BAB 26

1087 Kata
Pak RT pun langsung memeriksa keadaan Kodel dan juga Putri dengan teliti. Beliau langsung menatap ke arah Dalwi, Opung, juga Ririn yang tengah menangisi nasib kedua teman mereka. “Apa yang sebelumnya mereka lakukan di gunung itu?” tanya Pak RT. Bang Opung, Dalwi dan juga Ririn saling menatap, mereka tentu bingung. Mereka tidak tahu apakah membicarakan apa yang Kodel dan Putri lakukan di gunung itu adalah hal yang baik atau justru sebaliknya, karena mereka merasa kalau itu adalah AIB teman kalian. “Maaf, Pak RT. Maksudnya bagaimana?” tanya Bang Opung yang lebih memilih untuk pura-pura tidak mengerti mengenai maksud pertanyaan dari Pak RT. “Mereka tidak sudah tidak bernapas, tubuh mereka mengeluarkan bau busuk yang aneh, ini bukan bau orang meninggal atau bangkai, ini bau anyir busuk seperti seseorang yang melakukan zina berkali-kali. Apa yang sebetulnya mereka lakukan di gunung?” kata Pak RT. Bang Opung, Dalwi dan Ririn masih diam, masih menimbang-nimbang apakah mereka harus menjawab pertanyaan itu atau tidak, namun sepertinya mereka memang sudah sepantasnya mendengarkan hal itu. “Kalau kalian tidak mau menjawabnya, entah bagaimana nasib mereka. Mereka tidak akan pernah bisa kembali ke keluarga mereka.” kata Pak RT. Dalwi terkejut setengah mati mendengar apa yang dikatakan oleh Pak RT. Akhirnya Dalwipun langsung berinisiatif untuk menjelaskan mengenai apa yang terjadi. “Maaf, Pak RT. Saya akan menjelaskan apa yang terjadi. Semoga hal ini tidak termasuk membuka aib teman kami sendiri. Karena kamis udha benar-benar bingung harus bagaimana lagi. Kami tidak bisa terus di sini dan dalam keadaan apapun, kami tetap harus membawa teman kami.” kata Dalwi. Pak RT terus mengamati Dalwi, mencoba mendengarkan apa yang hendak Dalwi katrakan. Kali ini baik Bang Opung maupun Ririn tidaka ada yang mau menyela. Mereka lebih memilih untuk membiarkan saja Dalwi mengatakan apapun asalkan itu adalah kebenaran. Dalwi melirik Bang Opung meminta persetujuan lalu Bang Opung menganggukkan kepalanya menyetujui apapun yang akan dilakukan oleh Baron. “Iya, teman kami telah melakukan tindakan tidak senonoh di atas gunung. Mereka melakukan hubungan suami istri dan berbuat m***m padahal belum menikah.” kata Dalwi. “Astaghfirullah al-adzim.” pekik Pak RT dan semua orang yang ada di sana. “Kamu mohon, Pak. Bantu kami agar bisa keluar dari gunung ini. Berhari-hari kami terjebak di gunung ini, tidak bisa pulang dan juga menemukan hal-hal yang menyeramkan, kami sungguh tidak sanggup lagi kalau harus melalui hal semacamnya lagi.” kata Dalwi. Kemudian, ketua RT langsung mengajak berkumpul beberapa warga untuk membahas apa yang harus mereka lakukan. “Baiklah, kami akan membantu kalian untuk keluar dari sini.” kata Pak RT. “Terima kasih, Pak. Terima kasih.” kata Dalwi, Bang Baron, dan juga Ririn. Mereka bertiga tidak bisa menyembunyikan perasaan senang mereka. Mau bagaimana lagi? Mereka sudah sangat lelah berada di sana. Entah apa yang harus mereka katakan kepada keluarga Kodel dan juga Putri namun mereka tetap harus tahu keadaan anak mereka. “Sama-sama.” kata Pak RT. Dalwi melirik jenazah yang tengah ditutupi oleh kain, dari atas sampai bawah, ada rasa penasaran di hatinya melihat jenazah tersebut. “Pak, maaf, jenazah ini …” kata Dalwi dia ingin menanyakan mengenai siapa yang tengah membujur kaku namun dia bingung mengenai bagaimana cara bertanyanya. “Ini adalah jenazah dari pendaki juga, Nak. Siapa tahu kalian mengenal, saya akan bukakan kainnya. Agar kalian bisa melihat wajahnya.” kata Pak RT. Entah mengapa jantung Dalwi berdegup dengan sangat kencang, dia memang tidak tahu siapa jenazah tersebut namun perasaannya begitu kalut. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana keluarga orang mengetahui kalau anak atau suami atau siapapunnya itu tahu kalau saudara mereka sudah tidak bernyawa. Pak RT pun menyingkap kain jarik yang menutupi tubuh jenazah tersebut. Menyingkap sedikit pada bagian kepala saja. “Astaghfirullah al-adzim!” pekik Dalwi. “Astaghfirullah!” pekik Ririn. Ririn langsung terjatuh duduk ke lantai setelah melihat wajah itu. Dalwi langsung menghampiri jenazah tersebut dan melihat dari dekat untuk memastikan kalau apa yang dia lihat tidak benar. Jenazah laki-laki itu adalah orang yang sangat mereka kena. Jenazah itu adalah Rahmat. Apa yang sebetulnya terjadi? Kenapa ada Rahmat di sana? Bukankah Rahmat yang mengantarkan mereka. Beberapa menit yang lalu bahkan Rahmat masih ada di samping mereka. “Nggak mungkin, Pak. Ini pasti bukan Rahmat teman saya.” kata Dalwi, “Kalian mengenal jenazah ini?” tanya Pak RT. “Wajahnya mirip dengan Rahmat teman kami, tapi teman kami belum meninggal.d ia bahkan mengantarkan kami ke sini.” kata Dalwi yang langsung diangguki oleh Bang Opung. “Iya, Pak. Rahmat tadi bersama kami datang ke sini, Bapak ini saksinya.” kata Bang Opung. Bang Opung menunjuk dengan sopan bapak-bapak yang mengantarkan mereka ke rumah ketua RT. “Tidak, saya tidak melihat ada laki-laki yang berwajah mirip seperti jenazah ini.” kata bapak-bapak itu. “Loh, Pak. Tadi kami datang berempat dengan dia.” kata Bang Opung yang mencoba menjelaskan mengenai Rahmat yang juga datang ke kampung itu menemui bapak tersebut. “Dia bahkan bantu teman saja berjalan. Mapah teman saya.” kata Dalwi yang juga langsung mencoba menjelaskan. “Kalian hanya datang bertiga. Tidak berempat. Hanya kalian bertiga saja. Dan teman perempuan kamu juga jalan sendiri.” kata Bapak-bapak tersebut yang mencoba menjelaskan. “Apa yang dibilang sama suami saya benar. Kalian hanya datang bertiga.” kata istrinya. Kaki Dalwi, dan Bang Opung juga Ririn langsung lemas seketika. Dalwi tidak menyangka hal ini akan terjadi. Dia yang tidak percaya dengan keadaan langsung memilih untuk menoleh ke kanan dan ke kiri, begitu juga Bang Opung. Mereka mencoba mencari keberadaan Rahmat. “Rin, tadi Rahmat sama lo kan?” tanya Dalwi. Ririn yang menangis pun menganggukkan kepalanya begitu saja, “Iya, dia sama gue.” kata Ririn. “Dia di mana, Rin?” tanya Dalwi yang tak sabaran menunggu jawaban dari Ririn. Ririn menangis dan menggelengkan kepalanya begitu saja, dia tidak tahu di mana orang tersebut. “Gua nggak tau, GEl, gue nggak tau.” kata Ririn. “Gimana gak tau sih? Tadi kan dia sama lo.” kata Dalwi. Kali ini nada suara Dalwi meninggi. Dia marah. Dia takut, dia juga tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi kepada dirinya. “Enggak, dia nggak sama gue.” kata Ririn. “Maksud lo apa?” tanya Dalwi. Ririn menggelengkan kepalanya begitu saja. Dia juga tidak tahu ke mana Rahmat, dia sangat bingung dan ketakutan, “Tadi dia sama gue, tapi gue nggak tau dia kemana.” kata Ririn sambil menangis. “Biar gue cari dia. Dia pasti di luar.” kata Dalwi sambil menangis, dia keluar dari rumah Pak RT dan mencoba mencari keberadaan Rahmat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN