SATU
Begitu akad selesai diucapkan. Suara riuh untuk perkataan SAH terdengar begitu menggema. Pernikahan kedua yang dijalani oleh Jonathan. Semua itu adalah permintaan ibunya. Jangankan hanya menikah dengan gadis kecil yang masih bau kencur, dengan kambingpun jika ibunya meminta ia akan menurutinya. Jujur Jonathan adalah pria yang masih sangat menghormati ibunya.
Setelah acara selesai, Jonathan pun diperintahkan oleh ibunya untuk menginap di rumah Larisa untuk beberapa hari. Pernikahan itupun didasarkan karena perjodohan konyol yang hingga saat ini dibenci oleh Jonathan.
Ia menggertakkan giginya ketika acara malam pertama. Selesai makan malam, kedua orang tua Larisa memintanya untuk perg ke kamar. Ia menuruti ucapan mertuanya.
Di dalam kamar yang ukurannya tiga kali tiga meter tersebut, Jonathan mengedarkan pandangannya saat melihat isi kamar yang di isi hanya dengan satu tempat tidur, lemari dan juga meja belajar. Bahkan kamar tidurnya lebih besar dari kamar tidur Larisa, lebih cocok Jonathan menyandang status sebagai paman untuk anak itu.
"Bapak tidur saja di sini, saya akan tidur di ruang tamu," seketika Jonathan menatap Larisa dengan pandangan tidak suka. Bagaimanapun ia benci terhadap Larisa, tetapi ia masih memiliki hati nurani membiarkan Larisa tidur di luar. Larisa merupakan anak pembantunya, yaitu Bi Nita. Anak yang sudah dianggapnya seperti anak bahkan keponakannya sendiri. Tidak pernah disangka ibunya akan berpikiran konyol untuk menikahkannya dengan Larisa.
Mengingat umur Larisa yang terbilang masih sangat muda. Bagaimana mungkin bisa mengurus Angel? Itu pikirnya. Jonathan berdecak kesal saat melihat perempuan yang ada di sampingnya kini.
"Tidurlah di sini, Larisa!"
"Saya lihat bapak tidak nyaman,"
"Saya tidak masalah. Jika saya membiarkanmu tidur di luar, tentu saja saya seolah tidak punya hati,"
"Kamar tidurnya kecil,"
"Kita masih bisa berbagi," ucapnya spontan.
Tidak ada pakaian khusus malam pertama. Karena Jonathan sama sekali tidak tertarik dengan tubuh Larisa yang tidak ada apa-apanya dibandingkan perempuan di luaran sana yang seringkali bermain dengannya.
Jonathan pun mengganti handuk kecilnya dan menggantinya dengan pakaian tidur biasa. Anakknya dibawa oleh ibunya.
"Larisa, usia kamu berapa?"
"Delapan belas, Pak,"
Jonathan memutar bola matanya. Benar-benar usia Larisa sangatlah muda. Seharusnya usia segitu dia masih menimba ilmu dengan baik. Bukan justru menikah dengan seorang pria kaya dan menjad ibu tiri untuk Angel. Jonathan akui, memang selama ini Larisa yang mengasuh Angel semenjak kepergian istrinya, Geofani.
Larisa setiap pulang sekolah menyempatkan diri membantu ibunya di rumah untuk mengasuh Angel. Jonathan tahu itu, karena sering mendapati Larisa sedang bermain dengan Angel di ruang tamu atau bahkan menonton acara televisi. Alasan Jonathan juga menyetujui pernikahan itu karena melihat Angel begitu sangat bahagia berada di sisi Larisa, akan tetapi untuk menjadi istri tentu saja Jonathan berpikir bahwa anak itu belum cukup umur. Karena usia mereka terpaut sangat jauh.
Jonathan duduk di pinggiran ranjang dan mengamati tubuh Larisa yang tengah berbaring di sebelahnya dan itu membuat Jonathan merasa miris dengan pilihan ibunya untuk menikahi seorang gadis kecil yang bahkan belum tahu tentang rumah tangga, ia hanya kesal jika mengingat perintah ibunya untuk menikahi Larisa beberapa hari yang lalu bukan karena ia tidak bisa menolak suruhan ibunya akan tetapi orang tua yang ia miliki satu-satunya adalah ibunya semenjak ayahnya meninggal, posisi Larisa kini sedang membelakangi dirinyan, Jonathan sangat mencintai Angel dan ingin membuat anak itu bahagia, sikap yang ia lihat dari Larisa adalah tidak jauh beda dari Angel yang masih kekanakan Jonathan menarik napas panjang dan hanya bisa menerima kenyataan yang sekarang ini sudah menjadi takdirnya untuk menjadi suami Larisa.
Bagaimana nanti ia bisa menanggapi ucapan teman-temannya saat ditanya mengenai Larisa yang kini menjadi istrinya.
Jonathan ikut berbaring dan membelakangi istrinya berharap bahwa kehidupannya esok menjadi lebih baik terima atau tidak terima ia harus menerima kehadiran orang baru dalam kehidupannya walaupun tidak ada perasaan sedikit pun terhadap gadis kecil itu.
Jonathan mengedarkan pandangannya lagi ke seluruh kamar tak ada barang mewah maupun alat make up yang ada di meja rias yang ada hanyalah bedak bayi deodorant dan parfum.
Sebagai seorang pengusaha muda dan sangat kaya raya tentu saja untuk mendapatkan seorang wanita sangatlah mudah bagi Jonathan akan tetapi bayangan tentang istrinya itu masih menguasai pikirannya dan hingga saat ini masih belum bisa melupakan perempuan itu seutuhnya. Menikahi gadis kecil tidak pernah ada di dalam kamus di Jonathan sebelumnya karena bagaimanapun juga ia tidak ingin menikah dengan anak yang lebih muda darinya. Ia hanya akan menikah dengan seorang perempuan yang usianya terpaut 2 atau 3 tahun lebih muda darinya namun kini usia Larisa 8 tahun lebih muda darinya Dan itu sangat membuatnya frustrasi.
Jonathan berbalik dan melihat punggung perempuan itu tidak ada yang menarik sedikitpun dan membuat Jonathan bernafsu untuk menyentuhnya. meskipun memiliki seorang anak perempuan dan akan masih tetap menjadi seorang pria b***t ia masih sering tidur bersama perempuan-perempuan jalang di luar sana tidak peduli dengan ocehan ibunya barangkali itulah yang membuatnya dijodohkan dengan perempuan ini.
Keesokan harinya.
Jonathan mengerjapkan matanya, di sampingnya sudah tidak ada lagi Larisa. Perlahan ia beranjak dari ranjangnya dan langsung bergegas ke kamar mandi.
Tunggu dulu! Kamar mandi?
Jonathan tak melihat adanya kamar mandi satu pun di rumah itu. Bahkan di kamar Larisa, ia tak menemukannya. Bagaimana caranya ia mandi dan cuci muka?
"Sudah bangun, Pak?"
"Kamar mandi di mana?"
"Ada tuh di bawah, Pak,"
"Sebelah mana?"
"Dekat dapur. Saya antar, Pak!"
Jonathan pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Semalam ia mandi di kamar mandi milik kakak Larisa.
"Siapkan barang-barangmu! Kita pindah hari ini,"
"Eh?"
"Tidak ada penolakan. Saya masih banyak kerjaan, Larisa!"
Gadis itu mengangguk. Jonathan menarik napas panjang. Bagaiamana mungkin keluarga itu betah tinggal di sana? Barangkali memang Jonathan belum pernah hidup susah. Maka dari itu pria tersebut sedikit angkuh ketika melihat keadaan keluarga Larisa.
Beberapa saat setelah selesai mandi. Ia mengganti pakaiannya dan langsung ke ruang makan. Sarapan Jonathan yang biasanya menggunakan roti dan selai kacang. Saat ini hanya ada nasi, lauknya sayur kol beserta sup kacang panjang dan kerupuk.
"Maaf, Pak. Sarapannya hanya ini,"
"Tidak masalah," ucapnya dingin. Bagaimanapun juga ia menghargai orang tua Larisa yang sudah menyiapkan itu semua.
Selesai sarapan. Mereka berdua berpamitan. Baju yang dibawa oleh istrinya hanya satu tas, yang dibawa mengenakan tas sekolah. Jonathan yakin dengan hal itu.
Setibanya di rumah. Tentu saja ia memiliki asisten pribadi yang jumlahnya ada empat asisten.
Jonathan mengajak Larisa masuk ke dalam kamar.
"Saya harap kamu bisa mengerti, ini adalah kamar kamu. Kamu bebas mau ngapain aja, asal jangan pernah masuk ke dalam kamar pribadi saya, saya akan tidur bersama dengan Angel,"
Perempuan itu mengangguk. Angel sedang di titip pada ibunya. Setiap berangkat bekerja ia menitipkan anak itu kepada ibunya, dan pertemuan itu pula berawal di sana.
*****
Malam hari, sekitar pukul delapan malam. Jonathan sengaja tidak pulang ke rumah. Justru ke apartemen milik Astrid, yang tidak lain adalah jalang pribadinya yang hanya bisa dirinya yang gunakan. Jonathan harus merogoh kantongnya lebih dalam karena perempuan itu sangat cantik, belum lagi hebat memuaskannya. Walaupun ia adalah orang kesekian yang menggauli perempuan itu.
Astrid jauh lebih cocok dibandingkan Larisa untuk menjadi istrinya. Akan tetapi ibunya tidak akan menyukai perempuan peneman tidur, Jonathan.
Usia Astrid 24 tahun. Perempuan dewasa yang sudah satu tahun ini menjadi jalang Jonathan. Memberikan apartemen serta mobil mewah untuk perempuan simpanannya. Geofani dulu meninggalkannya setelah melahirkan dan meninggalkan Angel bersama dengan dirinya. Mengurus anak sendirian itu melelahkan. Apalagi usia Angel waktu itu dua setengah bulan. Dan hingga kini Jonathan masih mengingat perbuatan istrinya.
"Ku dengar, kamu menikah, Jo. Apa itu benar?"
"Benar,"
"Berarti kamu tidak akan menggunakanku lagi?"
"Siapa bilang?"
"Kamu kan sudah menikah?"
"Usia istriku 18, Astrid. Aku sepertinya seolah menyimpan anak gadis sebagai perempuan simpananku,"
"Hahaha, yang benar saja? Lalu, kamu sudah menyentuhnya?"
"Sama sekali aku tidak tertarik," Jonathan melonggarkan ikatan dasinya. Itu berarti sebentar lagi ia akan bercinta dengan Astrid. Perempuan itu juga paham, dan membuka kancing kemeja Jonathan dengan sentuhan sensualnya.
Tanpa aba-aba. Jonathan menarik dress biru yang digunakan oleh Astrid hingga memaparkan gundukan kenyal milik Astrid. Jonathan melahapnya dengan sangat bernafsu.
"Kamar atau di sofa?" Tawar perempuan itu. Tanpa berpikir panjang, Jonathan memapah tubuh Astrid ke dalam kamar.
"Pengamanku masih ada?"
"Tentu saja, Jo. Pengamanmu masih banyak,"
Jonathan langsung menuju laci dan mengambil pengaman di sana. Saat itu ia masih membiarkan Astrid memuaskan dirinya. Perempuan itu sangat pandai memuaskan dirinya dibandingkan dengan jalang yang lainnya. Bahkan terkadang ia mendapatkan tubuh perempuan secara cuma-cuma di club malam. Sikapnya yang b******k itu bermula saat dirinya dikecewakan.
"Sudah, Astrid!" Jonathan langsung menarik rambut Astrid dengan kasar. Memasang pengamannya dengan hati-hati. Tentu saja selama satu tahun menyimpan Astrid sebagai simpanannya. Jonathan tak ingin mengambil risiko membuat Astrid hamil. Karena cukup baginya merawat Angel saja sudah kesusahan.
"Mppph," Jonathan melahap kasar p******a Astrid. Memainkannya berkali-kali dengan lidahnya. Malam yang harusnya ia habiskan bersama dengan Larisa justru ia nikmat bersama perempuan lain.
Jonathan mendorong tubuh Astrid dan menghadap membelakanginya. Mengelus perlahan punggung perempuan itu, miliknya sudah sangat mengeras. Perlahan Jonathan mengarahkan kejantannya tepat di depan milik Astrid.
"Ah," Jonathan langsung menghujamnya dalam satu kali hentakan. Selama satu tahun ini Astrid adalah miliknya. Tak ada pria manapun yang berhak untuk menikmati tubuh Astrid selain dirinya.
Jonathan selalu menikmati permainannya bersama dengan Astrid. Entah permainan kasar atau lembut, perempuan itu tidak pernah marah terhadap dirinya. Bahkan tidak pernah mengkhianati dirinya selama ini, setiap kali ke sana, Jonathan tidak pernah menemukan pria lain di dalam kamar Astrid.
Jonathan memang tahu bahwa Astrid melakukan operasi pada payudaranya. Hingga p******a Astrid selalu saja menggoda baginya. Ia mengetahui hal itu satu minggu setelah membayar Astrid. Bahkan mereka pertama bercinta setelah satu minggu ia membayar Astrid.
"Kamu selalu saja membuatku puas, Astrid."
"Lakukan saja semaumu, Jo!"
Tubuh Astrid tumbang, tapi Jonathan tidak berhenti untuk menghujam milik perempuan itu. Ia berganti posisi tidur dan dibelakangi oleh Astrid, ia menaikkan sebelah kaki Astrid dan menghujam perempuan itu lagi.
Dua puluh menit berlalu, napas Astrid mulai tidak menentu. Keringat disekujur tubuh mereka pun sangat banyak. Lagi dan lagi Astrid mengerang penuh nikmat saat memposisikan Astrid di bawah dan ia menghujamnya lagi. Kini Jonathan menumpukan kedua tangannya di sebelah Astrid dan perempuan itu berpegangan padanya.
"Ah, Jo! Ini nikmat sekali, honey,"
"Tentu aku juga ingin memuaskanmu, sayang,"
"Jo aku ingin minta uang setelah ini,"
"Berapa?"
"300 juta. Aku ingin beli tas baru,"
"Ah, ah baik Astrid. Aku akan memberikannya," Jonathan menghujam Astrid dengan gerakan yang dipercepat, "aku akan membuangnya dimulutmu, Astrid,"
"Baik, Jo! Lakukan saja apa maumu, haaah, ah, ssshhh Jo aku mau keluar,"
"Aku juga sebentar lagi keluar, sayang, ah tahan Astrid, ssshh ah,"
Jonathan menarik kejantannya dari dalam milik Astrid. Ia langsung membuka kondomnya dan mengeluarkan s****a di atas wajah Astrid. Bahkan perempuan itu mengulum miliknya hingga bersih. Tidak ada rasa jijik yang diperlihatkan oleh Astrid selama ini. Jonathan akui, bahwa selama ini jalang termahalnya adalah Astrid.
Jonathan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu duduk dipinggiran ranjang bergantian dengan Astrid. Perempuan itu pun keluar beberapa saat sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Kamu mau beli tas di mana?"
"Singapore,"
"Berapa hari?"
"Paling dua hari,"
Jonathan menyerahkan ponselnya kepada Astrid. Jonathan berbaring dan Astrid berbaring di lengannya.
"Katanya 300 juta?"
"Hehehe buat ke salon juga, sayang,"
"Baiklah, terserah kamu,"
Jonathan melihat nominal yang di transfer oleh Astrid adalah 500 juta. Biaya pernikahannya pun tak semahal itu. Hanya ada akad saja tanpa adanya resepsi. Jonathan tak ingin mempermasalahkan itu dan membiarkan wanitanya melakukan hal sesuka hatinya. Toh itu juga untuk. memuaskan dirinya.
"Aku mau mobil baru, Jo!"
"Nanti,"
"Kapan?"
"Sepulang kamu dari Singapore,"
"Beneran ya?"
"Iya. Aku beliin keluaran terbaru,"
"Terima kasih sayang,"
"Ini nggak cuma-cuma Astrid. Kamu harus siap ketika aku menggunakan obat kuat,"
"Tenang saja, sayang,"
Jonathan sekilas mencium Astrid dan mengelus rambut perempuan itu.
___________________________________________
Ini adalah cerita pertama ya, btw baik-baik dalam memilih bacaan yang barangkali cerita selanjutnya banyak adegan 21+. Hehehehe, jangan lupa follow ya!!!.
====================================
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
====================================
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡====================================