BAB 24

1041 Kata
Ririn bersikeras tidak mau mengikuti Degel atau Dalwi yang maupun Bang Opung yang hendak pergi mencari keberadaan Kodel dan Putri, karena menurut Ririn, dia sudah cukup sakit hati dengan apa yang dilakukan oleh mantan pacarnya itu. Rasa sakit itu bahkan muncul meskipun dia tidak melihat keberadaan Kodel dan Putri. Hanya dengan mendengar namanya saja, dia merasa ingin marah dan menghujat dunia, dia tidak bisa membiarkan ini semua terjadi. “Lo jangan egois, Rin.” kata Bang Opung. “Egois gimana sih gua, Bang? Kalian aja yang nggak ngerti soal perasaan gua. Gue kayak gini karena siapa? Karena mereka sendiri. Gua nggak pernah sekesal ini tapi gue ngerasa kalau ini nggak adil banget buat gua bang, kalau kalian mau nyari mereka yaudah sana cari aja, gua mau turun sendiri.” kata Ririn yang masih kekeh dengan pendiriannya. “Rin, gua tau, gua tau banget kalau lo sakit hati bangat sama dia, tapi Rin, ini adalah demi kemanusiaaan, kita nggak bisa ngebiarin mereka sendiri, kita harus susul mereka, kita nggak tau apa yang terjadi sama mereka sekarang, Rin. Kalau sampai terjadi apa-apa- sama mereka apa lo nggak akan ngerasa bersalah? Gue sih udah jelas kalau gua akan ngerasa bersalah. Terlepas dia salah karena ngelukain lo, lo bisa hukum mereka setelah kita semua keluar dari hutan ini, Rin. Kita nggak boleh egois.” kata Dalwi. Ririn terdiam, dia mencoba kalimat yang dilontarkan oleh Dalwi kepada dirinya. Apa yang dikatakan oleh Dalwi memang cukup masuk akal. Kini batin Ririn bergejolak, di satu sisi dia ingin membiarkan apapun terjadi pada pasangan m***m itu, namun di sisi lain dia merasa kalau apa yang dikatakan oleh Dalwi benar, dia seharusnya mau mencari mereka dan menyelesaikan masalah mereka di Jakarta. Tidak di tempat yang sangat menyeramkan ini. Lagi pula kalau menilik apa yang telah mereka lalui, Ririn meraksa kalau rombongan itu sudah atau akan mendapatkan teror-teror dari penghuni sini. Dai tidak mau sesuatu terjadi kepada mereka. “Rin, gue paham banget perasaan lo. Lo marah, lo ke sesel, lo benci sama mereka. Tapi balik lagi, mereka itu manusia, gue nggak minta lo buat maafin dia, cuma gue pengen minta sama lo biar lo bisa menunjukkan sisi kemanusiaan sedikit aja buat mereka. Seenggaknya, kalo nggak terjadi apa-apa, nggak buat lu nyesel.” kata Dalwi. Ini kali pertama dalam hidup Dalwi menceramahi seseorang dengan panjang lebar, terlebih orang yang diceramahi oleh dirinya adalah seorang perempuan. “Yaudah.”kata Ririn. Setelah pertimbangan yang panjang dan melihat bagaimana Dalwi dan Bang Opung yang terus membujuknya, akhirnya Ririn pun mau, dia pun langsung membuang jauh-jauh kerasaan kesalnya, dia ingin menemukan Kodel, Putri, juga Rahmat yang sekarang entah ke mana. “Nah, gitu doang. Ay, naik lagi.” kata Dalwi. Ririn kali ini menggelengkan kepalanya begitu saja, dia cukup tau diri kalau dirinya memiliki tubuh yang berat, sehingga sepertinya dia lebih baik minta tolong dipapah saja. “Jangan digendong, Gel. Gue mau jalan aja, tapi bantu papah gua.” kata Ririn. Dalwi pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja, “Oke kalau begitu kita langsung jalan aja.” kata Dalwi. Bang Opung berdiri di hadapan mereka, “Apapun yang terjadi, jangan liatin apa yang ngeliatin kita, jangan takut, terus berdoa, dna kita minta pertolongan sama Yang Maha Kuasa biar bisa nemuin mereka bertiga.” kata Bang Opung. Ririn dan juga Degel menganggukkan kepala mengerti. Kemudian, kali ini Bang Opung tidak egois, dia juga ikut memapah Ririn. Dia sudah pasrah terhadap apa yang akan terjadi pada mereka. “Biar gua aja Bang yang mapah dia, lu bawa barangnya aja nggak papa, itu juga udah berat.” kata Dalwi. Kali ini dia menalar, dia tidak lagi menggerutu. Kali ini mereka berpikir kalau mereka harus saling membantu sama lain tanpa ada prasangka buruk sedikitpun. Mereka pun mulai menyisir jalanan yang sebelumnya mereka lewati. Tujuan utama mereka adalah kembali ke tempat mereka berpisah dan berjalan menuju ke arah Rahmat dkk berjalan, mereka sudah tidak lagi egois untuk mencari jalan untuk turun ke bawah, mereka hanya ingin mencari keberadaan teman-temannya yang bisa saja sedang merasa kesulitan dan diteror. Ririn terkejut melihat sesuatu yang muncul, sesuatu yang sangat besar dan tinggi. Tangannya bergetar, begitu juga dengan kakinya. “Jangan diliat.” kata Dalwi yang mencoba mengingatkan Ririn. Dalwi mulai terbiasa dengan hal-hal aneh, meskipun dalam hatinya, dia begitu merasa ketakutan namun dia sudah menguatkan tekadnya untuk tidak takut apapun selain Sang Pencipta. Dia ingin terus fokus saja. Dan itu sedikit bisa membuat dirinya menjadi tenang ketika berjalan. “Ini ke mana ya, Bang?” tanya Dalwi. “Sebentar, gua inget-inget dulu.” kata Bang Opung yang mencoba mengingat-ingat kemana Rahmat dkk pergi. Bang Opung melihat ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari informasi yang bisa diikuti. Dan ingatannya mengarah ke jalan ke Timur. Lalu setelahnya dia pun langsung memberitahukan Dalwi dan juga Ririn akan hal tersebut, “Ke timur! Seinget gue, Rahmat, Kodel sama Putri ke timur.” kata Bang Opung. Dalwi pun menganggukkan kepalanya. Kemudian mereka pun langsung kembali lagi melanjutkan perjalanan, sebuah perjalanan yang sangat mencekam. Mereka sampai harus beberapa kali terjatuh, terutama Riris dan Dalwi. Jalan begitu kecil dan entah mengapa semakin mengerucut ke Jurang. Hal itu tentu membuat mereka bergidik ngeri. Andai saja mereka bisa menemukan warga, maka mereka akan minta bantuan kepada Warga untuk mencari keberadaan Rahmat dkk. “Ke mana mereka ya?” tanya Degel. Bang Opung tidak menjawab, karena memang dia tidak memiliki jawaban atas pertanyaan tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendengar suara seseorang yang sedang berteriak-teriak, “Tolong! Tolong!” seru seseorang. Dalwi langsung menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Opung dan Ririn. “Itu ada suara minta tolong. Kayaknya suaranya Putri.” kata Dalwi. “Iya, Bener. Ayo kita cari!” kata Bang Degel. Mereka pun langsung mempercepat jalan mereka. Ririn meringis, karena kakinya terasa semakin sakit untuk dibawa berjalan. “Masih sakit?” tanya Dawi. Ririn menganggukkan kepalanya, “Iya, makin sakit.” katanya dengan berkaca-kaca. Ririn bukannya sedang ingin bermanja-manja namun dia memang merasakan sangat sakit di kakinya. Dalwi pun langsung menganggukkan kepalanya dan berjongkok di depan Ririn dan menepuk pundaknya, “Cepet naik!” kata Dalwi. Ririn yang merasa ragu akhirnya bersedia naik lagi, dia langsung naik ke punggung Dalwi kemudian Dalwi pun mengangkatnya. Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan. Mereka mencari Rahmat dan teman-temannya. Semoga saja tidak ada yang terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN