Part 7

2346 Kata
Alea mencengkeram lengan Eric yang memegang tubuhnya agar tak meronta karena efek kesakitan saat dipijat, baru kali ini Alea merasakan kesakitan yang sangat bahkan membuatnya menangis. Tapi setelah selesai, Alea merasakan kakinya sedikit ringan dan tak sesakit sebelumnya dan ia bisa tidur dengan nyenyak. Eric mengantarkan Samudra keluar untuk pulang, teman Eric itu akan kembali dua hari lagi untuk melihat kaki Alea lagi, keduanya turun dengan lift menuju lantai dasar dan keluar dari rumah Franco Wijaya. "Thanks ya Sam, biar di transfer saja biayanya nanti sama bos," ucap Eric. "Iya, tak masalah yang penting dia sembuh dulu, kamu sudah lama kerja jadi bodyguard disini? Bukannya kamu tidak suka jadi fulltime bodyguard?" "Belum sebulan, memang prinsipku hanya freelance bodyguard tapi keadaan yang mengharuskan aku menjadi fulltime bodyguard," "Keadaan seperti apa?" "Bu Sari sakit, jadi aku harus mempunyai penghasilan tetap untuk kehidupan panti dan pengobatan bu Sari," jawab Eric lugas. Samudra menghentikan langkahnya, ia menatap Eric. "Kamu itu kenapa malah berkorban seorang diri demi panti, mana teman teman seangkatanmu yang sukses? Tidak ada seorangpun yang Kembali dan menanggung kehidupan panti, hanya kamu saja." "Ini sebagai rasa terima kasihku pada bu Sari yang sudah rela merawat aku sejak aku kecil, tidak masalah aku berkorban." "Iya terserah kamu, baiklah aku pulang," Samudra menaiki motor yang ia parkirkan diantara mobil mobil mewah keluarga Franco Wijaya. Setelah kepergian Samudra, Eric berjalan menuju bangunan yang sudah beberapa minggu ini ia tinggali bersama para bodyguard keluarga Franco Wijaya. Ia naik ke lantai 3 dimana kamarnya berada, Eric segera masuk dan mandi, ia melepas pakaiannya dan mengguyur air ke seluruh tubuhnya, Eric merasakan perih di kedua lengannya, ada bekas cengkeraman di tangannya membuatnya teringat jika itu akibat cengkeraman tangan Alea. Ia menyiramkan air ke atas kepalanya dan memejamkan mata, Eric tersentak karena saat ia memejamkan mata berkelebat wajah Alea yang menangis kesakitan. Eric segera membuka matanya, ia heran dengan apa yang ia alami. Kenapa wajah Alea ada di kepalanya dan saat bayangan itu berkelebat jantung berdetak aneh, perasaannya berdesir seperti ada sesuatu yang membuat Eric mengingat gadis itu. Eric menyelesaikan acara mandinya, Alea sedang sakit otomatis bosnya itu tidak akan kemana mana dulu saat ini, ia ingin pergi ke panti dan melihat keadaan bu Sari tapi ia sangsi Alea akan mengijinkannya. Tapi ia harus pergi dan tidak mungkin pergi diam diam dari rumah ini, Eric kemudian keluar dari kamar mandi dan berpakaian. Diambilnya ponsel yang ia letakkan di meja nakas dan mendial nomor Alea, ia sudah terhubung namun Alea belum menjawab panggilannya. "Mungkin dia sedang tidur," gumam Eric, ia letakkan kembali ponselnya dan akan keluar. Namun baru beberapa langkah ia melangkah ponselnya berbunyi, Eric berjalan kembali menuju meja nakas dan mengambil ponselnya. "Halo...." "Ada apa." "Saya mau minta izin pulang beberapa jam untuk melihat keadaan ibu saya yang sakit." "Pergilah." "Terima...." belum selesai Eric bicara sambungannya sudah terputus. "Dasar bos angkuh," gumam Eric menatap layar ponselnya yang sudah