Tontonan Gratis

1438 Kata
"Kamu siapa?" Suara dari seseorang yang Malika tahu adalah suara pria, mengagetkan dirinya yang sedang mengepel lantai kamar Tuan Muda rumah itu. Malika berbalik menatap ke arah pintu kamar. Seorang pria berusia kisaran 30-an, berdiri dengan wajah keheranan. Gadis itu segera menunduk, memberi hormat untuk memperkenalkan diri. "Maaf, Tuan Muda. Saya Malika, pembantu baru di rumah ini." Gadis itu masih menunduk, menunggu reaksi dari si Empunya kamar. "Oh." Hanya itu saja reaksi yang diberikan Abraham. Pria muda yang baru pulang kerja itu kemudian melangkahkan kakinya ke sofa yang ada di dalam kamar. "Apa ada yang Tuan butuhkan?" tanya Malika berinisiatif. "Tidak ada, terimakasih. Kamu bisa selesaikan pekerjaan kamu sekarang, setelah itu boleh pergi." Abraham bicara tanpa menoleh ke arah Malika. Hanya memainkan ponsel pintar di genggamannya. "Baik." Malika melanjutkan pekerjaan mengepelnya. Setelah dirasa cukup, ia pun pamit dan meninggalkan kamar sang majikan. Baru saja ia keluar dari kamar majikan mudanya --menutup pintu dan hendak berbalik. Seorang pria tua dengan pakaian formal-nya, nampak berdiri di depan kamar dengan pintu berwarna coklat tua, menatapnya penuh rasa penasaran. Malika membungkuk, memberi hormat. "Kamu pembantu baru di rumah ini?" tanya pria tua dengan perut sedikit tambun tersebut. "Iya, Tuan." Malika menjawab dengan wajah yang ia tundukkan. Sehingga ia tidak tahu, ada seringai penuh arti yang nampak tiba-tiba dari wajah pria tua di depannya itu. "Maaf, saya permisi, Tuan!" Malika hendak beranjak menuruni tangga --karena tugas mengepelnya telah selesai. "Tunggu!" seru pria itu menghentikan langkah Malika. "Siapa nama kamu?" tanya pria tua itu. "Malika, Tuan." Kemudian kembali beranjak meninggalkan sang majikan, yang akhirnya gadis itu tahu jika ada sesuatu yang berbeda dari pandangan mata pria itu terhadap dirinya. Malika mulai merasa tidak enak hati. Ia jadi teringat ucapan yang dilontarkan oleh Bi Asri tadi siang. "Kamu berhati-hatilah. Usahakan kamu lebih baik menghindar darinya sebisa mungkin. Jangan sampai ia menguasaimu." Kalimat yang Bi Asri ucapkan, sebetulnya membuat gadis itu tidak terlalu paham. Malika tahu, Bi Asri sebisa mungkin ingin menutupi hal ini dari Malika yang notabene orang baru di rumah itu, tapi rasa kasihannya sebagai seorang wanita dan juga ibu, membuatnya menepiskan hal yang berkaitan nama baik kelurga sang majikan. "Tuan Sakti suka menggoda perempuan, sudah sering para pembantu muda yang bekerja di sini, ia permainkan dengan menggunakan kekuasaannya." "Benarkah?" Malika menutup mulutnya. Hari pertamanya bekerja, sudah membuat ia sedikit stress. Baru saja ia lari dari kejaran pria tua bernama Juragan Darma, kini ia kembali dihadapkan pada sosok pria tua lainnya, entah seperti apa sikapnya itu. Malika bisa bernafas lega ketika ia bisa sampai di tangga terakhir. Segera ia berjalan ke arah dapur dan area pembuangan air dekat dapur kotor. Jam sudah menunjukkan pukul enam, saat gadis itu selesai dengan pekerjaannya di hari pertama. *** Seminggu sudah, Malika bekerja di rumah besar itu. Selama itu pula ia bisa melakukan pekerjaannya dengan baik dan rapi. Nyonya Abel, lambat laun memberikan suasana yang berbeda bagi diri gadis itu. Kini ia sudah bisa melihat senyum dari sang majikan wanitanya, meski hanya sewaktu-waktu. Malika juga sudah mengenal sosok Nona mudanya, yaitu Nona Pamela. Ia gadis yang sedikit cuek, tak banyak bicara bahkan cenderung jutek. Meski pun begitu, Malika cukup tahu saja, dan tidak ambil pusing. Baginya menyelesaikan pekerjaan saja sudah cukup melelahkan untuknya, tidak perlu lagi ia memikirkan sifat dan karakter para penghuni rumah. Lantas, bagaimana dengan si tuan Sakti sendiri? Sejauh ini, pria tua itu memang tidak memperlihatkan gelagat yang aneh, hanya sesekali saja ia mencuri pandang ke arah Malika bila ia sedang bekerja. Dan itu tidak Malika pikirkan. "Malika, tolong bilang sama Bi Asri, buatkan saya jus jeruk dan antar ke sini." Hari itu adalah weekend, hari minggu tepatnya. Pagi hari, Abraham, yang biasanya sudah rapi hendak berangkat ke kantor, masih melakukan aktifitas berenangnya. "Baik, Tuan." Malika meletakkan tongkat pel dan menaruh perlengkapan lainnya ke sisi dinding agar tidak menghalangi jalan. Ia tengah mengepel teras samping dekat area taman, ketika tuan mudanya itu menyuruhnya untuk menyampaikan pesan pada Bi Asri. Baru saja, ia akan menuju ke dapur, sesosok wanita cantik dengan pakaian kekurangan bahan, berjalan dengan gaya yang terlihat anggun, menuju ke arah Malika berasal --yaitu kolam renang. Wanita cantik itu tersenyum saat berpapasan dengan Malika. Dia adalah Audrey, kekasih Abraham. "Abraham lagi berenang, yah?" tanyanya basa-basi. Padahal wanita itu suda tahu dari nyonya rumah, Nyonya Abel, yang bertemu dengannya terlebih dulu di ruang tamu. "Iya, Non. Tuan muda ada di kolam renang." Malika menjawab dengan memberikan senyum balasan. "Apakah Non' mau saya buatkan minuman? sekalian saya mau buat untuk tuan muda." "Abraham minta dibuatkan apa?" tanyanya balik. "Jus jeruk, Non." "Ya sudah, saya juga mau yah. Terimakasih." Wanita itu nampak terlihat ramah. Kemudian pergi meninggalkan Malika yang kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. "Bi! Tuan Muda minta dibuatkan jus jeruk." Gadis itu menyampaikan pesan pada Bi Asri ketika melihat wanita itu sedang membantu seorang asisten rumah tangga lainnya yang sedang memasak. "Oh, iya. Tunggu, Bibi akan buatkan." Bi Asri segera membuka kulkas besar dan mencari buah jeruk yang terlihat masih segar dari dalam. "Minta dua yah, Bi. Ada Nona Audrey, dia minta dibuatkan sekalian." Menambahkan kalimatnya. Bi Asri mengangguk. "Tunggu! Kamu mau kemana?" Melihat Malika yang hendak beranjak meninggalkan dapur. "Balik ke sana lagi, Bi. Saya belum selesai mengepel teras samping." Malika berhenti dan menjawab pertanyaan Bi Asri. "Tunggu dulu, ini Bibi minta tolong kamu saja untuk mengantar minumannya. Kerjaan Bibi belum selesai di sini." Malika hanya mengangguk, dia menunggu Bi Asri membuat jus jeruk pesanan majikannya. Dua gelas sudah disiapkan untuk dijadikan tempat minuman yang nampak segar di dalam tabung juicer itu. "Nih, maaf, Bibi merepotkan." Memberikan nampan dengan dua gelas di atasnya, sudah berisi minuman berwarna kuning ke oren-an. "Tidak apa-apa, Bi. Tidak merepotkan kok!" Malika tersenyum menatap Bi Asri. Gadis itu kemudian membawa nampan dan berjalan menuju area kolam renang. Baru saja ia hendak memasuki pintu penghubung itu, pemandangan yang belum pernah ia lihat secara langsung --nyata-- hadir di depan mata. Wanita bernama Audrey itu tengah berada di atas pangkuan tuan mudanya --Abraham. Bukan itu saja yang membuat Malika kaget setengah mati, keduanya tengah menyatukan bibir masing-masing, saling menempel dan sangat terlihat intim. Kepala keduanya berputar ke kanan dan kiri secara bergantian, dengan bibir yang tak kunjung dilepaskan. Tangan sang tuan muda bergerilya dari paha yang terbuka milik sangat kekasih, terus menjalar ke arah atas tubuh wanitanya berhenti di sebuah dua gundukan kecil, dan tangan itu telihat meremasnya. Seketika Malika berhenti membeku di tempatnya berdiri. Ia tidak berani berjalan apalagi mendekati keduanya meski sekedar untuk menaruh nampan saja. Setelah sekian lama, akhirnya pagutan itu terlepas, nafas keduanya terdengar hingga telinga Malika yang masih enggan memandang ke arah sana. "Bawa minumannya ke sini!" seru Abraham menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Dengan perlahan, Malika berjalan menghampiri bangku panjang, masih dengan Audrey yang duduk di atas pangkuan Abraham dan menghadap sang kekasih. Malika menaruh nampan di atas meja di samping bangku yang keduanya duduki. Hal yang tidak Malika sangka kembali terjadi, meski ada orang di situ --yaitu dirinya-- Abraham dengan cuek dan tidak tahu malu kembali menyatukan bibir di atas bibir wanitanya. Suara kecapan dari bibir keduanya yang basah karena penyatuan lidah, terdengar di telinga Malika yang sebisa mungkin menutup mata dan tidak tergoda untuk melihat. Gadis itu memilih meneruskan pekerjaannya yang tertunda dan berbalik membelakangi pasangan yang --menurut Malika-- m***m tersebut. *** "Bukan hal yang aneh, Malika. Sudah, tidak perlu kamu pikirkan. Tuan muda sama Non Audrey sudah biasa begitu. Bahkan tak jarang mereka melakukannya di depan nyonya atau tuan Sakti." Malika nampak kaget dengan penjelasan yang diberikan oleh Bi Asri. Beginikah gaya pacaran orang kota? Dalam hatinya bersuara. Lantas kemudian, ia menyadari ada sesuatu yang berbeda dari penampilan Bi Asri saat itu. "Bi Asri, rapi sekali. Mau pergi yah?" tanya Malika. "Iya, Nyonya minta ditemani ke salah satu butik langganannya." Bi Asri bangkit berdiri. "Kamu jaga diri baik-baik yah selama Bibi tidak ada. Sepertinya di rumah hanya ada Tuan Sakti saja yang tidak kemana-mana." Rasa khawatir dan was-was jadi satu, terlihat di wajah Bi Asri. "Iya, Bi. Nanti setelah pekerjaan saya selesai, saya akan diam di kamar saja sambil menunggu pakaian kering." "Ya sudah, Bibi berangkat dulu yah. Katanya nyonya udah nungguin." Wanita tua itu pergi meninggalkan Malika yang sendirian di dalam rumah. Tadi pembantu yang biasa bertugas memasak, pergi dengan supir untuk berbelanja kebutuhan pokok sehari-hari. Abraham dan sang kekasih telah pergi setelah mereka keluar dari dalam kamar --entah apa yang keduanya lakukan di sana-- satu jam yang lalu. Nona sejak pagi sudah pergi dari rumah, hari weekend galerinya selalu penuh oleh pengunjung. Jadi, tidak heran jika setiap sabtu dan minggu, nona kedua itu tidak akan pernah terlihat di dalam rumah. Karena ia akan berangkat pagi-pagi sekali, dan pulang sudah larut malam. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN