Hari Sabtu akan datang besok. Tiket bioskop yang dipegang Nicko masih utuh. Nyatanya Nicko masih belum juga mengungkapkan keinginannya untuk mengajak Rhea.
Nicko yang baru datang, memasuki kantor. Di dalam kantor, sudah penuh dengan orang. Semuanya sudah datang. Termasuk Rhea.
"Pagi, Pak Nicko?" sapa Wisnu.
"Pagi." Seperti biasanya. Nicko menjawab apa kadarnya.
"Tumben, Pak Nicko telat?" tanya Anton.
"Ada acara di rumah kakakku," jawab Nicko. "Silahkan bekerja lagi," pintanya.
Nicko berjalan ke arah mejanya. Ketika Nicko sudah ada di mejanya, ia melihat sebuah kotak kecil di atas meja. Membuat Nicko menautkan kedua alisnya.
Nicko mendekat dan memperhatikan kotak itu. Kotak kecil berukuran sekitar tiga kali tiga sentimeter. Terbungkus rapi dengan kertas kado. Nicko lalu memperhatikan seisi ruangan kantor. Sepertinya, semua sedang serius?
Nicko kemudian duduk dan mengambil kotak tersebut. Ia membuka kotak itu di bawah meja. Setelah dibuka, ternyata isinya adalah jam tangan. Membuat Nicko heran.
"Hari Sabtu, tanggal dua puluh satu Oktober, bukannya hari ulang tahunmu?"
Nicko teringat Rhea mengatakan padanya soal ulang tahunnya. Nicko lalu melihat ke arah Rhea yang masih serius menatap komputernya. Siapa lagi kalau bukan Rhea?
Nicko menahan senyumannya. Dalam hati, ia benar-benar merasa sangat senang. Kemudian, menyimpan jam tangan di dalam lacinya.
Kalau dipikir, ia saja hampir lupa ulang tahunnya kalau bukan dari Rhea kemarin. Saat melihat Rhea yang serius, membuat Nicko menjadi semakin menahan senyum. Dia bisa-bisanya berakting seperti itu? Pikir Nicko.
Tepat pada saat itu, Rhea melihat ke arahnya. Membuat Nicko terjingkat sebentar. Ia lalu segera mengalihkan pandangan ke arah komputernya dengan cepat. Nicko juga segera memasang wajah serius.
"Pak Nicko?" panggil Rhea sembari berdiri, kemudian berjalan ke arah Nicko. "Saya sudah melampirkan semua hasil dokumentasi dari hasil C2," lanjut Rhea ketika sudah di dekat meja Nicko.
"Ini bisa Pak Nicko periksa," kata Rhea lagi sembari memberikan sebuah map berisi gambar serta foto.
"Letakkan saja di situ," kata Nicko.
"Baik, Pak. Tapi saya butuh tanda tangan Pak Nicko secepatnya," kata Rhea sembari meletakkan sebuah dokumen dk atas meja Nicko.
"Aku tahu," jawab Nicko yang memberi ekspresi dingin dan tidak acuh. Padahal, ia merasa sangat senang di hatinya.
"Oh iya, Pak. Kalau bisa sekarang kita pergi ke gedung C2, karena hari ini proses finishing dasar. Kita harus mengawasi kegiatan di sana. Paling tidak sore ini," ujar Rhea lagi. Nicko yang fokus pada komputernya, jadi melihat ke arah Rhea.
"Kalau begitu, kita bisa berangkat sekarang," jawab Nicko.
"Sekarang? Baik, Pak. Kalau begitu, saya akan bersiap," ujar Rhea kembali.
Rhea berbalik dan berjalan ke arah mejanya lagi. Ia lalu membereskan dokumen yang ada di mejanya. Nicko terus saja memperhatikannya. Kemudian, ia pun juga berdiri dan hanya membawa ponselnya.
Rhea berjalan keluar kantor lebih dulu. Sekian detik kemudian, Nicko menyusulnya. Ia juga berjalan akan keluar kantor.
"Kalian akan pergi sekarang?" tanya Candra. Diana pun juga melihat ke arah Nicko. Nicko mendekat ke meja Candra.
"Tidakkah kau lihat? Dia kelihatan bersemangat sekali," bisik Nicko pada Candra. Membuat Candra menautkan kedua alisnya heran.
"Hei! Apa yang terjadi pada kalian?!" seru Candra lagi dengan cengar-cengir.
Nicko melanjutkan jalannya keluar. Tidak menanggapi apapun. Sedangkan orang-orang di dalam kantor, menjadi melihat ke arah Candra.
"Apa maksudmu?!" tanya Diana dengan ketus.
"Memangnya apa yang terjadi pada mereka?" timpal Anton ikut bertanya. Candra terkekeh mendengarnya.
"Kita tidak perlu tahu. Kita lihat saja nanti." Candra kembali cengar-cengir. Membuat semua orang yang ada di dalamnya curiga dan penasaran.
Sedangkan, Nicko yang sudah di luar kantor, berjalan mengikuti Rhea. Rhea berjalan menuju lift. Nicko pun menyelaraskan langkahnya agar bisa menyusul Rhea.
"Rhe! Tunggu!" panggil Nicko, membuat Rhea berhenti sejenak. "Kamu kenapa cepat sekali? Tidak perlu terburu-buru seperti ini," kata Nicko.
"Maaf. Tapi lebih cepat lebih baik, kan?"
"Kamu tahu, saat di kantor kita seharusnya membicarakan soal pekerjaan saja, kan?" Nicko saat sudah ada di samping Rhea.
"Iya." Rhea menganggukkan kepala tanda setuju.
"Seharusnya, saat di kantor kita juga tidak melakukan hal-hal lain di luar pekerjaan. Kamu juga tahu, kan?" tanya Nicko lagi.
"Memang benar!" Rhea menganggukkan kepalanya lagi. Nicko kembali berjalan mendekat ke arah Rhea.
"Lain kali, tidak perlu melakukannya secara terang-terangan seperti ini. Tidak enak dilihat yang lain," bisik Nicko yang sudah dekat dengan Rhea.
Setelah mengatakan begitu, Nicko segera berjalan menjauh. Ia mendahului Rhea untuk pergi. Rhea menjadi bingung dan hanya menautkan kedua alisnya.
***
Nicko dan Rhea baru sampai dari gedung C2. Mereka sama-sama masuk dan berjalan ke dalam gedung perusahaan. Mereka berjalan beriringan berdua.
"Rhe?" panggil Nicko, membuat Rhea menoleh ke arahnya. "Berhentilah dulu," pintanya.
"Iya, Pak Nicko?" jawab Rhea yang akhirnya berhenti.
"Beberapa hari yang lalu, bukankah kamu bilang kalau kamu ingin menghindari gosip?" tanya Nicko, menahan senyumannya saat berbicara. Rhea kembali menautkan kedua alisnya heran.
"Iya, Pak. Memangnya kenapa?" Rhea balik bertanya karena tidak paham.
"Sebenarnya, aku hanya heran kenapa kamu tidak bisa menjaga kalimatmu?" tanya Nicko lagi.
"Aku?!" Rhea menunjuk dirinya sendiri. Sedang, ia juga sudah tidak berbicara sopan. "Maaf, Pak Nicko. Kalau memang Pak Nicko tidak nyaman kita berdekatan seperti ini, aku bisa ...."
"Sudahlah," potong Nicko membuat Rhea berhenti. "Sekali ini saja aku memaafkanmu. Lain kali, jangan lakukan lagi," kata Nicko dengan halus dan menaikkan kedua alisnya.
Lagi-lagi, setelah mengatakan hal itu, Nicko langsung berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Rhea yang sudah berada di dekat area lift. Rhea kembali bingung dan heran dengan pernyataan dan sikap Nicko.
Sedangkan Nicko, sedang memperingatkan Rhea, tapi seolah ia sedang mengharapkan Rhea melakukannya lagi. Sejujurnya, selama bekerja tadi, hatinya berbunga-bunga. Karena Rhea memberinya hadiah.
Rhea yang melihat Nicko berjalan mendahului dan meninggalkannya itu, kembali merasa lebih heran. Berusaha memahami maksud Nicko. Tapi setelah berpikir singkat, Rhea pun mulai bisa memahami bahwa, Nicko memang sama sekali tidak ingin berada di dekatnya.
"Lift-nya terbuka. Ayo kita masuk," ajak Nicko.
"Kamu masuk duluan saja. Seperti katamu, aku akan lebih berhati-hati lagi dan menjaga jarak," ungkap Rhea.
"Eh, tunggu!" Nicko tidak sempat berkata-kata lagi, karena pintu lift sudah tertutup.
Memotong Nicko yang akan berbicara pada Rhea. Pintu lift tertutup. Nicko pun juga tidak bisa apa-apa lagi? Ia kemudian berpikir.
"Apa aku terlalu dingin padanya?" gumam Nicko sedang berbicara sendiri.
Namun kemudian, Nicko kembali tersenyum lebar di dalam lift. Ia akan melanjutkan untuk kembali ke kantor. Sekian detik pintu lift terbuka. Nicko pun keluar dan berjalan ke arah kantor.
Di dalam kantor, sudah nampak sepi. Hanya ada Diana di sana. Nicko yang sudah berada di mejanya, segera duduk. Ia kemudian mengambil botol mineral yang ada di atas meja kerjanya dan meminumnya.
Nicko tidak sadar jika dari ia masuk, Diana tengah memperhatikannya. Diana pun langsung berdiri dan mendekat ke arah meja Nicko. Membuat Nicko sendiri menoleh ke arah Diana.
"Pak Nicko? Apa, Pak Nicko suka dengan jam tangannya?" tanya Diana dengan malu-malu.
Setelah mendengar itu, seolah Nicko tidak bisa menelan air yang ada di mulutnya.