mati, ia kemudian berpakaian dan segera keluar dari kamarnya. Di luar kamar Ia berpapasan dengan Bryan yang sedang berdiri dan bersandar di pagar besi di depan kamarnya. "Mau kemana Ric?" "Aku mau pulang sebentar, mau menjenguk ibuku yang sakit," jawab Eric. "Sudah bilang bos." "Sudah." ~~~ ~~~ Eric membuka pintu kamar bu Sari perlahan tak ingin suara pintu membangunkan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu kandungnya itu. Eric melihat bu Sari sedang tertidur lelap, wajahnya terlihat damai. Eric menatap bu Sari beberapa saat kemudian keluar lagi, ia mencari keberadaan bu Siti. Ia melihat bu Siti sedang ada di dapur memasak. "Bu Siti...," sapa Eric. Bu Siti mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat Eric. "Eric, kamu pulang nak. Sejam kapan kamu datang?" tanya bu Siti. "Baru saja bu, bu Siti apa kabar?" "Baik, kamu juga baik kan?" "Iya, Eric baik. Bagaimana keadaan bu Sari?" "Ya namanya juga sakit, pasti tidak baik baik saja Ric, oh ya besok waktunya bu Sari cuci darah, mmm...." Eric mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu atm lalu memberikannya pada bu Siti. "Ibu pegang ATM saya, jika ada keperluan anak anak juga untuk pengobatan bu Sari, ibu ambil dari sini saja." Dengan ragu bu Siti mengambil kartu ATM dari tangan Eric, ia melihat kartu ATM dan Eric bergantian. "Tapi nak bagaimana denganmu? Kamu juga punya kebutuhan nak." "Jangan fikirkan Eric, Eric ada pegangan tenang saja bu," jawab Eric. "Terima kasih nak, ibu tidak tahu jika tidak ada kamu yang melindungi kami disini, pada siapa kami bersandar." "Ibu jangan bicara seperti itu, bu Siti dan bu Sari dulu juga melakukan apa saja untuk saya dan teman bisa survive." "Terimakasih nak, semoga kamu mendapatkan rezeki berlimpah dan jodoh terbaik," ucap bu Siti. "Kenapa doa ibu malah menyangkut pautkan dengan jodoh?" "Ibu dan bu Sari tentu ingin kamu menikah Ric, seorang pria butuh wanita untuk berjalan bersama dalam suka dan duka, berbagi kebahagiaan dan kesedihan." "Saya tidak butuh jodoh bu, bu Sari dan bu Siti dalam hidup saya itu sudah cukup, baiklah Eric pamit mau kembali ke rumah bos Eric, salam untuk bu Sari dan tolong jaga bu Sari ya bu." "Tentu saja Ric." Eric kemudian keluar dari rumah dan menghentikan taksi untuk kembali ke rumah keluarga Franco Wijaya. Oooo----oooO Beberapa hari Alea beristirahat di rumah, ia menugaskan bodyguardnya ikut melindungi kakak kakaknya saja karena ia masih akan beristirahat beberapa hari dirumah. Eric sesekali ikut bersama Nathia kadang bersama Narnia, tak mungkin ia diam saja tidak melakukan apa apa. Hari ini Samudra akan datang memeriksa kaki Alea jadi Eric tidak ikut Menjadi bodyguard Nathia atau Narnia. Eric sudah selesai mandi dan memakai pakaian casual, celana panjang jeans dan kaos press body yang memperlihatkan bentuk tubuhnya. Ia keluar dari kamarnya dan turun dari bangunan khusus tempat tinggal para bodyguard, Eric menunggu kedatangan Samudra di pos security depan. 10 menit kemudian Samudra sudah datang mengendarai motornya, Samudra memasukkan motornya ke dalam area rumah Franco wijaya dan memarkirkannya. Eric mengajak Samudra masuk dan bertemu bu Tania yang Sepertinya akan pergi karena Eric melihat bodyguardnya bersiap di depan. "Yang mau mengobati Alea kan?" tanya bu Tania. "Iya nyonya," "Bawa langsung ke kamar Alea, kamu Eric kan?" "Iya saya Eric nyonya," Bu Tania mengangguk dan berlalu, Eric mengajak Samudra menuju lift dan naik menuju kamar Alea di lantai 3. Sesampainya di depan kamar Alea, Eric mengetuk pintu kamar Alea. Tok tok tok "Masuk ...." terdengar suara dari dalam, mempersilahkan masuk. Eric memutar handle pintu dan masuk bersama Samudra. Eric melihat Alea duduk bersandar di kepala ranjang dengan kaki lurus, kaki Alea sudah tidak bengkak lagi. "Bagaimana keadaan nona Alea?" tanya Samudra. "Sudah lebih baik, rasa sakitnya juga jauh berkurang, terima kasih. Saya tidak menyangka bisa sembuh secepat ini," jawab Alea. "Baiklah coba nona berdiri dan berjalan," pinta Samudra. Alea mengangguk, ia menurunkan kakinya dan coba berdiri perlahan. Alea coba melangkahkan kakinya tetapi baru beberapa langkah ia limbung kehilangan keseimbangan dan akan jatuh, dengan cekatan Eric yang berada tak jauh darinya menangkap tubuh Alea. "Bos tidak apa apa?" tanya Eric saat ia berhasil menangkap tubuh Alea, mata keduanya bersirobak membuat tubuh keduanya membeku. Mata keduanya menatap satu sama lain untuk beberapa detik kemudian, hati Eric berdesir aneh dengan posisi mereka juga saat matanya menatap mata Alea. "Ehem...," suara deheman Samudra membuat Alea dan Eric tersadar dengan posisi mereka. Alea kembali berdiri dan melepaskan diri dari Eric. "Maaf," ucap Eric melepaskan tangannya dari Alea. "Coba jalan lagi perlahan nona Alea," pinta Samudra, Alea mengangguk dan berjalan pelan, kamar Alea sangat luas membuatnya leluasa berjalan. Setelah bisa berjalan dengan tidak asa rasa sakit Alea diminta Samudra kembali duduk di ranjang. "Sepertinya saya tidak perlu memijat kaki nona lagi karena nona sudah sembuh, cuma butuh berjalan perlahan dulu jangan terlalu cepat." Samudra mengeluarkan sebuah botol dari tas perlengkapannya dan memberikannya pada Eric. "Sebelum tidur minyak ini harus di oleskan pada kaki nona Alea," ucap Samudra. "Baiklah," jawab Eric. "Kalau begitu aku pamit dulu." "Terima kasih sudah menyembuhkan kaki saya," ucap Alea. "Sama sama." "Ayo aku antar turun," ajak Eric pada Samudra, keduanya pun keluar dari kamar Alea menuju lift. Setelah Samudra pulang, Eric segera menuju bangunan tempat tinggalnya, ia merasa ada yang aneh pada dirinya. Eric masuk dalam kamarnya dan ia baru sadar jika botol untuk kaki Alea ia bawa. "Astaga, kenapa aku bawa botol ini," gumam Eric pada dirinya sendiri, tidak biasanya ia melakukan kesalahan seperti ini. Eric kemudian kembali ke rumah megah Franco Wijaya dan meminta salah satu art memberikan minyak dari Samudra pada Alea. Keesokan harinya Alea memberi tahu pada para bodyguardnya melalui art nya jika hari ini ia mulai kembali ke kantor untuk bekerja, ia tak ingin terlalu lama di rumah karena ia sudah memiliki rencana besar untuk perusahaannya. Alea berjalan keluar dari rumah dan melihat para bodyguardnya sudah siap, mereka bertiga berdiri di sisi mobil Alphard hitam miliknya. ~~~ ~~~ Sesampainya di gedung kantornya, Alea segera masuk dalam ruangannya dan tak lama ia sudah fokus bekerja sedangkan seperti biasa ketiga bodyguardnya menunggu di luar. Alea bekerja hingga tak terasa tiba jam makan siang, ia akan menghubungi Nina untuk memesankannya makan siang karena ia akan makan siang di ruangannya saja tapi sebelum ia menghubungi Nina, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan dari nomor yang tak ia kenal, Alea hanya menatap layar ponselnya lama dan kemudian menjawabnya. "Halo...." "Halo, Alea?" "Iya, siapa ini?" "Aku Kiano." "Oh Kiano, kenapa No?" "Aku mau ajak kamu lunch, ada waktu?" "Sekarang?" "Iya, aku sudah ada di lobby perusahaan kamu." "Sudah di lobby?" "Iya, bagaimana?" "Boleh, mau lunch dimana?" "Terserah kamu." "Baiklah aku segera keluar, kamu tunggu saja di lobby" "Ok, aku tunggu." Alea membereskan mejanya dan keluar dari ruangannya, tiga bodyguardnya stand by dan mengikuti langkah Alea. Di lobby Alea melihat Kiano sedang duduk di sofa menunggunya. "Hai...," sapa Alea. "Hai, sudah siap?" "Ya Ayo," ajak Kiano namun baru beberapa langkah Kiano menghentikan langkahnya. "Aku pikir bodyguard kamu tidak usah ikut." "Kenapa?" "Aku Membawa 4 bodyguard dan itu sudah cukup, ujar Kiano. Ale berfikir Sejenak Kemudian berbalik menghadap pada para bodyguardnya. "Kalian makan siang saja, aku dan Kiano akan makan siang diluar." "Tapi bos tugas kami menjagamu, bagaimana kalau...." protes Eric tertahan saat Kiano menggerakkan tangannya agar Eric diam. "Aku sudah bilang kalau aku bawa 4 bodyguard, jadi kalian tidak perlu ikut," cegah Kiano pada Eric dan teman temannya. Eric saling pandang dengan Bryan dan Nico, ketiganya menatap kepergian Alea dan Kiano yang semakin menjauh. Eric merasa ini tidak boleh dibiarkan, jika sesuatu terjadi pada Alea pasti ia dan dua temannya yang disalahkan oleh keluarga Franco Wijaya. Eric berfikir sejenak kemudian berjalan cepat keluar dari lobby, ia mendekati security kantor dan berbicara sesuatu padanya, security itu mengangguk dan menyerahkan sesuatu pada Eric. Alea dan Kiano duduk berhadapan di sebuah meja resto, mereka makan ditempat dengan banyak meja bukan di privat room. Mereka sedang menunggu pesanan mereka datang. "Aku dengar kamu memegang perusahaan kecil milik papa kamu? Why?" "Tidak apa apa," jawab Alea santai. "Seharusnya kamu pegang perusahaan broadcast punya papa kamu, perusahaan itu sudah sangat besar kamu tinggal santai saja," jawab Kiano. Pembicaraan mereka terputus saat pesanan makanan mereka datang. "Aku tidak suka memegang perusahaan yang sudah besar, aku ingin mengembangkan perusahan dengan tanganku sendiri. Aku sekolah tinggi tinggi dan jauh jauh bukan untuk menikmati perusahaan papa aku, tapi mengembangkan yang masih belum berkembang." jawab Alea panjang lebar. "Tapi menurutku akan terlalu lama proses mengembangkan perusahaan yang masih kecil bisa bertahun tahun." "Memangnya kenapa kalau bertahun tahun?" tanya Alea sambil memasukkan makanan dalam mulutnya. Ia tidak suka pemikiran Kiano, yang hanya mau enaknya saja. "Kamu tahu kan tujuan sebenarnya makan malan kita beberapa waktu lalu, jika kamu sibuk mengembangkan perusahaan kecil kapan kita akan menikah?" Mendengar ucapan Kiano Alea tersedak dan terbatuk batuk, ia mengambil air putih dan meminumnya untuk meredakan rasa tak nyaman di tenggorokannya. "Menikah?" "Iya, kita kan dijodohkan," jawab Kiano. "Tapi aku belum mengiyakan perjodohan kita, aku juga tidak ingin buru buru menikah, aku kan sudah bilang mau mengembangkan perusahaan papa dulu. Kita juga baru sekali bertemu, kenapa buru buru. Saling mengenal saja dulu." "Iya kamu benar tapi kedua orangtuaku ingin aku segera menikah, aku anak laki laki satu satunya jadi mereka ingin aku menikah dan memberikan keturunan laki laki," jawab Kiano Alea menghela nafas panjang. "Masih saja ada orangtua model seperti itu?" "Maksud kamu?" "Maksudku orangtua yang ingin anak atau cucu laki laki, sekarang tuh jaman modern perempuan sejajar dengan laki laki." Alea mengedarkan pandangannya, "mana bodyguard kamu? aku tidak lihat," tanya Alea. "Tidak ada, aku sengaja mengatakan itu agar bodyguard kamu tidak mengikuti kita, biar mereka tidak mendengar apa yang kita bicarakan," jawab Kiano santai. "Kamu gila? Bagaimana jika ada musuh bisnis papaku yang akan berbuat jahat padaku?" "Jangan terlalu paranoid Alea, aku bisa melindungi kamu jika ada yang berniat jahat." "Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan No, mereka ada dimana mana dan mencari kesempatan." "Sudahlah Alea, jangan manja, buat apa kamu mempekerjakan 3 orang bodyguard, aku sudah cukup untuk melindungi kamu," ucap Kiano sedikit terdengar sombong di telinga Alea. Ia tidak suka dengan sikap sombong dan angkuh Kiano, ia teringat ucapan Eric yang mengatakan jika dirinya gadis yang manja, sombong dan angkuh. Memang menyebalkan bicara dengan orang seperti itu dan ia kini merasakan apa yang dirasakan Eric. Ia tertegun, kenapa malah ia ingat pada Eric, aneh sekali batin Alea. Setelah selesai makan siang Kiano mengantarkan Alea menuju gedung kantornya tetapi di sebuah tikungan yang sepi sebuah mobil range Rover hitam memotong laju mobil Kiano yang dikemudikan sendiri oleh Kiano membuat Kiano menginjak pedal rem menyebabkan bunyi ban mobil berdecit, 4 orang pria berbadan tinggi besar keluar dari mobil dan memaksa Kiano serta Alea keluar dari mobil. "Mau apa kalian?" tanya Alea. "Ikut kami," salah satu pria itu menarik Alea menuju mobilnya. "Lepaskan dia!" pekik Kiano, ia mulai menyerang pria yang akan membawa Alea tapi hanya beberapa jurus saja perlawanan Kiano dapat dipatahkan. Kiano tersungkur di aspal tanpa bisa mencegah kepergian para pria itu yang membawa Alea pergi. Mobil range Rover itu pergi meninggalkan Kiano yang tersungkur dengan darah keluar dari bibirnya. "Apa mau kalian?" tanya Alea yang ada dalam mobil para penculik. "Tenang saja nona Alea, kami tidak akan menyakitimu. Bos kami ingin mengajukan kesepakan dengan pak Franco Wijaya." Ucapan salah satu pria itu sudah diduga oleh Alea, ketakutannya terbukti dan ia sendiri tanpa bodyguard. Tapi nasi Sudah menjadi bubur dan ia berharap bodyguardnya bisa menyelamatkan dirinya. Sebuah motor yang baru saja mendahului mobil yang menculik Alea tiba tiba berhenti dan meletakkan motornya di tengah jalan Membuat mobil range Rover yang membawa Alea berhenti. "Hei, tepikan motormu, kami mau lewat." pekik salah satu pria itu, Alea juga bisa melihat apa yang dilakukan pemotor itu. Pemotor yang masih memakai helm itu membuka helm yang ia pakai dan menampakkan wajah yang dikenal oleh Alea. "Eric?" Lynagabrielangga
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN