Part 5

2025 Kata
Eric membukakan pintu untuk Alea masuk dalam mobil, Alea masuk dalam jok tengah dan duduk disana ia tersenyum puas karena dalam meeting pertamanya dengan kvlien ia langsung berhasil meyakinkan klien dan akan tanda tangan kontrak minggu depan. Awal yang bagus untuk Alea, ia memang anak bungsu dan terkenal manja tapi ia akan membuktikan jika ia mampu berdiri di atas kakinya dan memajukan perusahaan kecil yang ia pilih, ia sengaja memilih perusahaan kecil milik ayahnya untuk pembuktian diri. Dua bodyguardnya yang belum siap saat ia berangkat ia minta langsung ke kantor. Sebenarnya Alea risih jika harus diikuti oleh bodyguard tapi itu satu keharusan dan aturan papanya. Tam terhitung berapa kali ia dan kakak kakaknya akan jadi korban penculikan saingan bisnis papanya atau penjahat yang ingin minta tebusan. Sejak kecil Alea, Nathia dan Narnia sudah terbiasa diikuti oleh pada bodyguard. Namun saat Alea kuliah di London ia sedikit lega karena tidak ada yang mengenal dirinya sebagai anam orang terkaya di Indonesia, dan tidak  memerlukan bodyguard membuatnya bebas melakukan apapun. Tapi saat kembali ke Indonesia ia harus kembali dijaga dan dilindungi oleh bodyguard dan tidak tanggung tanggung papanya menugaskan 3 bodyguard dengan satu orang yang ia pilih sendiri. Ia melirik ke arah Eric yang duduk di jok depan bersama Amin, bodyguardnya itu terlihat dingin dan kaku, tidak banyak bicara, ia belum tahu dengan dua bodyguardnya yang lain. Alea keluar dari mobil saat pintu dibukakan oleh Eric saat mobil, ia kemudian berjalan memasuki lobby perusahaannya dan menuju ruangannya, perusahaan yang ia pegang hanya satu lantai saja namun cukup besar. Ia sudah mempelajari tugas beberapa divisi di perusahaan ini dan ia merasa tidak butuh magang di divisi yang bersangkutan karena dengan cepat ia bisa memahami tujuan yang harus dia lakukan. Eric berjalan di belakang Alea, seharusnya ia di depan untuk melindungi Alea tapi ia belum tahu letak ruangan Alea, Alea masuk dalam ruangannya dan melihat dua bodyguardnya yang tadi ia tinggal duduk disana. Keduanya segera berdiri dan mendekati Alea. "Maafkan kami bos, kami tidak tahu kalau bos berangkat pagi sekali," ucap Bryan pada Alea. "Apakah kalian tidak punya inisiatif, tidak semua pimpinan perusahaan akan berangkat siang, lagi lebih baik." "Iya bos maaf," jawab bodyguard yang lain. "Oh ya siapa nama kalian?" tanya Alea. "Saya Bryan." "Saya Nico." "Baiklah saya mau bekerja, kalian diluar saja dan saya akan meminta sekertaris saya membuat schedule saya biar kalian tahu kapan harus sudah siap." "Siap bos," jawab Eric, Bryan dan Nico bersamaan, ketiganya kemudian keluar dan duduk di sofa yang ada di luar ruangan Alea, ada sebuah meja disana dan seorang gadis muda yang adalah sekertaris Alea. Bryan dan Nico mendekati meja sekretaris, tak lama mereka sudah akrab dengan sekretaris Alea sedangkan Eric masih duduk dengan siaga di sofa, ia membuka buka buku bisnis yang ada disana dan membacanya. Baginya satu keberuntungan bisa bekerja dan belajar, ilmu itu tidak ada batas usia untuk mempelajarinya. "Baca apa Ric," tanya bryan yang sudah duduk di sebelah Eric. "Ih ini buku bisnis," jawab Eric. "Oh ya Ric, kenalkan itu Nico." "Hai," sapa Eric. "Hai, kita satu tim ya." "Hemm...," jawab Eric Bergumam. "Bagaimana kalau kita tata letak penjagaan kita, dua didepan satu di belakang, bagaimana Ric?" usul Bryan. "Baiklah, jadi siapa yang di depan siapa yang di belakang?" tanya Eric. Ketiganya saling pandang. "Baiklah, aku dan Nico di depan kamu di belakang Ric, bagaimana?" "Ok," jawab Eric menyetujui. Mereka kemudian berdiskusi tentang sistem yang mereka pakai jika suatu saat ada keadaan genting, siapa yang membawa bos pergi dan siapa yang melawan bahaya. Tak terasa jam makan siang tiba, mereka bingung apakah harus bergantian makan siang atau menunggu perintah dari Alea. Telepon meja sekretaris berbunyi dan diangkat oleh gadis itu. "Iya bu," jawab gadis dengan name tag Nina didadanya. "Suruh bodyguard saya makan siang, juga pesankan saya makan siang pekerjaan saya masih banyak jadi saya makan siang diruangan saya saja." "Baik bu, ibu mau pesan apa?" "Apa saja." "Baiklah," Nina menutup teleponnya dan berdiri kemudian berjalan mendekati Eric, Bryan dan Nico. "Kalian diminta bu Alea makan siang, bu Alea akan makan siang di ruangannya saja karena masih banyak pekerjaan." "Baiklah, ayo kita makan siang," akan Bryan. "Kita pergi bersama?" tanya Eric. "Iya, bos menyuruh begitu kan?" "Tidak bisa, harus ada salah satu yang tinggal. Bahaya bisa mengancam kapan saja dan dimana saja, biar aku yang tinggal disini," saran Eric. "Kamu yakin? Ini kantornya perusahaannya, tidak akan ada bahaya mengancam," ucap Nico. "Prinsip penjagaan adalah waspada, dimanapun dan kapanpun," jawab Eric lagi. "Baiklah kalau begitu, kamu mau dibawakan apa?" "Apa saja." "Baiklah, ayo Bry," ajak Nico, Bryan dan Nico berjalan keluar untuk makan siang, Nina kembali ke mejanya dan memesankan makanan untuk untuk Alea. Sembari menunggu kembalinya Nico dan Bryan, Eric Kembali Membaca majalah bisnis di tangannya, ia masih tetap waspada walau dalam keadaan Membaca. Ia melihat seorang kurir makanan mendekati meja Nina dan memberikan box makanan pada Nina dan pergi, Nina berdiri dan berjalan memasuki ruangan Alea setelah sebelumnya mengetuk pintunya yang tertutup. Tak lama kemudian Nina kembali ke mejanya mengambil tas. "Mas, aku mau makan siang dulu, kamu disini sendiri tidak apa-apa kan? Atau bagaimana jika kamu makan siang bareng aku?" "No thanks, aku tunggu Bryan dan Nico saja," jawab Eric melihat Nina sekilas dan kembali melihat buku ditangannya. "Oke kalau begitu," Nina kemudian berjalan menuju lorong yang terhubung ke lobby. Eric mempertajam pendengarannya, ia seperti mendengar suara benda jatuh berantakan, ia kembali mempertegas pendengarannya dan ia yakin itu suara dari dalam ruangan Alea. Eric melompat dari duduknya dan berlari menuju ruangan Alea dan membukanya, dugaannya benar ia melihat meja kerja Alea berantakan dan Alea sudah tersungkur dengan nafas tersengal. "Ya Tuhan..., bos kenapa?" Eric bergegas menuju tempat Alea tersungkur, ia mencoba mendudukkan Alea yang masih sesak nafas. "To... long....  ba.... wa .... a... ku .... ke ... ru ... mah ... sa ... kit," ucap Alea tersengal. "Bos kenapa?" "A.... ku .... a ... lergi... u .... dang," jawab Alea masih tersengal. Eric terkejut mendengar ucapan Alea, ia segera mengangkat tubuh lemah Alea dan dengan cepat berjalan menuju lobby dan keluar gedung menuju mobil. Amin yang menunggu dalam mobil segera keluar akan bertanya. "Nyalakan mobilnya min, kita ke rumah sakit," Dengan cepat Amin kembali masuk dalam mobil menyalakan mesin mobil, mobil pun melaju keluar dari area parkir kantor menuju rumah sakit terdekat. "Nona kenapa mas Eric?" tanya Amin. "Alerginya." "Apa? Nona makan udang?" tanya Amin terkejut. "Aku tidak tahu min, tadi bos makan di dalam kantornya," jawab Eric, ia melihat Alea duduk di sebelahnya dengan wajah merah dan nafas tersengal, ia khawatir terjadi sesuatu pada Alea, bukan karena apa apa tapi karena Alea dalam perlindungan dan tanggung jawabnya. Eric tidak tahu apa yang diberikan Nina pada Alea, juga tidak tahu jika Alea alergi udang hingga parah seperti ini. Setelah sampai di rumah sakit, Eric segera membopong kembali tubuh Alea yang lemas keluar dari mobil dan berlari menuju IGD rumah sakit, dengan cekatan perawat memberikan Tindakan pada Alea. ~~~ ~~~ Eric duduk di sofa ruang VVIP dimana Alea dirawat, ia lihat Alea terbaring di brankar dengan wajah pucat, infus di pergelangan tangannya dan oksigen di hidungnya. Keluarga Alea masih sibuk dan meminta Amin san Eric mengurus segalanya, Eric tak membayangkan perasaan Alea saat tahu keluarganya tidak datang saat tahu ia sakit malah meminta anak buahnya yang mengurus segalanya. Alea tak ubahnya anak yatim piatu sama seperti dirinya tapi mungkin Alea lebih sakit perasaannya karena tidak diperdulikan seperti ini, hampir 4 jam Alea sudah dipindahkan sejak datang ke IGD dan kedua orangtuanya juga kakak kakanya belum datang. Bryan, Nico, Nina ada di luar kamar inap sedangkan Amin masih mengurus beberapa berkas rumah sakit. Pintu kamar terbuka dan menampakkan wajah Franco Wijaya dan bu Tania Rosita yang bergegas masuk dan mendekati brankar dimana Alea terbaring. Eric berdiri dari duduknya namun bingung harus mengatakan dan melakukan apa. "Kenapa bisa jadi seperti ini? Kenapa kamu biarkan dia makan udang?" ucap bu Tania memarahi Eric. "Saya tidak tahu jika bos alergi udang," jawab Eric singkat. "Seharusnya kamu cari tahu dulu segala sesuatu tentang bos kamu ini, jika seperti ini pekerjaanmu sebagai bodyguard sudah gagal." berang bu Tania. "Maafkan saya, saya ...," "Ma, stop it," terdengar suara Alea yang lemah membuat pak Franco, bu Tania dan Eric mengalihkan pandangannya pad Eric. "Kamu sudah sadar sayang, syukurlah," ucap bu Tania bersyukur. "Bagaimana perasaan kamu Al?" tanya pak Franco yang berdiri di samping brankar dimana Alas berbaring. "Not bad," Jawab Alea masih dengan suara lemah. "ini salah bodyguard kamu hingga semua ini terjadi." "Ma, dia tidak tahu apa apa, kenapa memarahinya. Aku belum sempat memberitahu mereka jika aku alergi udang dan Nina malah membelikan makanan dengan saos udang." "Baiklah baiklah, kamu keluar dulu," perintah bu Tania pada Eric, Eric hanya mengangguk dan melangkah keluar dari ruang rawat inap Alea. Diluar ruang rawat inap Eric melihat Nina, Bryan dan Nico di bangku tunggu di luar ruang rawat inap Alea. "Bu Alea tidak apa apa?" tanya Nina dengan wajah khawatir sedikit takut karena ia yang menyebabkan Alea terbaring di rumah sakit. "Bos sudah sadar," jawab Eric singkat, ia masih berdiri tak jauh pintu ruang rawat. ~~~ ~~~ Alea keluar dari lift di lantai dasar dan berjalan menuju ruang makan, di ruang makan sudah ada mama papanya dan juga kakak kakaknya. "Selamat pagi pa, ma kak Nathia, kak Nia," sapa Alea kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan Narnia, ia mulai mengambil roti dan memberinya selai blueberry kesukaannya. "Kamu mulai ke kantor lagi hari ini Al?" tanya pak Franco. "Iya pa, bosan beberapa hari dirumah saja," jawab Alea. "Kamu kasih tahu sekertaris san bodyguard kamu semua tentang kamu, alergi kamu ketakutan kamu dan apapun biar mereka tahu dan bisa berhati hati," "Iya pa, nanti Alea katakan pada mereka." "Oh ya satu lagi." "Apa pa." "Kalau kamu sudah punya kekasih, katakan pada papa, mama dan kakak kakak kamu kalau bisa kenalkan keluarganya juga, kamu juga sudah harus memikirkan pernikahan, Nathia sudah bertunangan juga Narnia, papa juga mau kamu menyusul mereka," ucap pak Franco panjang lebar. Ucapan pak Franco sontak membuat Alea terperanjat, ia baru saja lulus doctoral dan baru ingin merintis dan mengembangkan usaha malah sudah ditanya tentang pasangan dan pernikahan. Sejak dulu ia paling malas saat ditanya soal kekasih oleh papa dan mamanya, karena ingin fokus dalam pendidikan dan kini fokus mengembangkan usaha. Tidak ada sedikit keinginan dihatinya untuk mencari pasangan bahkan pemikiran soal pernikahan juga masih jauh dari pikirannya. Memang banyak pria yang mendekatinya sejak ia SMA tapi ia hanya menganggap mereka teman biasa saja, apalagi saat di London dan teman kuliahnya Sesama mahasiswa Indonesia tahu siapa dia sebenarnya semakin banyak teman yang mendekatinya tapi tetap saja ia menganggap mereka teman dan membuat mereka mundur teratur dan menjauh dari Alea. "Fokus Alea sekarang adalah mengembangkan perusahaan yang papa percayakan pada Alea, masalah pasangan belum ada dalam pikiran Alea pa," jawab Alea. Pak Franco menatap Alea, ia hanya menggelengkan kepalanya mendeng jawaban jawaban Alea. "Mengembangkan perusahan dan mencari pasangan itu bisa seiring sejalan Al," Nathia ikut bicara. "Tapi Alea belum ingin kak, sudahlah Alea mau berangkat dulu," jawab Alea berdiri dan akan pergi. "Al, minum susunya dulu," pinta bu Tania. "Sudah kenyang ma." suara Alea masih bisa terdengar walah ia sudah menjauh. "Lihat tuh Alea pa, ma. Kalau seperti ini terus mana mungkin bisa punya kekasih," ucap Nathia. "Iya pa, anak ini susah. Bagaimana kalau kita jodohkan saja pa?" saran bu Tania. "Iya pa, seperti Narnia," tambah Nathia. Narnia hanya diam saja, ia memang paling pendiam dan paling penurut. Apa yang diminta kedua orangtuanya selalu ia ikuti walau mungkin tidak sesuai dengan hatinya. Pak Franco berfikir sejenak, ia minum kopi didepannya beberapa teguk. "Bisa, tapi harus dengan keluarga yang selevel dengan keluarga kita," ucap pak Franco. "Tenang pa, teman teman mama kan istri pengusaha semua malah mereka juga pengusaha, ini akan menguntungkan kita juga ke depannya," jawab bu Tania. "Baiklah, mama atur saja," jawab pak Franco beranjak dari duduknya dan berjalan keluar. Nathia juga demikian, ia keluar untuk berangkat ke kantor. "Ma, mama yakin akan menjodohkan Alea ma?" Bu Tania yang sedang memotong roti di depannya menatap Narnia di depannya. "Memangnya kenapa sayang?" "Bukan apa apa ma, hanya saja kenapa tidak kita biarkan saja Alea mencari tambatan hatinya sendiri," Narnia memberikan saran. "Kamu kan tahu Alea paling sulit kalau disuruh cari pacar, dikenalkan dengan anak anak teman mama juga tidak mau, jalan satu satunya ya itu sayang dijodohkan, seperti kamu." "Dia kan paling keras kepala diantara anak anak mama, Narnia takut jika ia berontak," jawab Narnia. "Berontak seperti apa maksud kamu sayang? Dia tidak akan melakukan hal buruk jika itu yang kamu takutkan. "Entahlah ma, Narnia khawatir jika Alea dijodohkan dia akan menolak." "Semoga saja tidak ya sayang, yang mama lakukan itu untuk kebaikannya, mama dan papa tidak mungkin menjerumuskan anak sendiri, tapi untukw kebaikan kalian juga, mama dan papa tidak mau kalian menikah dengan orang sembarangan, harus jelas bibit, bebet dan bobotnya dan pantas bersanding dengan keluarga kita." Lynagabrielangga
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN