BAB 25

1048 Kata
Dalwi dan Bang Opung langsung bergegas. Ririn masih berada di atas punggung Dalwi karena kakinya yang mulai bengkak, kakinya sudah tidak bisa lagi diajak berjalan jauh, hal itu akan menyebabkan pembengkakan yang begitu besar. “Kodel! Rahmat! Putri!” seru Dalwi. Bang Opung melakukan hal yang sama. Mereka saling memanggil namun tidak juga menemukan apa yang mereka cari. Tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri mereka. Orang itu adalah Rahmat, “Tolong … tolong!!!” kata Rahmat ketiak menghampiri Dalwi dan juga Bang Opung. “Mat, lo nggak papa?” tanya Dalwi. Dia sangat bersyukur karena melihat Rahmat yang tidak apa-apa. Dia langsung memeluk Rahmat meski di dalam gendongannya ada Putri. Dalwi merasakan hal yang aneh, tubuh Rahat begitu dingin namun dia tidak bisa menjelaskan mengenai hal itu namun yang jelas tubuhnya sangat amat dingin, seperti seorang mayat. NAmun, Dalwi tidak mau memusingkan hal tersebut. Dalwi berpikir kalau ini semua karena keadaan di gunung yang dingin sehingga memang sangat wajar kalau temannya menggigil kedinginan seperti saat ini. “Di mana Kodel sama Ayu?” tanya Rahmat. Rahmat hanya diam, lalu menunjuk ke arah belakang tanpa mengucapkan satu kata pun. Akhirnya mereka melihat ada sesuatu yang tanggal. Seseorang yang terkapar. “Astaghfirullah al-azim!” pekik Dalwi. Bang Opung langsung menoleh ke arah Dalwi untuk menanyakan mengenai apa yang terjadi. Kemudian, Dalwi pun langsung menunjuk Kodel dan Putri yang tengah membujur kaku di atas rerumputan. Dalwi dan Bang Opung pun bergetar hebat, begitu juga dengan Ririn yang sudah menangis di punggung Dalwi. Entah mengapa mereka semua seperti tak punya tenaga untuk menghampiri dua orang yang kini sudah membujur kaku tersebut. Kini yang ada di dalam bayangan mereka adalah mereka ingin lari. Namun, mengingat kalau orang yang ada di sana adalah teman mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk menemui mereka berdua. Dalwi menurunkan Ririn dari ata punggungnya. Mereka bertiga pun berjongkok. “Del, bangun Del!” kata Bang Opung. Mereka sangat ketakutan, mencoba membangunkan Kodel namun sepertinya tidak berbuah manis, Kodel tetap saja tidak bangun. Begitu juga dengan Putri. “Kalian kenapa?” tanya Dalwi sambil menahan tangisnya. “Bukan begini yang gue mau, Del. Bukan begini. Gue emang benci banget sama kalian berdua tapi bukan ini yang gue pengenin. Bukan.” kata Ririn sambil menangis. Putri memang sangat membenci Kodel dan Putri yang berselingkuh di belakangnya namun dia tidak memiliki dendam sedikitpun kepada Kodel dan Putri, apalagi menginginkan merek berdua untuk mati mengenaskan seperti ini. Sungguh, hal itu tidaklah benar. Mereka bertiga pun menangis, sedangkan Rahmat hanya bisa meneteskan air mata di sana. Dia sama sekali tidak mengucapkan satu kata pun lagi kepada mereka. “Mat, mereka kenapa, Mast?” tanya Dalwi yang sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Setidaknya dia harus tahu apa yang terjadi. “Nanti saja ngobrolnya, lebih baik kita angkat mereka dulu, buat cari rumah penduduk. Kita nggak bisa tinggalin mereka berdua di sini, dan gak bisa nunggu lagi.” kata Bang Opung. Dalwi pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja. Tapi ada satu hal yang kini ada di pikirannya. Dia bingung dengan Ririn. Bagaimana dengan perempuan itu? Kakinya juga sangat sakit. “Lo gimana?” tanya Dalwi. “Nggak papa, gue bisa jalan, gue bisa jalan.” kata Ririn. “Mat, tolong pegangin Ririn, Mat. Kakinya sakit, dia habis jatuh. Tolong papah dia ya?” kata Dalwi kepada Rahmat. Rahmat hanya bisa menganggukkan kepalanya begitu saja. Kemudian, Mereka pun berjalan, kali ini Rahmat yang memimpin jalan, mereka berdua hanya mengekori Rahmat saja. Sebetulnya Rahmat sama sekali tidak menyuruh mereka untuk mengikuti jalannya, namun mereka dengan secara naluri terus berjalan mengekori Rahmat. Tubuh Kodel dna Putri begitu berat. Kodel dipapah oleh Dalwi, sedangkan Putri oleh Bang Opung. Mereka entah mengapa dapat mencium bau yang begitu busuk dari tubuh Kodel dan Putri. Namun, meski mereka sama-sama ingin muntah dan mengeluarkan isi perutnya namun mereka tetap membawa Kodel dan Putri pergi. Bagaimanapun Kodel dan Putri adalah teman mereka. Seperti janjinya sebelumnya, mereka naik bareng dan turun pun harus bareng, meski bagaimanapun keadaannya. Mereka terus berjalan. Selama berjalan, anehnya mereka tidak menemukan sebuah kejanggalan barang sedikit. Kemudian, mereka pun langsung melihat ada sebuah gubuk warga yang ada di sana. Pemukiman penduduk. Entah ada berapa rumah yang ada di sana, ada 2-3 rumah namun itu cukup untuk membuat mereka semua merasa lega. Mereka kembali berjalan, di depan rumah tersebut, Rahmat memilih untuk undur. Dalwi meletakkan kodel di depan rumah tersebut dan langsung mengetuk pintu rumah tersebut. “Assalamualaikum! Assalamualaikum!” salam Dalwi. Tak lama kemudian, mereka pun mendengar sahutan dari dalam rumah tersebut, “Waalaikumsalam.” jawab seseorang yang ada di dalam. Kemudian, ada seorang ibu-ibu yang keluar dari dalam rumah tersebut. “Ada apa?” tanya ibu-ibu tersebut. “Maaf, Bu. Mengganggu. T-teman saya … teman saya …” Alih-alih mengatakan kalau temannya meninggal, Dalwi pun langsung menangis, tak kuasa melanjutkan. “Astaghfirullah, Pak! Bapak!” seru Ibu-ibu tersebut yang langsung melihat ke arah Kodel dan juga Putri. Tanpa dijelaskan beliau sepertinya mengerti mengenai apa yang terjadi. Setelah itu, seorang bapak-bapak keluar dari dalam rumah tersebut dan langsung terkejut melihat ada dua mayat yang sudah dibaringkan di depan teras rumahnya. “Tolong bantu kami, Pak. Kami tersesat. Dan kami tidak tahu apa yang terjadi pada teman kami. Mereka menggigil …” kata Dalwi begitu saja. “Astaghfirullah, baru saja ada mayat yang kami temukan. Begini saja, kita bawa ke rumah Ketua RT, soalnya di sana ada seorang lagi.” kata Bapak tersebut. “Saya Kasno. Kalian bisa ikut saya.” sambung beliau. Dalwi dan juga Bang Opung pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja. Mereka pun langsung berangkat menuju ke rumah yang dimaksud oleh Bapak Kasno. Mereka ingin tahu siapa mayat yang ada di sana. Mereka juga ingin kalau teman mereka mendapatkan pertolongan dengan segera. Pak Kasno juga membantu Degel untuk membawa tubuh Kodel. Mereka pun berjalan cukup jauh, memang rumah penduduk satu dengan yang lainnya cukup berjauhan sehingga mereka harus berjalan terlebih dahulu. Tak lama kemudian, mereka pun langsung sampai di rumah yang dituju. Dia sana. Sudah banyak orang yang berkumpul. Jantung Dalwi berdegup dengan sangat kencang. Kemudian, Tubuh Kodel dan Putri langsung dibaringkan di samping mayat yang sudah tertutup kain. Entah siapa yang ada di sana. “Biar saya periksa dulu, teman-temanmu.” kata Pak RT. Dalwi dan juga Bang Opung langsung memberikan celah untuk Pak RT memeriksa keadaan Kodel dan Putri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN