Part 6

2264 Kata
Alea fokus pada laptop di depannya, ia sedang melihat grafik perkembangan perusahaan yang ia pegang. Ia lihat tidak ada perkembangan berarti selama perusahaan berdiri hanya sedikit keuntungan saja yang didapatkan, sepertinya manajemen sebelum ia pegang hanya bisa menjalankan perusahaan dengan sembarangan yang penting dapat keuntungan walau sedikit. Alea bertekad untuk Mulai membangkitkan perusahaan, ia mulai mencatat poin poin di sebuah kertas, lalu visi dan misi perusahaan yang baru, juga langkah langkah yang akan ia lakukan. Setelah menulis semua itu ia kembali memeriksa semuanya, Alea kemudian menghubungi Nina sekretarisnya dan memintanya masuk. "Nin, panggil divisi marketing ke ruang meeting, saya mau briefing personil divisi marketing," perintah Alea. "Baik bos," jawab Nina. "Setelah itu lanjut dengan divisi lain, hari ini saya harus bertemu all divisi dan menjelaskan kemauan saya juga apa yang harus mereka lakukan agar perusahaan ini berkembang. "Siap bos," Nina berbalik dan keluar dari ruangan Alea. Nina kemudian berjalan menyusuri lorong dan menuju divisi marketing. Alea membereskan pekerjaannya di meja juga laptopnya, setelah itu ia Berjalan keluar dari ruangannya, melihat Alea keluar, Eric, Bryan dan  Nico berdiri dari duduknya. "Saya mau ke ruang meeting," ucap Alea, Bryan dan Nico mengangguk, mereka berdua berjalan di depan Alea sedangkan Eric berjalan di belakang Alea. Mereka menuju ke ruang meeting karena Alea akan mengadakan meeting dengan divisi marketing. Alea mulai meeting saat personil divisi marketing datang, ia mulai menjelaskan point yang ingin ia sampaikan yaitu mulai melakukan pemasaran di beberapa tempat yang ramai yang biasa dilakukan para sales marketing. Alea menjelaskan secara detail apa yang ingin ia lakukan dengan perusahaan ini, semua ia sampaikan, Alea tak ingin ada yang terlewat. Begitu juga saat meeting dengan divisi lain yaitu divisi keuangan, divisi HRD dan divisi lainnya. Alea tersenyum puas saat semuanya sudah selesai, ia sudah memberikan pemahaman pada semua karyawannya apa yang akan ia lakukan dengan perusahaan ini. Selama meeting berjalan Eric memperhatikan apa yang dilakukan Alea, betapa gadis itu memiliki misi dan visi yang bagus untuk perusahaan. Eric yang selalu belajar dan belajar lagi saat menjadi bodyguard dimanapun tahu jika Alea gadis yang pantang menyerah, penilaiannya mulai berubah pada bosnya itu, setiap orang punya sisi negatif tapi ia juga pasti punya sisi positif. Wajah Alea terlihat kelelahan, dan itu tak luput dari pandangan mata Eric. Jam menunjukkan pukul 3 sore, ponsel Alea berdering nyaring. Alea melirik ponselnya yang tertera nama mamanya. Dengan malas ia menjawab panggilan mamanya. "Halo ma," jawab Alea. "Halo sayang, kamu dimana?" "Tentu saja Alea di kantor ma, ada apa." "Hari ini kamu pulang lebih awal ya sayang, mama mau kamu antarkan mama." "Mama mau kemana?" "Ada makan malam dengan sahabat mama, kamu kan lama di London jadi mereka ingin mengenal kamu sayang." "Bukannya ada bodyguard?" "Beda dong sayang, mau ya?' "Jam berapa?" "Sekitar jam 7, Baiklah, sampai jumpa dirumah" "Iya, bye" Alea mengakhiri panggilan telepon mamanya. Ia berfikir sejenak, tidak mungkin mamanya tiba tiba mengajaknya makan malam, pasti ada sesuatu yang direncanakannya. Tapi ia juga tidak bisa menolak karena mamanya memintanya baik baik bukan memaksanya. "Kita kembali ke ruanganku," ucap Alea, Bryan dan Nico mulai melakukan protokol yang sudah mereka sepakati, Bryan dan Nico berjalan di depan Alea sedangkan Eric berjalan di belakang Alea. Setelah masuk dalam ruangannya Alea kembali berkutat dengan pekerjaannya sedang tiga bodyguardnya menunggu di luar ruangan seperti biasa. Tepat pukul 5 sore Alea memutuskan pulang dan bersiap untuk makan malam dengan mamanya juga temannya. ~~~ ~~~ Alea mematut dirinya di depan cermin besar, ia memakai gaun lengan panjang selutut berwarna soft peach, ia gerai rambut panjangnya yang hitam sepunggung. Ia pulaskan make up tipis di wajahnya, ia tidak suka make up terlalu tebal seperti Nathia. Alea keluar dari kamarnya dan menuju lift lalu turun ke lantai dasar, keluar dari lift ia sudah disongsong oleh bu Tania. "Akhirnya turun juga sayang, mama sudah menunggu kamu sejak tadi," ucap bu Tania. "Ayo." Alea berjalan berdampingan dengan Bu Tania keluar dari rumah. "Papa belum pulang ma?" "Papa baru saja tadi berangkat ke New York," jawab bu Tania. "New York? Sendirian?" "Enggak dong sayang, sama para bodyguardnya juga kak Nathia." "Sama kak Nathia?" "Iya, katanya sekalian photo prewedding dengan Arman." "Memangnya kak Nathia akan segera menikah?" "Iya sayang, usia kak Nathia kan sudah cukup untuk menikah." Alea mengangguk angguk mengerti. Sesampainya di luar rumah mobil bu Tania sudah siap dengan 2 bodyguard, mobil Alea juga sudah siap serta Eric, Bryan dan Nico yang sudah ada disebelah mobil Alea. Bu Tania dan Alea saling pandang. "Kita pakai mobil mama saja ya sayang," saran bu Tania. "Iya terserah mama saja, bodyguard aku?" "Tidak perlu bawa banyak bodyguard sayang." "Aku bawa satu bodyguard aku ya ma, kasihan bodyguard mama melindungi dua orang sekaligus. Biar aku bawa satu bodyguard aku," jawab Alea. "Bryan, Nico kalian boleh istirahat, biar Eric saja yang ikut aku karena sudah ada bodyguard mama." "Baik bos," jawab Bryan dan Nico bersamaan. Alea dan mamanya masuk dalam mobil mamanya diikuti para bodyguard, kemudian mobil melaju di jalanan ibukota. Mobil berbelok di sebuah resto mewah, sopir memarkirkan mobil di valet parking. Alea, mamanya dan para bodyguard keluar dari mobil dan masuk dalam resto. Dua bodyguard bu Tania berjalan di depan bu Tania dan Alea sedangkan Eric berjalan dibelakang mereka. Mereka masuk menuju privat room dan disana sudah ada seorang wanita seusia bu Tania bersama seorang pemuda dengan wajah rupawan diatas rata rata. Bu Tania mengajak Alea duduk berhadapan dengan wanjtasa pemuda itu. "Selamat malam jeng Rita,"  sapa bu Tania. "Selamat siang jeng Tania, apa kabar?" "Baik, seperti yang Jeng Rita lihat," jawab mama Alea. "Siapa ini? Saya tidak pernah lihat jeng,"tanya bu Tania pada bu Rita sambil menatap pri muda itu. "Oh iya, kenalkan ini anak bungsu saya, Kiano," jawab bu Rita. "Selamat malam tante, saya Kiano," ucap Kiano ramah dan menyodorkan  tangan pada bu Tania dan Alea. "Alea," ucap Alea memperkenalkan diri, ia mulai mengerti kenapa namanya mengajaknya bukan berangkat sendiri, ia mencium bau perjodohan disini. "Ayo kita mulai makan malamnya," ajak bu Rita. Bu Rita meminta waiters menghidangkan makanan, para bodyguard menunggu di luar privat room itu. "Tante dengar Alea menyelesaikan program doctoral di London Ya," tanya bu Rita memulai obrolan mereka. "Iya tante." "Kiano juga, Kiano Doctor dalam manajemen bisnis." Alea hanya tersenyum kecil Sesekali saat ditanya bu Rita, mereka terlibat obrolan ringan hingga 2 jam. "Ya ampun tak terasa waktu cepat berlalu ya jeng Rita, Kiano lain kali bisa makan malam berdua saja dengan Alea biar bisa saling mengenal," saran bu Tania. "Iya tante, Alea anaknya asyik buat diskusi." jawab Kiano tersenyum. ~~~ ~~~ "Mama mau menjodohkan aku dengan Kiano?" tanya Alea to the point pada mamanya, bu Tania tersenyum. "Apa salahnya sayang, dia dari keluarga baik baik juga berpendidikan tinggi, kalian pasti cocok," jawabbu Tania, mereka dalam mobil di perjalanan pulang. "Tapi Alea masih mau berkarir ma, Alea masih ingin mengembangkan perusahaan papa." "Ya ampun Al, ini baru perkenalan nanti ada proses lagi, mama tidak mengharuskan kamu menikah saat ini juga." "Tetap saja Alea tidak suka ma, nanti konsentrasi Alea terpecah," gerutu Alea. "Sudah, kamu jalani saja dulu sayang, sepertinya Kiano orang yang menyenangkan." Alea menghembuskan nafasnya kasar karena mamanya bersikeras menjodohkannya, bukan ia tidak mau tapi fokusnya kini perusahaan bukan hal lain. Mobil masuk dalam halaman rumah, Alea segera turun dan masuk. Bu Tania menggelengkan kepalanya, ia t**i putrinya itu tidak suka tapi untungnya Alea tidak memberontak walau tidak suka. "Kalian boleh istirahat," ucap bu Tania pada bodyguardnya juga Eric. Karena esok hari adalah weekend, dan Alea ingin istirahat saja dirumah ia memberikan libur juga pada bodyguardnya, ia minta art rumahnya untuk memberitahu Eric, Bryan dan Nico. Mendengar kabar itu Eric sangat senang, ia ingin ke panti menjenguk adik adiknya juga bu Sari. Keesokan harinya Eric sudah bersiap, ia memakai pakaian casual celana jeans dan T shirt, ia keluar dari kamar yang ia tempati, kemudian menuruni tangga bangunan khusus kamar para bodyguard. Namun belum juga ia keluar dari halaman rumah megah Franco Wijaya sebuah suara menghentikan langkahnya. "Eric..., tunggu." Eric berbalik dan melihat Alea dengan memakai pakaian olahraga berjalan ke arahnya. "Kenapa bos?" "Saya mau olahraga di car free day, kamu ikut saya," perintah Alea,Eric tertegun, baru saja dia senang akan bisa bertemu bu Sari tapi semua sirna. Eric menatap tak suka pada Alea. "Bukannya bos mengatakan kalau hari ini kami libur dan boleh melakukan apapun keinginan kami kenapa sekarang berubah?" "Iya benar, tapi saya berubah fikiran. Ayo," ajak Alea melangkah menuju mobilnya. "Bos memang egois," ucap Eric melangkah mengikuti langkah Alea. Alea menghentikan langkahnya dan berbalik. "Apa? Egois kamu bilang?" "Benar, anda benar-benar egois." "Terserah kamu bilang apa, saya tidak perduli," jawab Alea kemudian melanjutkan langkahnya. Eric mendengus kesal mendengar jawaban Alea, ia pun berjalan mengikuti  Alea dan masuk dalam mobil. ~~~ ~~~ Alea berlari kecil mengelilingi area gelora bung Karno diawasi oleh Eric dari kejauhan, Eric masih kesal kenapa harus dirinya yang diajak car free day, masih ada Bryan dan Nico yang tidak melakukan apa apa, Eric berfikir jika Alea masih menyimpan dendam padanya karena pernah ia marahi di depan umum. Di kejauhan Eric melihat Alea terjatuh dan tersungkur seperti tersandung sesuatu. Eric segera berlari dan mendekati Alea. "Bos kenapa?" "Entahlah aku nggak tahu," jawab Alea. "Biar saya bantu," ucap Eric membantu Ala berdiri namun Alea malah berteriak kesakitan. "Ouch...!" "Mana yang sakit?" "Pergelangan kaki sepertinya." "Coba duduk dulu," Eric mendudukkan Alea di aspal, wajah Alea meringis kesakitan. Eric menekan jarinya di bagian pergelangan kaki Alea membuat gadis itu berteriak kesakitan. "Ouch...! Kamu gila! Itu sakit malah kamu tekan," ucap Alea marah. "Sorry, saya hanya memastikan sesuatu," jawab Eric. Alea mengernyitkan keningnya. "Memastikan apa?" "Kaki anda keseleo, mungkin bos tadi tidak melakukan pemanasan dulu." "Lalu bagaimana?" "Kita pulang, bos harus istirahat." "Tapi..., bukannya harus ke rumah sakit?" "Kalau ke rumah sakit paling tidak bos tidak boleh turun dari ranjang selama dua minggu dan kaki harus di gips," jawab Eric. "Hah! Dua minggu, nggak bisa, bagaimana dengan perusahaan, akan terbengkalai." "Ada satu cara yang lebih cepat sembuh." "Apa?" "Pijat, tapi itu sangat menyakitkan," jawab Eric. "Kita coba itu saja." "Tapi bos...." "Jangan banyak tapi ayo," Alea akan berdiri tapi ia urungkan karena kakinya terasa sangat sakit sekali. Eric kemudian mengangkat tubuh Alea dan membopongnya, Eric berjalan Membelah kerumunan orang menuju area parkir mobil yang cukup jauh dari tempat Alea terjatuh. Alea menatap wajah Eric yang begitu dekat dengan wajahnya, garis wajah Eric tegas apalagi sikapnya selalu dingin saat bicara dan satu yang ia ingat pria ini tidak pernah tersenyum. Wangi parfum Eric menyeruak indera penciuman Alea, wangi musk yang menenangkan, Alea merasakan kenyamanan saat ini dan rasa nyaman seperti ini belum pernah ia rasakan sebelumnya. Eric meletakkan tubuh Alea di jok tengah mobil sedangkan ia duduk di depan bersama Amin, 1 jam kemudian mereka sampai di rumah, Eric kembali membopong tubuh Alea dan membawanya masuk, saat di dalam rumah Eric bingung karena Tidak tahu kamar Alea, Eric menghentikan langkahnya. "Masuk lift itu," tunjuk Alea, Eric kemudian melangkah menuju lift dan Alea menekan angka 3. Eric meletakkan tubuh Alea di tepi ranjang, sebelum keluar ia melihat seluruh penjuru kabar Alea, kamarnya sangat luas mungkin lebih luas dari rumahnya yang digunakan tempat tinggal anak yatim. Eric melangkah akan keluar dari kamar namun langkahnya terhenti saat Alea memanggilnya. "Tunggu...." Eric menghentikan langkahnya dan berbalik. "Kakiku bagaimana?" "Bos istirahat saja dulu, nanti saya yang urus kakinya," jawab Eric melanjutkan langkahnya. Tak lama setelah Eric keluar, bu Tania masuk dengan wajah khawatir. "Kamu kenapa sayang? Kata bodyguard kamu kaki kamu sakit," tanya bu Tania. "Iya ma, keseleo kata Eric," jawab Alea. "Eric?" "Bodyguard aku itu namanya Eric." "Oh, ya udah mama antar ke rumah sakit biar segera ditangani." "Nggak usah ma, aku nanti dipijit saja, kalau ke rumah sakit aku harus istirahat total, kerjaanku terbengkalai dong ma." "Apa aman sayang? Mama takut terjadi kesalahan." "Entahlah ma, tapi tak ada salahnya dicoba." "Terserah kamu saja lah sayang, biar mama minta bibi ambilkan makanan buat kamu sayang," bu Tania beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar Alea. Eric coba menghubungi seseorang yang ia kenal untuk menyembuhkan kaki Alea telepon tersambung. "Halo...." "Halo, Eric?" "Halo Sam, apa kabar?" "Baik, aku baik. Kamu bagaimana?" "Aku juga baik." "Sudah lama Sekali kamu tidak menelepon, ada apa? kamu terluka?" "Bukan, bukan aku tapi bos ku, kakinya keseleo." "Baiklah, kapan aku bisa datang atau kamu yang menjemputku?" "Aku akan menjemputmu tapi aku tunggu perintah bosku dulu." "Baiklah kalau begitu, akan aku persiapkan perlengkapan yang dibutuhkan." "Ok, terima kasih." "Sama sama." Eric mengakhiri sambungan teleponnya dan duduk di tepi ranjangnya, ia masih khawatir pada bu Sari, Eric kemudian mendial nomor panti. Oooo----oooO Eric berdiri tak jauh dari ranjang Alea, sedangkan Samudra teman Eric sedang memeriksa tingkat keparahan luka Alea dengan menekan dibeberapa tempat beberapa kali. Beberapa Alea menjerit kesakitan tapi berusaha ia tahan. Tidak ada satupun keluarga Alea yang melihat pengobatan Alea ini walau sudah diberitahu. Disamping tidak tega melihat Alea kesakitan mereka juga ada urusan dan kepentingan masing masing, itu sudah biasa bagi Alea semua anggota keluarganya selalu sibuk dengan urusan masing masing sejak dulu. "Apa bisa kita mulai pengobatannya nona?" tanya Samudra pada Alea, Alea mengangguk pelan. Kaki Alea terlihat sedikit bengkak dibagian yang sakit ia sudah membayangkan kesakitan yang akan ia alami beberapa menit dari sekarang. Samudra mengeluarkan minyak dari sebuah kotak dimana ia meletakkan perlengkapannya, ia mulai menuangkan minyak ke tangannya dan memijat kaki Alea membuat Alea berteriak keras, Alea merasa sangat sakit sekali. Tiap pijatan Alea selalu berteriak dan meronta membuat Samudra kesulitan. Samudra menghentikan kegiatannya memijat dan menatap Eric, ia memberikan isyarat mata pada Eric. "Ric...." "Apa? Aku?" "Iya disini cuma ada kamu," jawab Samudra. "Tapi...." "Aku kesulitan melakukannya, tidak jadi sembuh malah makin parah, mau?" "Ck..., iya baiklah." Eric berjalan mendekati Alea dan berdiri di samping ranjang Alea. "Bos..., aku harus memegangimu agar tidak berontak jika tidak..." "Apa tidak bisa kalau aku dibius saja biar tidak merasa kesakitan?" tanya Alea dengan wajah masih terlihat kesakitan. "Tidak bisa, saya kan sudah bilang jika akan menyakitkan dan boa memilih cara ini jadi jangan manja," ujar Eric membuat wajah Alea marah namun tidak bisa berbuat apa apa. "Baiklah, lakukan saja. Aku ingin semua segera berakhir." Eric kemudian duduk dengan posisi menghadap ke arah Alea, ia memegang tangan dan tubuh Alea agar tidak berontak. Samudra kembali melakukan pekerjaannya dan kembali Alea berteriak kesakitan tapi kali ini ia tidak bisa meronta karena tubuh dan tangannya di pegang erat oleh Eric, Alea hanya bisa berteriak kesakitan, air mata mulai mengalir dipipinya. Wajah Eric dan Alea sangat dekat karena Eric memegangi tubuh Alea, Eric bisa melihat dengan jelas expresi kesakitan Alea, Eric tertegun ada perasaan aneh menyusup dalam lubuk hatinya. Perasaan ikut merasakan rasa sakit yang Alea Rasakan saat ini, perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Lynagabrielangga
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN