larisa.
"Kita di kamar aja, Jo,"
"Di ruang tamu. Memangnya kenapa?"
"Malu,"
"Rumah sepi. Mereka belum pulang. Selesai ini kita renang berdua ya?"
"Terserah,"
Lampu hijau telah diberikan oleh Larisa. Tanpa menunda lagi, Jonathan membaringkan Larisa di atas sofa tanpa sandaran. Menindih tubuh istrinya dan meyakinkan bahwa Larisa adalah miliknya.
"Icha, nggak ragu lagi kan?"
"Status aku gimana?"
"Status?"
"Masih siri," Larisa membuang wajahnya ke kanan. Jonathan menarik dagu Larisa dan menciumnya lembut.
"Larisa, aku sudah menikahimu dengan baik. Di depan orang tuamu dan Mama aku, surat cerai belum aku dapatkan karena Geofani menghilang. Cha, aku tetap anggap kamu istri sah aku satu-satunya. Geofani walaupun dia hadir nantinya, aku peduli apa? Kamu tahu sendiri kalau dia ninggalin Angel dan aku dulu tanpa mikir. Aku mencintai dia, tapi sekarang kalau dia kembali. Aku sudah tidak bisa lagi, istriku cuman Larisa,"
Jonathan ingin meyakinkan itu karena tidak ingin gagal untuk kedua kalianya dalam membina bahtera rumah tangga. Menghargai Larisa menjadi istrinya tidak ada salahnya. Walaupun usia keduanya sangat jauh. Jonathan sendiri ingin pernikahannya utuh. Menolak Larisa, bukan karena tidak suka ataupun benci. Akan tetapi anak itu masih memiliki masa depan yang panjang.
"Icha mau kuliah?"
"Nggak. Aku mau jadi istri kamu satu-satunya. Urus Angel dan anak kita nantinya," Jonathan menyinggungkan senyum kemudian mencium istrinya.
"Istri siapa ini, hm?"
"Nggak tahu," jawab Larisa cuek. Jonathan langsung melahap d**a kiri Larisa dengan ganas hingga membuat Larisa mengerang berusaha memberontak.
"Jangan bandel sama suami. Icha setelah ini bakalan jadi Mama, untuk anak-anak aku yang lain. Icha, mau?"
Jonathan tersenyum puas ketika Larisa mengangguk menyetujuinya. Ia berjanji akan menjadikan Larisa satu-satunya perempuan di dalam hidupnya meskipun Geofani hadir suatu saat nanti.
"Icha, yang tadi sakit nggak?"
"Sakit,"
"Ada enaknya?"
Jonathan tahu bagaimana cara untuk bisa membuat Larisa nyaman dengan apa yang dia lakukan. Meskipun itu sangat sakit. Melakukan pemanasan dengan cara yang benar barangkali bisa mengurangi sakit saat pertama kali berhubungan. Hal itu berhasil Jonathan lakukan hingga Larisa tak menolaknya untuk melakukan itu.
Yang membuat Jonathan b*******h adalah tubuh Larisa berisi. Apalagi bagian d**a, Jonathan benar-benar merasa ketagihan dengan itu. Apalagi b****g Larisa yang sedikit montok dan berhasil membuat Jonathan senang.
Mulutnya tak berhenti melahap kedua gundukkan kenyal milik Larisa. Satu tangannya berada di s**********n istrinya, sedangkan tangan kirinya meremas sambil terus membuat Larisa mengerang kenikmatan. Bukan Jonathan namanya jika tak membuat istrinya kenikmatan. Akan tetapi senafsu apa pun dirinya. Tidak akan pernah ia lakukan menyakiti Larisa dengan cara meminum obat perangsang untuk membuat Larisa kesakitan dan menguntungkan dirinya sendiri.
"Mmmm, aaah, ah, Jonathan! Pelan-pelan!"
Jonathan tak berhenti justru semakin lebih kencang memainkan jarinya di bawah sana membuat Larisa menggelinjang hebat dan ngos-ngosan. Seketika saat Larisa mencapai puncaknya, Jonathan berhenti begitu saja.
Jonathan membuka seluruh pakaiannya dan miliknya sudah menegang. Jonathan membantu Larisa untuk bangun dari sofa dan digantikan oleh dirinya.
"Icha, masukin!"
"Masukin?"
"Iya. Duduk sini terus masukin ke milik, Icha!"
"Jo, aku lihat tadi di internet, ceweknya emut itunya cowok,"
"Kamu mau?"
"Enggak. Jijik banget,"
"Aku nggak bakalan main jorok, Cha. Nanti kalau kamu mau, baru aku kasih,"
"Aku nggak mau,"
"Ya sudah sayang. Sekarang naik ya! Aku nggak tahan,"
Jonathan menuntun Larisa dan saat Larisa bertumpu dengan lututnya, Jonathan memegang juniornya yang siap dimasukkan oleh Larisa.
Awalnya Larisa nampak sangat ragu. Kemudian Jonathan memberikan sentuhan lembut dan meyakinkan bahwa itu baik-baik saja dan tidak parah seperti yang pertama.
Larisa memeluknya sangat erat saat penyatuan mereka. Jonathan juga merasa miliknya sangat penuh karena posisi Larisa yang saat ini memang baik. Walaupun tidak berpengalaman, Jonathan yakin bahwa istrinya akan lebih tahu nanti ketika mereka sering melakukannya.
Jonathan mendorong Larisa hingga kini posisinya istrinya hanya berpegangan pada bahunya.
"Cha, aku sudah rasakan semuanya. Sebagai suami istri, aku ingin nggak ada lagi yang kamu tolak lagi saat aku ingin berhubungan badan. Icha, awalnya memang sakit. Sekarang apa yang kamu rasakan?"
"Beda dari yang tadi pagi,"
"Enak?"
Larisa mengangguk. "Ya sudah sekarang kamu gerakin milik kamu, sayang! Turun naik!"
Jonathan senang saat Larisa menuruti semua keinginannya. Beberapa kali ia mengerang nikmat saat Larisa mulai bergerak naik turun. Sedangkan ia melahap d**a montok istrinya dan meninggalkan tanda di sana. d**a yang baru pertama kali disentuh oleh dirinya. Dan terasa itu sangat kenyal dan tidak kendor sedikitpun.
Larisa berhenti bergerak. Digantikan oleh Jonathan yang langsung bergerak menyatukan miliknya dengan Larisa hingga membuat Larisa bertteriak karena perbuatannya.
"Capek, pegal," keluh Larisa.
Jonathan menidurkan Larisa tanpa melepaskan penyatuan mereka. Ia kembali memaju mundurkan miliknya. Kali ini lebih cepat dari biasanya dan meremas p******a Larisa sehingga istrinya mengeluarkan desahan beberapa kali. Saat bergerak cepat miliknya dan Larisa terlepas begitu saja dan membuat cairan bening Larisa keluar. Tanpa ragu, Jonathan memasukkannya lagi dan bermain santai saat Larisa sedang mengimbanginya.
"Cha kita nggak main lama kayak tadi. Aku keluarnya cepat ya?"
Larisa mengangguk. Jonathan mempercepat gerakannya sambil memainkan klirotis Larisa dengan jempolnya dan lagi-lagi istrinya mengerang. Sambil berbaring, Jonathan menghujam larisa dari belakang. Larisa memejamkan mata saat Jonathan melahap gundukan kenyal itu.
Jonathan bangun posisinya dan menghujam Larisa. Mengangkat kedua kaki Larisa menghujamkan miliknya terus menerus. Rasanya seperti dijepit karena milik Larisa sempit dengan posisi seperti itu.
Setelah puas dengan berbagai gaya. Jonathan membuka kedua paha Larisa dan menyatukan miliknya dengan cara yang seperti tadi pagi. Jonathan memegangi puncak kepala Larisa dan memyeka keringat istrinya dengan tangannya.
"Cha, aku keluar. Aaaah,"
Jonathan menarik napas ngos-ngosan. Begitupun dengan istrinya yang sudah kelelahan dengan permainnya.
"Aku nggak bakalan jor-joran mainnya sayang. Kamu nggak usah khawatir aku bakalan mainsesering mungkin dan buat kamu capek. Aku bakalan tahan, aku nggak mau tubuh kamu kendor kalau terlalu sering aku ajak main,"
"Iya,"
Jawaban singkat itu membuat Jonathan mengerti bahwa Larisa kelelahan.
"Cha, aku ke kamar mandi dulu ya,"
"Aku ikut. Mau bersihin diri, kan kita mah renang,"
"Aku gendong, Cha. Kamu capek,"
Tak menjawab apa pun. Jonathan langsung menggendong Larisa ke kamar mandi dan membersihkan tubuh mereka selesai bercinta.
Setelah selesai mandi. Mereka berdua menuju kolam renang. Jonathan mengambil jus yang ia buat tadi di dapur. Sedangkan Larisa sudah menunggu di kolam renang terlebih dahulu.
"Mikirin apa, sayang?" Jonathan menghampirj.
"Angel di sana nangis nggak ya?"
"Nanti malam dia pulang, Cha,"
"Aku kangen dia,"
"Sama aku juga kangen sama dia. Cha, aku boleh jujur?"
Larisa meliriknya lekat dan Jonathan mulai jujur. "Aku rasa sayang aku ke kamu itu beda. Dibandingkan dengan Angel, aku rasa itu sebatas kasihan,"
"Huuush, nggak boleh ngomong gitu,"
"Semenjak Geofani pergi, harapan punya anak itu hilang, Cha. Alasan aku pengin kamu hamil, itu karena aku ingin nemenin kamu dari awal sampai melahirkan sekalipun. Aku bakalan temani, tapi Geofani dulu pergi saat melahirkan, kembali lagi ngasih aku Angel, pantas nggak dia dipanggil ibu?"
"Jangan bicara begitu. Sekarang kamu nggak sayang sama, Angel?"
"Ada perasaan yang buat aku nggak nyaman kalau ingat Geofani pada Angel, aku nggak tahu itu kenapa,"
"Sejak kapan itu terjadi?"
"Sejak Geofani pergi. Perasaan aku datar, nggak tahu juga. Aku tahu kalau kamu mungkin anggap aku pria dingin, tapi sebenarnya nggak gitu, aku cuman kebawa sama suasana hatiku, sayang,"
"Sekarang ada aku. Jangan pernah berpikir aku pergi ninggalin kamu, Jonathan!"
"Tetap seperti ini, Cha!"
"Kamu yang harus janji sayang sama aku. Bukan aku yang janji. Aku nggak akan pergi kalau kamu nggak berulah."
"Aku mencintaimu." Ucapnya hampir tak terdengar.